Di depan ruang ICU, dokter datang bersama Ludius. Sebelum dokter masuk kedalam ruangan Ludius menjelaskan apa yang terjadi.
"Saya mengerti apa yang terjadi, ini dinamakan konfabulasi. Pada beberapa kasus, penderita amnesia juga dapat mengalami ingatan palsu (konfabulasi), yaitu suatu ingatan yang terbentuk karena karangan atau berdasarkan kejadian sebenarnya yang terjadi pada waktu yang berbeda. Saya harap Tuan Lu dapat lebih bersabar menghadapi pasien".
Dokter Daniel dan Ludius masuk. Didalam Silvia masih tersadar, dan memandang mereka yang berjalan masuk.
Walau Silvia mendengar suara obrolan Daniel dan Ludius, tapi dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
"Bagaimana kabar Nona Silvia, apa yang Nona rasakan saat ini?. Perkenalkan Saya Dokter Daniel, mungkin Nona belum mengingatnya, tapi saya pernah merawat Nona sebelumnya. Jadi jangan sungkan bila Nona merasa tidak enak atau ingin menanyakan suatu hal". Kata Dokter Daniel. Dia mulai memeriksa kondisi Silvia.
"Dok, saya mau bertanya. Apakah mimpi juga termasuk memori masa lalu yang terlupakan?" Tanya Silvia lirih, dia sedikit canggung menanyakan hal aneh pada Dokter.
"Jangan malu Nona, Apapun yang Nona rasakan jangan sungka untuk bertanya. Jika itu pertanyaan Nona itu bisa saja terjadi, karena mimpi merupakan penggambaran yang ada di dalam fikiran Nona. Tapi itu hanya kemungkinan. Nona sebentar lagi suster akan datang untuk memindahkanmu ke ruang rawat". Kata dokter dengan senyuman, dia keluar memanggil Suster untuk memindahkan Silvia.
Silvia di bantu para Suster dipindahkan ke ruang rawat VVIP, Ludius yang sedari tadi diam mendekati Silvia yang masih muram memikirkan Mimpi yang membuatnya tertekan. Ludius mengangkat tubuh Silvia dan memeluknya.
Find authorized novels in Webnovel,faster updates, better experience,Please click www.webnovel.com www.webnovel.com for visiting.
"Sayang, jangan terlalu difikirkan. Itu hanya sebuah mimpi, tidak akan terjadi apa-apa padamu. Lagi pula, wanita dingin yang kadang cerewet dan jutek sepertimu tidak pantas memiliki wajah masam seperti itu. Apa perlu aku bantu untuk menghilangkan murammu?" Kata Ludius dengan senyum menggoda.
"Dasar pria tidak tahu malu, simpan saja rayuanmu untuk wanita lain. Ini tidak akan mempan padaku". Kata Silvia Ketus.
Ludius melepas pelukannya, dan memandang wajah Silvia yang marah "Sayang, kalau kamu memasang wajah seimut itu. Bisa-bisa aku hilang kontrol loh!. Apa kamu mau bertanggung jawab dengan hasil akhirnya?" Perkataan Ludius semakin membuat Silvia marah.
Silvia yang terus di goda Ludius memandang Ludius lurus dengan tatapan tajam.
"Benarkah!. Coba kita lihat, apa yang Tuan Ludius bisa perbuat pada gadis cacat ini" Tantang Silvia tegas..
"Karena kamu yang memulai, jangan salahkan aku jika aku benar-benar lepas kendali".
Ludius tersenyum licik, dia mulai melepas jasnya dan melonggarkan dasinya.
'Huwa… gawat, kok dia bisa senekad itu sih. Apa dia benar-benar akan melakukannya padaku?'.. Batin Silvia.
Silvia membuang muka, dan bersikap acuh seolah tidak mengetahui apapun. Hatinya berdetak cepat, bahkan lebih cepat dari sebuah pesawat jet.
Ludius mendekatkan dirinya ke wajah Silvia "Mengapa kamu memalingkan wajahmu Sayang. Dimana keberanianmu yang barusan kamu tunjukkan?". Bisik Ludius di telinga Silvia.
Seketika wajah dan telinga Silvia memerah, dia seperti kehilangan ketegasan dan kata-kata untuk membuat Ludius mundur. Perlahan Silvia memandang Ludius yang tepat didepan matanya.
"Stop…!" .
Mendengar kata itu Ludius langsung terhenti. Dia memandang Silvia dengan khawatir, dia berfikir kalau terjadi apa-apa pada Silvia.
Silvia yang melihat ekspresi Ludius yang berubah drastis, tersenyum menahan tawanya.
"Pfft.. Tuan Lu, apa kamu tahu wajahmu saat ini benar-benar menggemaskan. Ah.. Jarang sekali melihatmu seperti ini. Sekarang kita impas!" ledek Silvia. Dia menjulurkan Lidahnya membuat Ludius semakin gemas.
Ludius yang sadar telah di permainkan Silvia langsung mencium pipinya. Dia tersenyum senang melihat wajah Silvia yang marah.
"Kya.. Curang! Siapa yang mengizinkanmu mencium pipiku? Kamu harus ganti rugi!" kata Silvia dengan nada merajuk.
Silvia memalingkan wajahnya kembali dengan tatapan cemberut.
"Sayang, anggap saja ciuman itu sebagai hadiah karena telah berhasil mempermainkanku. Untuk ganti ruginya, apa kamu mau layanan spesial dari calon suamimu?"
Lagi-lagi Ludius berkata hal yang membuat Silvia salah fokus, dia berfikir yang tidak-tidak membuat suhu tubuhnya menjadi semakin memanas.
"Aku tidak butuh layanan spesialmu. Itu menjijikan" jawab Silvia ketus.
"He.. Apa yang sedang kamu fikirkanSayang? Aku kan hanya memberi pelayanan spesial calon suami, Bukan pelayanan spesial sebagai Gigolo. Sejak kapan calon istriku suka berfikiran seperti itu?"
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Sejak kapan kamu memberi racun didalam otakku hingga akuberfikiran kotor seperti itu!"
Ludius menempelkan tangannya di kening Silvia. Dan waktu sudah menunjukkan jam 10 malam.
"Sayang, ini sudah terlalu malam. Istirahatlah! Jika kamu masih belum puas dengan menatap wajahku, aku akan duduk disini menemanimu". Ludius mencium kening Silvia.
Malam ini berakhir dengan canda tawa untuk menghilangkan sejenak mimpi buruk yang Silvia alami. Perlahan Silvia tertidur dengan tenang.
Sesaat setelah Silvia tertidur, Julian datang dengan wajah menahan amarah yang luar biasa. Dia menarik Ludius keluar tanpa bersuara karena melihat Silvia tengah tertidur pulas. Julian menarik Ludius kedepan ruangan Silvia dan mencengkram kerahnya.
"Tuan Lu, aku selalu diam karena menghargai keinginan Silvia dan Bibi. Tapi belum genap satu malam adikku tinggal bersamamu. Dia sudah kamu antar ke Rumah Sakit. Apa kamu tahu ini apa artinya? Berarti kamu memang tidak pantas menjaga Silvia!" kata Julian dengan amarah dan melepas kerah yang dia cengkram.
"Aku tahu ini kesalahanku karena tidak mengawasinya dengan baik. Tapi bukan berarti kamu lebih baik dari pada aku dalam hal menjaganya. Calon kakak ipar, semakin keras kamu menjauhkanku dari Silvia, itu berarti semakin besar kamu melukai hatinya. Ini adalah pilihanmu Kakak ipar, kutitipkan Silvia 1 malam padamu".
Ludius memepuk pundak Julian, dia berjalan keluar tanpa ekspresi.
....
Pagi-pagi sekali Silvia terbangun, Silvia mengedarkan pandangannya mencari sosok Ludius, tapi tidak mendapati Ludius di tempatnya. Dia justru melihat Julian yang tengah duduk disampingnya
(Kenapa kamu pergi Tuan Lu. Tidakkah kamu telah membuatku kecewa. Apa jangan-jangan ini karena Kak Julian?). Hatinya berdebat.
"Silvia, apa kamu sudah bangun? Kakak tadi malam datang untuk menemuimu di rumah Tuan Lu. Tapi pelayan berkata kamu berada di rumah sakit. Silvia, kenapa kamu selalu membuatku khawatir?". Julian beranjak dan membelai kepala Silvia.
"Maafkan aku Kak. Tapi ada hal yang ingin aku tanyakan. Apa Ludius pergi karena Kakak? Apa kalian bertengkar lagi?" Tanya Silvia cemas.
"Kakak hanya tidak suka dia merawatmu Silvia. Baru 1malam kamu berada disana dan kamu sudah berada di Rumah Sakit. Kakak jadi berfikir sepertinya kamu memang seharusnya tidak tinggal bersamanya".
Silvia sedikit kecewa dengan perkataan Kakaknya. Dia merasa kalau Kakaknya benar-benar membenci Ludius.
"Kakak salah faham. Ini semua salahku karena tidak hati-hati. Padahal Ludius sudah memperingatkanku untuk memanggil pelayan jika ingin melakukan sesuatu. Seharusnya Kakak bertanya dahulu sebelum menuduh seseorang. Aku kecewa pada Kakak!"