Sudah seminggu berjalan, dua pekerjaan di jalankan Nicky dengan baik, dan ternyata itu tak membuat Nicky terlalu capek, bekerja menjadi sekertaris ke dua Bagas, sesuai dengan perkataan Bagas yang terakhir selain Genta sekertaris pertama, Nicky di jadikan sekertaris ke dua.
Walau pekerjaannya tidak menguras tenaga, tetapi sangat menguras hati, Bagaimana tidak menguras hati, sikap dan perilaku Bagas sama sekali di luar nalar Nicky.
Ada saja yang di perintahkan padanya, dari menyiapkan minuman, makan siang, makan malam, bahkan untuk menyiapkan baju-baju jika Bagas ada pekerjaan keluar kota, dan masih banyak lagi hal-hal lainnya, seakan Nicky bukan sekertaris saja, tapi selayaknya pekerjaan seorang istri.
Dan lebih jengkelnya lagi Bagas menyuruhnya dengan nada dingin dan dengan wajah yg tidak ada senyuman. Buat Nicky semakin uring-uringan saat melaksanakan pekerjaannya. Tapi dengan gaji yang besar karena hitungan gaji tetap di anggap full jam kerjanya membuat Nicky tetap bertahan. Sungguh bekerja dengan seorang Bagas sangat mengesalkan, Nicky mengeluh.
Siang ini, Nicky datang agak terlambat karena ada rapat mendadak di sekolah. Dan itu membuat Bagas mengomelinya.
Nicky diam saja tanpa memnjawab, mencoba fokus pada kerjaanya membereskan dokumen-dokumen salinan.
"Nick...kamu dengar tidak apa yang aku bilang? geram Bagas masih duduk di kursi rodanya di samping Nicky dengan mendekapkan kedua tangannya di dadanya.
Nicky mendongak menatap Bagas dengan gugup, mencoba tetap santai saat menjawab.
"Maaf Gas, aku terlalu fokus dengan dokumen ini. Apa yang kamu bilang tadi." senyum Nicky kecut.
"Jika kamu datang terlambat kan bisa menelponku, jadi aku tidak menunggumu." kata Bagas masih dengan geraman.
"Hp ku lowbat Gas...hemat bateray daripada nanti malah mati, Bagaimana?" Nicky membuat alasan yang makin membuat Bagas stres.
"Kamu!" Bagas menunjuk jarinya ke arah Nicky dan menghela nafas keras.
"Alasan kamu sangat menjengkelkan, sudah aku tidak mau tahu..ini peringatan buat kamu, lain kali jika kamu terlambat kamu harus memberitahuku bagaimanapun caranya." kata Bagas penuh kemarahan, kemudian memutar kursi rodanya dengan keras dan melajukannya ke arah meja kerjanya.
Namun karena terlalu cepat saat mau belok, kursinya rodanya membentur ujung meja nya dengan keras dan itu membuat Bagas hampir terjungkal.
Nicky yang melihatnya spontan berdiri dan setengah berlari menghampuri Bagas. dengan cepat dia membetulkan posisi kursi roda Nicky menghadapkan ke hadapannya, dan memegang ke dua tangan Bagas sambil menulusuri pegelangan tangan Bagas.
"Apa ada yang sakit Gas?" tanya Nicky, masih memegang tangan Bagas.
"DEG"
Bagas merasakan ada sesuatu di dadanya, seakan detak jantungnya jadi tidak beraturan saat tangan Nicky mengelus pergelangan tangannya yang terbentur ujung meja.
Bagas masih belum menjawab pertanyaan Nicky, Pikirannya masih memikirkan detak jantungnya yang tidak jelas.
"Gas...apa ada yang sakit?" ulang Nicky cemas melihat wajah Bagas yang pucat.
"Hemmm..tidak apa-apa Nick." Bagas menggeleng cepat menatap Nicky dan beralih melihat ke tangan Nicky yang masih memegang pergelangannya.
Nicky terkejut, reflek dia melepaskan tangannya dengan raut wajah yang memerah karena malu.
Nicky berdehem pelan.
"Maaf tidak sengaja, kamu sih buat aku kaget." Nicky berdiri dan menatap masih dengan cemas ke wajah Bagas.
"Benar tidak sakit pergelanganmu? kelihatan membiru." Nicky menunjuk pergelangan tangan Bagas yang keliahatan memar.
"Sebentar aku ambilkan minyak gosok di tasku." Tanpa jawaban ataupun persetujuan Bagas, Nicky mengambil minyak gosok kecil di tas kerjanya yang terkadang memang dia bawa.
"Sini! kemarikan tanganmu." perintah Nicky kembali berjongkok menghadap Bagas.
Entah kenapa Bagas tidak kuasa menolak bahkan dia menurut mengulurkan salah satu tangannya di mana pergelangannya memar.
Nicky memegangnya pelan, dan mengoleskan sedikit minyak gosok di kulit pergelangan tangan Bagas.
Dengan lembut dan sesekali meniupnya Nicky mengoleskan minyak tersebut.
Jantung Bagas kembali berdegup keras, ini sama sekali membuatnya tidak bisa bernafas normal.
Dia hanya bisa menatap tangan Nicky yang mengusap kulitnya penuh kelembutan. Setelah selesai, Nicky mengembalikan tangan Bagas di salah satu paha Bagas.
Dengan tersenyum simpul Nicky berdiri puas.
"Sudah selesai Pak Bos, semoga nanti tidak bengkak." Nicky mendorong kursi roda Bagas ke arah meja kerja Bagas.
Dan dia akan kembali ke meja kerjanya. Namun sebelum melangkah pergi, Bagas memanggilnya.
"Nicky, terimakasih...sekertaris yang baik!" seru Bagas dengan senyuman yang jarang di keluarkan.
"Sama-sama Pak Bos" balas Nicky dengan wajah sumringah.