Chereads / Malam Jumat di Kantor / Chapter 5 - Fotografer.

Chapter 5 - Fotografer.

"Git."

"He eh."

"Tadi aku diajak makan sama temen fotografer. Udah tahu dari Desy, belum?"

Err, enggak.

Thai tea-ku baru saja datang dan tahu-tahu Olive nyeletuk begini dari atas tempat tidur. Wajahnya seperti mati kebosanan.

"Enggak," jawabku mencari aman. Kalau ditambah macam-macam nanti malah tambah bete.

"Yee, kok nggak kesel, sih? Kesel dong," langsung kucoblos permukaan plastiknya dengan sedotan besar di tangan, "kesel, plis."

"Ye," kesal yang disuruh itu bagaimana caranya, ya? Wajahnya malah tambah cemberut.

"Kesel yang niat, dong."

Ya sudahlah, memang tabiat tukang pancing nggak bisa diubah. "Kesel itu kalau tiba-tiba ada yang komplain di hari Sabtu," kilahku.

"Jadi nggak apa-apa kalau aku diajakin foto privat, gitu?"

"Ya, 'kan itung-itung side job, kali."

Tangannya terselip ke celana jinsnya yang kedodoran. Sengaja kedodoran. "Padahal kamu jago banget waktu kita foto-fotoan."

"Kamera hape," balasku lagi. Daun tehnya hambar, mendingan ini disebut teh tarik sekalian.

"Jago kan maksudnya nggak cuma dalam moto doang."

Aku hanya bisa menghela napas melihat tangannya yang menggenggam remote televisi, dan menutup bibir dengan sugestif, "Masih mabok, ya? Ngomongnya ngelindur."

"Dih, kan maboknya kemarin malam."

"Nggak, pokoknya nggak," jawabku sambil melangkah terus ke kamar mandi, dan tahu-tahu aku teringat satu hal, "terus jangan ikut-ikut ke kamar mandi. Kalau kebiasaan aku kunci beneran, lho."

"Ya elah, pelit," di belakangku, ia melengos dan kembali menghempaskan diri ke kasur. Bunyi televisi tahu-tahu super kencang saat aku sedang mandi.

Sekembalinya dari kamar mandi, aku sudah melihat Olive menggigit selimut yang menutupi tubuhnya, kaget tatapannya bertemu dengan mataku.

"Err, enggak, anu…"

"Iya, ngerti kok."

"Aku nggak lagi frustrasi atau gimana!" wajahnya merah padam, tapi hanya bocah SMA yang bilang Olive sedang demam.

"AC masih hidup, lho," tatapan mataku semakin sinis, "kok udah keringatan aja?"

"Salah kamu juga, tahu. Hhh…" bicaranya begitu, tapi tangannya ketahuan masih bergerak naik-turun di bawah selimut.

"Jadi, mau?"

"Nanggung dikit lagi, tapi mau."

"Hadeh."