Chereads / Circle of Love / Chapter 3 - Sifat asli yang terungkap!

Chapter 3 - Sifat asli yang terungkap!

Alvin yang baru saja selesai mengumpulkan beberapa tugasnya ke ruang guru, ia langsung kembali ke kelasnya untuk mengambil tas dan bergegas pulang karena matanya sedikit iritasi.

"Kalau tau akan begini jadinya lebih baik aku gunakan kacamata saja", ucap Alvin sambil terus berjalan di lorong kelas.

Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya Alvin bisa melihat gerbang sekolah yang belum di tutup di depan sana.

Alvin sedikit lega saat melihat gerbang sekolah masih terbuka, karena biasanya saat ia keasikan membaca buku di perpustakaan ia sampai lupa waktu dan saat ia ingin pulang gerbang sekolahpun sudah di tutup.

"Oh iya!", Alvin membuka tasnya dan mencari sesuatu.

"Hampir saja aku lupa, hari ini Kiky memesan sesuatu. Untung saja aku mencatatnya", Alvin mengambil secarik kertas dari tasnya.

Ia kemudian berjalan menuju minimarket yang ada di sebrang jalan.

"Uaghh!!!"

Alvin terkejut saat mendengar suara yang cukup keras melewati telinganya, karena penasaran Alvin pun berlari menuju suara keras itu.

Sementara itu, Quina terlihat tersenyum lebar saat ini, dan kedua penjahat yang tadinya dengan gagah berani menantang Quina, kini mereka babak belur.

"Cih! Mana kesombongan yang kalian tunjukkan saat ingin menculikku, ha!", Ucap Quina dengan ketusnya.

Kedua orang itu hanya bisa menundukkan kepalanya dengan menahan rasa sakit yang terdapat di wajah mereka yang membiru karena di pukul habis-habisan oleh Quina.

Gadis yang ditolong Quina tadi, saat ini sedang melarikan diri, karena ia merasa jika ia terus berada disitu maka hanya akan menjadi beban bagi Quina.

Karena ia berlari tanpa memerhatikan jalan, iapun menabrak seseorang yang berlari berlawanan arah dengannya.

Gadis itu tersungkur ke tanah, sedangkan yang ia tabrak hanya terhuyung ke tembok di gang sempit itu.

Gadis itu bertekuk lutut dan memasang posisi meminta pengampunan,

"Ampuni aku dan biarkan aku pergi, aku hanyalah anak dari orang miskin dan aku masih cinta pada ibu, tapi masih besar cintaku pada kakakku. Jadi tolong biarkan aku pergi"

Alvin mengelus kepalanya yang terbentur tembok, "Aduh, apa-apaan kau ini. Matamu rabun ya?"

Gadis yang tadinya menundukkan kepalanya, kini mendongakkan kepalanya dan melihat balik ke arah Alvin.

"Kakak?!", Gadis itu menunjuk ke arah Alvin.

"Ya tidak salah lagi! Kamu adalah kakakku!", Ucapnya sambil berusaha berdiri.

Alvin sedikit kebingungan tentang apa yang dibicarakan gadis yang ada di hadapannya itu.

"Kau siapa?", Alvin bertanya balik.

Alvin berusaha melihat wajah gadis itu, namun karena waktu sudah sore, pencahayaan di gang sempit itupun sedikit redup.

"Tapi dari apa yang kudengar hanya satu orang brocon di dunia ini, kalau tidak salah... Kiky?"

(*Brocon atau Brother Complex adalah keadaan dimana adik perempuan mencintai kakak lakinya)

Gadis itu menganggukkan kepalanya.

"Lah, ternyata benar. Apa yang kamu lakukan disini"

Kaki Kiky sedikit gemetaran karena rasa takutnya belum sepenuhnya hilang,

"Tadi aku di palak dua orang preman kak, tapi ada seorang perempuan yang menolong ku", jelas Kiky.

"Dari seragamnya sih, seragam tingkat SMA seperti kakak"

Alvin langsung berlari menuju tempat yang di maksud adiknya tanpa pikir panjang.

"Kak, jangan kesana...."

"Tidak apa-apa, kamu pulang saja duluan. Kalau soal titipanmu akan segera ku beli setelah ini", balas Alvin sambil terus berlari.

Kiky menghela nafas panjang kemudian berbalik dan menuruti perintah dari kakaknya untuk pulang.

Alvin akhirnya sampai di dekat tempat kejadian, nafasnya terengah-engah karena ia berusaha secepat mungkin untuk sampai di tempat itu.

"Tunggu dulu, apa yang aku lakukan disini?", Alvin menggaruk kepalanya.

Sementara waktu Alvin masih kebingungan memikirkan langkah selanjutnya.

Quina saat ini masih melanjutkan menurunkan mental kedua penjahat itu tanpa ampun melalui kata-kata nya.

"Hei! Jawab aku, apa kalian mau aku pukul hingga menjadi kambing guling?!"

Kedua orang itu hanya terdiam tanpa bersuara dan berkutik sedikitpun.

Quina yang kehabisan kesabaran pun langsung maju dan menendang mereka berdua. Tapi beberapa centi sebelum tendangannya mengenai orang di bawahnya, Quina menyadari kalau ada sepasang mata yang memperhatikan ia dari jarak yang tidak jauh.

Dan benar saja, saat ia melihat ke arah depan, ia melihat seseorang dengan seragam yang sama dengannya.

"Hei kau yang disana, cepat keluar dan tunjukkan dirimu", Quina menunjuk ke arah Alvin.

Bukannya keluar dari persembunyian, Alvin justru berbalik badan dan berlari terbirit-birit. Quina mendecih kemudian menatap kearah dua orang yang sedang ia hukum.

"Kali ini kalian aku lepaskan, tapi jika kalian mengulanginya lagi! Siap-siap saja kalian!", ancam Quina sambil mengeratkan kepalan tangannya.

Quina langsung berlari mengejar Alvin yang sudah lumayan jauh di depan sana.

"Oi! Berhenti kau sialan!"

Alvin tidak menghiraukan panggilan Quina dan menambah kecepatan larinya.

'Gawat, bisa mati muda aku kalau di kejar sama orang yang bisa mengalahkan dua preman sekaligus', ucap Alvin dalam hati.

'Sial siapa dia, dan dari kelas mana orang itu. Bisa bahaya kalau dia menyebarkan sifat asliku',pikir Quina.

Alvin yang tidak menggunakan kacamatanya saat ini, terlihat sangat kesulitan saat berusaha lari sekaligus keluar dari gang sempit itu, beberapa kali ia tersandung sehingga Quina dapat mengejarnya.

Dengan cepat Quina menyergap Alvin dari belakang dan mengunci pergerakannya dengan cara menahan lehernya dengan tangan kanan, kemudian tangan kirinya menyilang dari bawah ke atas agar tubuh Alvin benar-benar tidak bisa bergerak.

❝Hei... kau melihatnya kan....❞, ucap Quina dengan nada serak.

Suara Quina kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya, suaranya sekarang terdengar seperti iblis yang sedang menangkap mangsanya. Alvin yang mendengar suara itu bahkan langsung merinding di buatnya.

Alvin menggelengkan kepalanya, "Ti-tidak! Aku tidak melihat apapun"

"Bahkan jika itu benar, kenapa kau lari saat aku memanggilmu, hah!?", Quina mengeratkan kunciannya.

"Eh- itu karena... anu..."

'Sial, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Setelah melihat keganasannya tadi'

"Sudah cukup, beritahu namamu dan asal kelasmu"

"A-",

Belum saja Alvin berkata sesuatu, Quina memotongnya terlebih dahulu,

"Kalau kau tanya untuk apa, jelas itu agar aku dapat menghampirimu dan menghajarmu jika terdengar kabar buruk tentang kebenaran ku!"

"A-aku Alvin dari kelas 2-A",

Quina sedikit mengendurkan kunciannya.

"Oh ternyata namamu alv-"

'Hah! Dia bilang namanya Alvin?! Alvin?!! Waduh gawat, dia ini murid kesayangan para guru. Jika dia memberitahukan sifat asliku pada guru, tamat sudah riwayat sekolahku'

Quina melepaskan Alvin dan mendorongnya secara reflek. Alvin yang tiba-tiba di lepaskan merasa sedikit bingung.

"K-ke-ketua kelas....", Quina menundukkan kepalanya.

"Ya? Eh tunggu dulu, darimana kau tau kalau aku ketua kelas?", Balas Alvin.

Quina mengerutkan dahinya, "Kau tidak mengingatku?"

"Bukan tidak ingat, hanya saja disini terlalu gelap dan mataku rab-"

Perkataan Alvin terhenti begitu saja saat Quina mendekatkan wajahnya ke wajah Alvin.

'Syukurlah dia tidak ingat kepadaku', Quina mengelus dadanya.

"Eh anu, Quina 'kan? K-kau tidak perlu sedekat ini untuk menunjukkan wajahmu", Alvin tidak bisa mundur karena di belakangnya terdapat tembok bata.

Urat pelipis Quina berkedut-kedut saat mendengar perkataan Alvin yang membuat rasa syukur Quina hilang begitu saja dan membuatnya sedikit malu setelah menyadari jarak wajah mereka yang begitu dekat.

"Ma-"

"Ma?", Tanya Alvin.

"Mati saja kau!!!"

Sebuah pukulan telak mendarat di pipi kiri Alvin dan meninggalkan warna merah bercampur biru. Setelah melakukan itu Quina langsung berjalan meninggalkan Alvin yang masih kesakitan.

Di sela-sela langkah kakinya yang terlihat seperti preman pasar itu, Quina bergumam,

"Apa-apaan orang itu?! Menyebalkan seperti kutu saja! Lihat saja jika besok dia menyebarkan tentang hari ini akan kuhabisi dia"

***

"Aku pulang"

"Oh kakak! Selamat datang", Sambut Kiky dengan ceria.

Kiky sedikit terkejut saat melihat luka memar di pipi kiri Alvin, "kak, apa kamu ikut berkelahi dengan mereka?"

"Tidak. Tidak!", Jawab Alvin sambil berjalan memasuki rumah.

"Lalu memar di pipimu itu?", Kiky mengikuti Alvin karena penasaran.

"Oh ini...", Alvin menunjuk pipi kirinya.

"Kau ingat kan, hari ini aku tidak memakai kacamata. Jadi saat aku berjalan menuju kemari aku menabrak tiang rambu lalulintas", jelas Alvin dengan kebohongannya.

"Oh begitu... yasudah kakak cepat ganti baju, nanti aku kompres lukamu itu"

Alvin mengangguk dan berjalan menuju kamarnya.

'Maaf Kiky, mana mungkin aku menceritakan sebenarnya. Karena bagaimanapun juga dia telah menyelamatkanmu', Renung Alvin sambil menghela nafas.

see you next chapter :p