Rexan membuka pintu ruangan dimana Chelsea berada saat ini.
"Chels! Jangan gugurin kandungannya! Aku—aku menginginkan anak itu. Aku akan bertanggung jawab," Kata Rexan sambil terengah-engah. Ia memegangi kedua lututnya dengan kedua tangannya sambil mencoba mengatur nafasnya yang tersengal-sengal karena ia berlari dari lantai 7 ke lantai 3.
Chelsea dan juga Dokter Yohan menoleh ke arah Rexan. Dokter Yohan terkekeh melihat Rexan, "Siapa yang bilang kalau akan menggugurkan kandungan?" tanyanya. "Lihat, anakmu sehat begini masa tega untuk digugurin?" Dokter Yohan menunjuk monitor yang menampilkan USG perut Chelsea.
Rexan langsung mendekati Chelsea dan juga Dokter Yohan, matanya terfokus pada layar monitor yang ada di sebelah Dokter Yohan. Seketika itu juga senyumnya mengembang, "In—ini anak saya, dok?" tanyanya.
"Iyalah, memangnya anak siapa lagi?" tanya Dokter Yohan. "Coba kamu dengar, itu suara detak jantung anakmu."
Lagi-lagi senyum dibibir Rexan mengembang. Chelsea menatap Rexan lekat-lekat, senyumnya juga ikut mengembang kala melihat senyuman Rexan saat melihat janin yang ada di dalam rahimnya.
Entah... rasanya aku bahagia sekali melihat Rexan sebahagia itu melihat janin yang ada di dalam rahimku. Tapi apa dia tidak merasa terbebani karena anak ini? batin Chelsea.
Setelah Chelsea selesai memeriksakan kandungannya dan dokter Yohan telah memperbolehkan Chelsea untuk pulang ke rumah,mereka—Chelsea dan Rexan—pun kembali ke ruangan dimana Chelsea dirawat untuk membereskan baju serta keperluan milik gadis itu.
Sebelum kembali ke ruangan rawat Chelsea, Rexan menahan Chelsea untuk tetap tinggal.
"Ada yang mau aku omongin," kata Rexan.
"Hm?"
"Ayo menikah." Rexan menatap mata Chelsea lekat-lekat.
Chelsea menghela nafas pelan, "Kamu gak perlu untuk memaksakan kayak gitu. Aku udah cukup bersyukur kok kalo kamu mau bertanggung jawab soal anak ini. Lagipula, gimana bisa membangun pernikahan tanpa cinta?" tanyanya.
"Chels, aku serius. Aku mau menikah dengan kamu. Aku pengen membuat keluarga yang utuh untuk anak kita," kata Rexan. "Kita menikah, ya?"
"Kalo itu maumu," Chelsea menganggukan kepalanya. "Iya, aku akan menikah denganmu."
Rexan yang mendengar jawaban Chelsea barusan tersenyum lega.
Iya, meskipun tidak ada rasa cinta diantara kita berdua, tapi akan aku usahakan untuk membangyn keluarga yang utuh... demi anak kita kata Rexan dalam hati.
===
Tak lama, mereka pun sampai di kamarnya.
"Jadi ini rupanya calon menantu mama," kata Diana saat melihat Chelsea masuk ke dalam ruangan tempat Chelsea di rawat. "Kamu memang gak salah pilih, Rex, cantik banget! Ngomong-ngomong gimana keadaan kamu, sayang? Apa yang masih sakit?" tanyanya.
Chelsea hanya tersenyum kikuk, "Udah sehat, tante—"
"Mama. Panggil mama," kata Diana.
"Iya, mama."
Diana tersenyum puas saat mendengar Chelsea memanggilnya dengan sebutan mama. "Jadi, gimana sayang?" tanyanya.
"Chelsea—"
"Udah gapapa, dokter udah bolehin pulang hari ini." Rexan membantu Chelsea untuk menjawab.
"Benarkah? Wah syukurlah. Kalo gitu, Chelsea nginep di rumah mama dulu, ya?" tanya Diana.
"Ah? Gak perlu tan—maksud Chelsea, mama. Chelsea pulang ke apartemen aja," jawab Chelsea merasa tidak enak.
Diana memegang kedua tangan Chelsea, "Tidak ala-apa sayang, jangan merasa sungkan seperti itu. Lagipula, keadaan kamu sekarang masih belum stabil. Kalo kamu di apartemen, jika terjadi apa-apa bagaimana?" tanyanya.
Rexan menghela nafasnya pelan, "Iya, benar. Kamu tinggal sama mama dulu, ya?" tanyanya.
"Ya sayang?" tanya Diana lagi.
Chelsea akhirnya mengangguk, menyetujui keinginan Rexan dan juga calon ibu mertuanya itu. "Tapi barang-barang Chelsea masih di apartemen semua, ma."
"Baiklah, sebelum ke rumah mama, kita ke apartemen kamu dulu, ambil barang kamu yang penting-penting aja. Baju gak usah dibawa ya sayang, nanti kita beli yang baru aja," kata Diana.
"Oh? Iy—iya tan... maksud Chelsea mama."
===
Tok tok tok...
"Chelsea? Boleh mama masuk?" tanya Diana.
"Iya ma, masuk aja, gak Chelsea kunci pintunya," balas Chelsea yang sedang membereskan pakaiannya di lemari. "Ada apa, ma?" tanyanya setelah melihat Diana masuk ke dalam kamarnya.
Diana hanya tersenyum kecil, "Kok belum tidur, nak?" tanyanya.
"Ah ini, Chelsea masih beresin baju-baju, ma. Tidurnya belum tenang kalo belum rapih," kata Chelsea.
"Dasar... kamu kan bisa menyuruh bibi buat bantuin kamu. Kamu gak kasian sama dede bayi yang ada di perutmu ini?"
Chelsea menggelengkan kepalanya, "Gak perlu, ma. Chelsea masih bisa mengerjakannya sendiri," katanya. "Ngomong-ngomong, mama sendiri kenapa belum tidur?"
"Gapapa. Mama gak bisa tidur karena saking senangnya."
"Maksud mama?"
"Iya. Karena tiba-tiba aja semua keinginan mama terkabul, karena kamu dan juga cucu mama yang ada diperutmu ini," kata Diana. "Mama gak sabar untuk segera melihat pernikahan kalian akhir pekan besok."
Tiba-tiba saja Chelsea menundukkan kepalanya. Diana yang melihat hal itu langsung bertanya kepada Chelsea, "Ada apa sayang? Apa kamu ada masalah?" tanyanya.
Aku akan menikah akhir pekan besok, tapi sampai saat ini aku sama sekali belum bilang ke papa atas semua yang terjadi. Aku harus bagaimana? batin Chelsea.
Chelsea tersenyum ke arah Diana kemudian menggelengkan kepalanya, "Gapapa kok ma, mama tidur aja. Udah malam, gabaik untuk kesehatan mama," katanya.
"Baiklah, mama ke kamar dulu ya. Kamu juga istirahat, jangan terlalu banyak capek. Inget, kalo ada apa-apa, bilang sama mama. Oke?" kata Diana.
"Iya ma," ujar Chelsea.
Mama... Chelsea kangen sama mama. Kangen banget. Chelsea udah tau, pasti mama udah tau semuanya kan? Mama udah melihat dari atas sana kan atas semua yang terjadi? Maafin Chelsea ma... Chelsea belum bisa jadi anak yang baik. Chelsea melakukan suatu kesalahan yang besar banget sampai-sampai... Ah... tapi mama gak usah khawatir ya, ma. Mama Diana sangat menerima Chelsea dengan sepenuh hatinya. Tapi apa Rexan bisa menerima Chelsea dan juga anak ini dengan sepenuh hatinya juga? Tanya Chelsea dalam hati.
Bersambung...