Malam pun telah berganti pagi, langit yang semula gelap yang hanya ada penerangan sang rembulan kini sudah tergantikan dengan terbitnya sang fajar.
Pagi-pagi sekali Chelsea sudah bangun dari tidurnya, gadis itu saat ini sedang sibuk di area dapur untuk membuatkan sarapan untuk Rexan. Ia masih belum tahu makanan yang Rexan sukai, bahkan jam berapa Rexan akan berangkat ke kantor pun ia tidak tahu. Karena itu dari sejak subuh, ia sudah bangun dan mempersiapkan semuanya. Ya, hanya untuk Rexan.
Waktu pun berlalu, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Gadis itu nampak tersenyum puas saat ia sudah selesai memasakkan makanan untuk sarapan Rexan dan juga dirinya.
Samar-samar, ia melihat Rexan berjalan turun ke bawah. Dengan perawakan khas bangun tidur, Rexan menghampiri Chelsea di meja makan.
"Rex udah bangun?" tanya Chelsea. "Yuk, makan dulu. Aku udah buatin sarapan."
Hening.
Rexan sama sekali tak menjawab perkataan Chelsea. Laki-laki itu hanya melihat sekilas sarapan yang tertata di meja makan, kemudian ia pergi ke dapur bersih untuk membuat kopi.
Melihat hal itu, Chelsea langsung mengambil inisiatif. "Sini, biar aku aja yang buatin. Kamu duduk aja, makan sarapannya," katanya.
"Aku bisa sendiri. Lagipula aku gak lapar, kamu makan aja sendiri," kata Rexan dengan nada yang begitu dingin. "Lain kali, gak perlu repot-repot bikinin aku sarapan."
Senyum gembira yang tadi ditampilkan Chelsea kini memudar. Apa Rexan gak suka makanan yang aku buat ya? tanyanya dalam hati.
"Kamu gak suka makanan yang aku buat? Kamu mau apa? Aku mudah-mudahan bisa masakin yang kamu mau," kata Chelsea.
Rexan menghela nafasnya berat, "Kamu urus aja dirimu sendiri. Biar aku urus diriku sendiri. Jangan menyusahkan dirimu sendiri hanya karena pernikahan ini. Lagipula, pernikahan ini akan segera berakhir setelah anak ini lahir," katanya.
"Tapi apa aku sama sekali gak boleh melakukan tugasku sebagai seorang istri?" tanya Chelsea.
"Ya silakan aja. Tapi itu akan sia-sia," kata Rexan.
Chelsea tampak pergi dari hadapan Rexan. Tak lama kemudian, ia pun kembali sambil membawa amplop berwarna cokelat dan memberikan amplop tersebut kehadapan Rexan. "Udah aku tandatanganin," katanya.
"Oke good." Rexan mengambil amplop tersebut.
Sepertinya kamu dan aku menjadi kita itu sesuatu yang sangat tidak mungkin ya, Rex? Batin Chelsea.
===
Sudah dua bulan lebih usia pernikahan Rexan dan Chelsea. Kandungan Chelsea pun sudah berusia 16 minggu. Kehidupan rumah tangga mereka pun begitu-begitu saja, bahkan untuk sekedar menyapa satu sama lain pun rasanya sulit meskipun mereka berada dalam satu atap yang sama.
Rexan melihat Chelsea yang keluar dari dalam kamarnya. Gadis itu tampak berbeda dari biasanya.
"Mau kemana kamu?" tanya Rexan.
"Ohiya, Rex. Aku lupa bilang aku mau ke perusahaan X, kemarin mereka ngehubungin aku untuk pemotretan ibu hamil," kata Chelsea.
"Oh gitu, oke." Rexan mengangguk mengerti.
"Malam ini kamu mau makan apa? Biar aku masakin atau kalo enggak aku beli mateng," kata Chelsea.
"Gak usah. Hari ini aku pulang malam. Lagian aku bisa urus diriku sendiri," kata Rexan.
Seharusnya aku udah tau kalo Rexan akan jawab kayak gitu, heuh, kenapa tetep aku tanya sih Kata Chelsea dalam hati.
Chelsea mengangguk pelan, "Ohh oke kalo gitu, aku pergi dulu ya, Rex," katanya.
"Ya."
===
20:45
@ Rumah Rexan
Rexan masuk ke dalam rumahnya setelah ia memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya. Ia tampak meregangkan tubuhnya saat berjalan masuk ke rumahnya.
"Chelsea mana, mbok?" tanya Rexan kepada Mbok Ijah—asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Rexan pulang hari—yang menghampirinya kala itu.
"Barusan aja sampe si non, lagi di kamarnya sekarang mah. Kasian den, kayaknya capek banget," kata Mbok Ijah. "Yaudah atuh den, si mbok pulang dulu. Udah malem, tadi si mbok nunggu non Chelsea pulang dulu."
Rexan menganggukkan kepalanya pelan. "Oh iya mbok. Hati-hati ya, mbok."
Tak lama setelah mbok Ijah pergi, Rexan pun langsung bergegas ke kamarnya untuk beristirahat.
===
22:50
@ Rumah Rexan
Chelsea mengurut betisnya perlahan dengan menggunakan tangannya. "Biasanya aku pemotretan gak pernah pegel kayak begini. Ini rasanya kayak abis lari marathon 200 kali deh," katanya.
Kruk kruk kruk...
Perut Chelsea berbunyi. Ia lupa kalau dari siang tadi ia belum makan apapun. Tangannya mengelus perutnya pelan, "Kamu laper ya, nak? Maafin mama ya, mama kelupaan. Mama lupa kalau sekarang ada kamu dalam perut mama," katanya.
Gadis itu pun bangkit berdiri dari duduknya dan keluar dari dalam kamarnya untuk menuju dapur.
Ia membuka kulkas, mencari-cari kira-kira ada makanan apa yang dapat dimasak dan dimakan olehnya.
Nihil. Hanya tinggal tersisa 2 buah telur yang ada di dalam kulkas. Ia pun akhirnya mengambil sebuah telur dan berencana memasak telur omelette.
===
Prang!!!
Suara pecahan piring menggema di satu rumah. Rexan yang kala itu masih belum tertidur langsung turun dari atas ranjangnya.
"Suara apaan itu?" tanya Rexan.
Dengan sangat hati-hati, Rexan pun keluar dari dalam kamarnya dan menghampiri sumber suara tersebut.
"Astaga! Ternyata kamu, bikin kaget aja." Rexan mengelus dada saat mengetahui kalau suara tersebut berasal dari sebuah piring yang tak sengaja dipecahkan oleh Chelsea.
Chelsea tampak tertertawa kecil, "Maaf kalo aku mengagetkan kamu. Aku gak sengaja pecahin ini, tadi tangan aku licin," katanya.
"Lagian kamu ngapain sih malem-malem begini?" tanya Rexan.
"Mau bikin telur. Aku laper, dar siang belum kelupaan belum makan," jawab Chelsea.
Rexan menghela nafasnya pelan, "Udah udah, lebih baik kamu duduk aja. Aku masakin," katanya.
"Kamu masak?" Tanya Chelsea yang tak percaya atas apa yang barusan didengarnya.
"Iya. Aku yang masak, udah kamu duduk aja," kata Rexan.
Chelsea pun menurut. Gadis itu duduk di kursi persis di depan dapur, sehingga ia bisa melihat dengan jelas apa yang Rexan lakukan di dapur.
Rexan membuka kulkasnya. Betapa kaget dirinya mengetahui kalau di dalam kulkas ternyata tidak ada makanan apapun kecuali telur untuk dimasak.
Shit, kenapa lagi keadaan begini malah gak ada makanan sama sekali sih di kulkas? tanya Rexan dalam hati.
Dengan sangat terpaksa, Rexan mengambil telur yang tersisa satu-satunya dari dalam kulkas dan mulai memasak telur tersebut.
Dari kejauhan, Chelsea melihat apa yang dilakukan oleh Rexan. Perlahan-lahan senyumnya mengembang. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya Rexan memasak untuk Chelsea dan entah mengapa... saat itu Chelsea merasa kalau sebenarnya Rexan sangat peduli terhadap dirinya.
Akhirnya telur omelette buatan Rexan jadi. Chelsea sudah sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan Rexan itu, terlebih ia sudah sangat lapar saat itu.
"Waaah! Keliatannya enak!" kata Chelsea saat Rexan sudah meletakkan piringnya di hadapan Chelsea.
Apa rasanya enak? Kayaknya tadi aku masukin garamnya kebanyakan deh.. batin Rexan.
Belum sempat Chelsea mencicipi masakan Rexan, bahkan belum ada 20 detik piring tersebut menyentuh meja, Rexan kembali mengambil piring tersebut. "Kita delivery aja. Makanannya gak layak, aku gak yakin ini aman untukmu."
"Yah?" Chelsea merasa sedih.
Rexan langsung merogoh ponsel yang ada di dalam kantung celananya untuk memesan makanan.
"Aku udah pesan makanan, tunggu ya. Kita makan sama-sama," kata Rexan.
"Sama-sama?"
"Iya, sama-sama. Aku juga laper," kata Rexan.
Chelsea tersenyum kecil, "Iya. Kita makan sama-sama, ya." katanya. "Gimana kalo sambil nunggu makanannya dateng, kita nonton dulu?"
Rexan mengangguk setuju. Mereka berdua pun akhirnya pergi ke ruang TV untuk menonton TV bersama.
Saat sedang menonton TV, tiba-tiba saja Rexan pergi.
"Kamu mau kemana, Rex? Nggak jadi makan?" tanya Chelsea.
Hening. Rexan tak menjawab pertanyaan Chelsea sama sekali.
Loh? Dia kenapa? tanya Chelsea dalam hati yang merasa kebingungan.
Tapi tak lama kemudian, Rexan pun kembali sambil membawa kotak P3K. Laki-laki itu duduk di sebelah Chelsea dan meletakkan kaki kanan Chelsea diatas pahanya.
"Biar aku obatin, kaki kamu luka," kata Rexan.
Laki-laki itu mulai mengobati luka di belakang tumit Chelsea.
Chelsea tersentak kaget, karena ia sama sekali tak menyadari kalau tumitnya terluka. Ia berpikir hanya pegal-pegal saja di kakinya, ternyata ada luka juga. Lebih-lebih, ia juga kaget karena tak biasanya Rexan melakukan hal ini kepada dirinya.
Rexan mengobati luka Chelsea dengan begitu telaten. Sementara dari sampingnya, Chelsea melihat Rexan dengan tidak berkedip. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Sudah selesai," kata Rexan.
"Ma—makasih."
"Besok-besok, jangan terlalu capek ya. Ingat, ada ini dalam perutmu." Rexan menunjuk ke arah perut Chelsea yang mulai membesar.
Chelsea mengangguk mengerti.
Kring kring kring!!
Suara bel rumah mereka berbunyi. Makanan yang sedari tadi mereka tunggu pun akhirnya datang.
"Wangi banget pizzanya! Gak sabar!" kata Chelsea.
Rexan tersenyum kecil saat melihat tingkah Chelsea yang seperti anak kecil. Chelsea langsung menyambar pizzanya begitu kemasannya dibuka oleh Rexan.
"Aw! Panassss!" Kata Chelsea sambil meniup tangannya dengan mulutnya.
"Pelan-pelan, sayang, makannya. Kalau kurang, kita pesen lagi," kata Rexan.
Chelsea tidak mendengar atas perkataan yang Rexan ucapkan barusan karena terlalu fokus dengan pizzanya.
Sedangkan Rexan tampak terdiam sejenak.
Sayang? Bodoh! Kenapa bisa ngomong kayak gitu sih? Chelsea dengar gak ya? batin Rexan.
"Hati-hati, Rex. Panas soalnya," kata Chelsea.
"Hah? Iy—iya..." kata Rexan. "Gimana? Enak?"
Chelsea mengangguk, "Enak banget! Parah!" katanya. "Tapi tetep aja, padahal aku pengen cicipin masakan kamu."
"Kapan-kapan aku masakin lagi, yang tadi itu bisa bahaya buat anak kita," kata Rexan.
"Janji ya?"
"Iya. Janji."
Mereka berdua pun menghabiskan pizza yang dipesan oleh Rexan. Tak membutuhkan waktu yang lama, pizza tersebut sudah ludes tak tersisa.
Chelsea menyenderkan dirinya di sofa karena kekenyangan.
"Masih laper, gak?" tanya Rexan.
"Enggak, udah kenyang banget inimah," balas Chelsea.
Rexan terkekeh pelan. "Yaudah nih, aku udah buatin susu. Minum dulu," katanya.
Chelsea pun menurut.
Rexan yang terduduk disebelah Chelsea menatap gadis itu tanpa berkedip.
"Chels," panggil Rexan.
"Hm?"
"Apa aku boleh memegang perutmu? Selama ini aku belum pernah memegang perutmu," tanya Rexan.
Chelsea terkekeh pelan, sambil meletakkan gelas yang sudah kosong di meja yang ada di hadapannya. "Kenapa pake nanya? Inikan anak kamu juga," katanya.
Dengan ragu Rexan akhirnya memegang perut Chelsea yang mulai membesar dan mengelus-elus perut Chelsea pelan.
Deg.
Jantung Chelsea seakan berhenti berdetak saat tangan Rexan dengan hangat menyentuh perutnya.
Perlahan-lahan, Rexan mendekatkan wajahnya ke hadapan perut Chelsea. "Hai sayang, ini papa. Kamu sehat-sehat ya di dalem sana. Jangan lupa untuk selalu jagain mamamu terus. Papa gak sabar untuk segera bertemu kamu. Papa sayang kalian berdua," katanya kemudian mencium perut Chelsea.
Apa ini? Kenapa aku seperti ini?
Rex, jangan seperti ini... aku takut kalau aku sudah jatuh cinta padamu... batin Chelsea.
Ya Tuhan... aku tak meminta banyak. Aku mohon untuk selalu jaga orang yang aku cintain dihidupku. Anakku, mulai malam ini papa janji untuk selalu membahagiakan mamamu. Jadi papa mohon, kamu sehat-sehat ya di dalam sana. Papa akan memberikan keluarga yang utuh untukmu, batin Rexan.
Bersambung...