Chereads / Memiliki Hatimu: Pilihan yang Berbahaya / Chapter 27 - Emosional Atau Cengeng?

Chapter 27 - Emosional Atau Cengeng?

Usai hujan-hujanan, tentu saja Neptunus dan Nuansa kini dalam perjalanan pulang menuju rumah Nuansa, mereka tak henti-henti membicarakan betapa menyenangkan mandi hujan mereka tadi.

"Oh, aku jadi ingin hujan turun setiap malam agar aku bisa beraksi seperti orang gila dibawah hujan, seperti tadi," ucap Neptunus.

"Sudah kukatakan, itu menyenangkan, bukan?" ujar Nuansa.

"Sangat, itu sangat menyenangkan."

"Kau selalu melakukannya ketika terjebak hujan saat sedang berjualan?" tanya Neptunus.

"Ya, selalu. Awalnya aku jatuh sakit, tapi aku tidak pernah kapok, sampai akhirnya aku menjadi kebal," jawab Nuansa.

"Hahaha, kau memang strong girl."

"Memangnya kau tidak pernah melakukan itu sebelumnya?"

"Sepertinya pernah, tapi ketika aku masih kecil, dan setelah dewasa seperti ini, aku menganggap kalau mandi hujan adalah kegiatan anak kecil, tapi ternyata seru juga kalau kita yang sudah dewasa melakukannya, hitung-hitung untuk mengingat masa kecil juga, kan?"

"Antara untuk mengingat masa kecil dan masa kecil kurang bahagia sebenarnya."

"Hahaha, benar juga."

Sesaat kemudian, suasana menjadi hening, keduanya larut dalam diam. Neptunus dan Nuansa benar-benar basah saat ini, namun perlahan mereka mulai kering, meskipun sepertinya mereka tidak akan benar-benar kering sampai keduanya tiba di rumah Nuansa.

Nuansa secara tidak sengaja teringat akan kejadian di pesta Emma tadi. Ia memandangi tangannya dan mengelus-elusnya. Ia bergidik jijik karena mengingat saat Neptunus menjilat kedua tangannya, namun entah kenapa itu adalah hal yang paling dirinya tidak ingin lupakan seumur hidupnya, bahkan sekarang gadis tersebut tidak ingin berhenti mengingatnya. "Hmm, ngomong-ngomong, terima kasih atas bantuanmu di pesta tadi, aku sangat menghargainya," ucap Nuansa.

"Kau menikmati jilatanku, kan?" canda Neptunus.

"Pastinya."

"Apa?"

"Hahaha, bercanda."

"Tapi kau tahu? Jus mangga itu jadi pahit di tanganmu, padahal rasanya sangat manis, aku suka jusmu."

"Tentu saja pahit! Kau mengkonsumsi yang ada di tanganku! Kau ini ada-ada saja."

"Hahaha."

"Maaf karena mungkin aku akan merusak hubungan pertemananmu dengan Emma, bahkan mungkin tidak hanya dengan Emma saja, aku, aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya-"

"Sssht, sudahlah, sekali-kali dia memang pantas aku buat seperti itu. Tapi aku salut, kau tidak berniat untuk membalasnya, walaupun pada awalnya aku sempat bingung kenapa kau diam, karena kupikir kau adalah tipe gadia yang tidak ingin kalah. Namun pada akhirnya sadar, kau tidak membalas kejahatan dengan kejahatan."

"Tapi aku membentaknya loh."

"Aku rasa itu masih wajar, tindakannya padamu sangat kelewatan, lagi pula kau hanya membentaknya sekali, kalau aku ada di posisimu saat itu, kurasa aku akan langsung menghajarnya."

"Untungnya aku bukan kau ya, kalau tidak bisa babak belur anak orang."

"Hahaha, tapi pasti akan seru juga kalau kau menghajarnya, itu pasti akan terlihat seperti gulat."

"Hei!"

"Hahahaha."

"Apa aku salah dengan membuat jus dan memberikannya pada kalian? Sehingga Emma marah besar padaku? Katakan, bagaimana pendapatmu?"

Neptunus terdiam sesaat mendengar ucapan Nuansa barusan. Kalau dilihat, Nuansa memang merusak pesta Emma dengan berlagak sok pandai dan terkesan menggurui mereka yang notabenenya lebih tua semua darinya. Namun di satu sisi hal itu wajar karena Nuansa memiliki sedikit sifat kampungan.

Neptunus takut jika ia memberikan pendapatnya, Nuansa akan tersinggung atau bagaimana lah, ia tidak terlalu paham dengan perasan perempuan, terlebih lagi yang bukan keluarganya.

"Hmm, bagaimana ya," ujar Neptunus.

"Jujur saja, aku tidak akan marah ataupun merasa sedih," kata Nuansa.

"Janji?"

"Ya, menurutmu bagaimana?"

"Sebenarnya kau tidak salah, aku paham posisimu, kau ingin membuat kami tidak berpesta seperti itu, karena ya, alkohol memang tidak baik, tapi aku juga paham posisi Emma. Dia dibesarkan dengan pola didik orang Barat, hal seperti itu wajar baginya. Begini, bagaimana jika rasa ketika kau sedang melakukan hal yang kau sukai, dan tiba-tiba ada yang mengkritikmu dengan cara yang benar-benar pedas?"

"Jadi menurutmu yang kulakukan tadi itu adalah sebuah kritikan yang sangat pedas? Benarkah?"

"Engh."

'Aduh, bagaimana ini, aku jadi serba salah, bagaimana kalau dia jadi marah padaku?' batin Neptunus.

"Kurasa bisa dibilang begitu tapi ..."

"Begitu ya?" sela Nuansa.

"Engh, bukan begitu juga."

"Tentu saja begitu."

"Tolong jangan merasa kecewa atau sedih. Emma tetap tidak manusiawi dengan melakukan itu padamu, dia juga salah."

"Jadi menurutmu aku juga salah? Aku hanya ingin kalian mengubah pola hidup kalian jadi lebih baik. Kalian semua kaya, tahu pola hidup sehat, tapi kenapa kalian mau minum alkohol? Kalian semua kuliah, kan? Kalian orang pintar."

"Kami hanya menikmati masa muda."

"Jadi kalian lebih memilih menikmati masa muda lalu mati karena kecanduan alkohol?"

"Kami tahu batasan juga, kan?"

Nuansa lalu terdiam. "Begitu ya, jadi aku yang salah."

"Tidak, siapa bilang kau salah?"

"Kau."

"K-kapan?"

"Tadi."

"Tadi? Aku hanya bilang kalau kau seharusnya paham kalau orang hidup dengan cara yang berbeda-beda. Setiap orang dibesarkan dengan cara yang berbeda-beda, setiap orang memiliki prinsip hidup sendiri-sendiri, jika menurutmu seharusnya dia begini, tapi menurutnya seharusnya dia begitu, yasudah, biarkan dia menjalani hidupnya dengan cara yang diinginkannya, tidak usah diusik. Toh kalau misalnya cara hidupnya salah, pada akhirnya dia bakal sadar juga dan memilih cara yang benar, kan? Maksudku, setiap manusia yang melakukan kesalahan pasti memiliki masa saat dirinya menyadari kesalahannya, entah itu instan, atau bahkan menjelang kematiannya. Begitu."

Nuansa lantas berpikir, penjelasan Neptunus cukup panjang dan melebar ke mana-mana, jadi ia butuh waktu untuk mencernanya di pikirannya.

"Huft, baiklah, sekarang aku paham," ujar Nuansa.

"Huh, baguslah, aku kagum padamu."

"Tapi haruskah aku meminta maaf padanya?"

Neptunus terkejut mendengar pertanyaan Nuansa barusan. 'Dia masih memikirkan maaf? Dia memiliki niat untuk meminta maaf pada Emma setelah apa yang dilakukan Emma padanya? Terbuat dari apa hatinya? Kenapa dia begitu baik?' batin Neptunus, entah kenapa air matanya tiba-tiba menetes.

Pria itu sebenarnya paham posisi Nuansa dan Emma, Emma tetap keterlaluan. Namun Nuansa berpikir untuk meminta maaf pada Emma adalah hal yang luar biasa bagi Neptunus. Setelah gadis itu menyakiti dan mempermalukannya, bagaimana dia bisa berpikir untuk meminta maaf padanya? Begitulah yang dipikirkan Neptunus.

Ia paham dengan kepolosan Nuansa, ia kasihan pada Nuansa yang dipermalukan dan ditindas tadi, tapi pertanyaan Nuansa barusan benar-benar menggetarkan hatinya. Dirinya sadar bahwa Nuansa berhati malaikat.

"Hei, kau menangis? Apa aku menyakitimu? Apa pertanyaanku salah? Apa itu menyinggungmu? Atau apa kau punya luka? Hei, jangan menangis, kenapa kau menangis?" ucap Nuansa, ia menjadi panik sendiri karena baru ini dirinya melihat seorang pria menangis, karena setahunya, seorang pria hanya akan menangis untuk hal yang benar-benar emosional.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa bersyukur bisa kenal dengan orang sepertimu, kau sangat baik, kau masih berpikir untuk meminta maaf pada Emma setelah apa yang dilakukannya padamu. Kau hebat, Nuansa, hatimu benar-benar baik, jangan pernah berubah, ya?"

"Ya ampun, jadi kau menangis hanya karena aku berkata seperti itu dan merasa terharu karena aku memikirkan apa seharusnya aku meminta maaf pada Emma atau tidak? Hahahahaha, kau sangat cengeng, ya."

"Kau mungkin tidak mengerti bagaimana perasaanku, tapi aku tetap merasa emosional, dan entah kenapa aku pun tidak mengerti."

"Kau merasa emosional?"

"Ya."

"Pantas saja kau menangis."

"Kenapa?"

"Setahuku seorang pria hanya akan menangis saat dia merasa benar-benar merasa emosional, ternyata kau merasa sangat emosional hanya karena perkataanku, ya?"

"Ah, lupakan saja, aku jadi malu sendiri karena menangis. Besok kau ikut aku ke kampusku, ya."

"OK!"

"Kenapa kau sangat bersemangat?"

"Aku ingin meminta maaf pada semua temanmu."

"Huh?"

"Kenapa kau tidak menangis?"

"Dasar!"

"HAHAHAHAHA, dasar cengeng."

Neptunus lalu hanya bisa mendengus kesal.