Chapter 8 - Godaan

Nuansa membawa keranjang dan BH-BHnya mengikuti Neptunus yang keluar dari mobilnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Neptunus.

"Ikut kau masuk, apa lagi?" jawab Nuansa.

"Maksudku, keranjang dan BH-BH itu tidak perlu ikut kau bawa masuk."

"Kenapa? Aku ingin keluargamu merasakan keripik singkong ini."

"Masalahnya aku tidak bisa menebak reaksi keluargaku terhadap kau jika mereka tahu kalau kau adalah penjual keripik singkong. Jangan tersinggung, kau hanya kekasih pura-puraku."

"Ok, baiklah, aku mengerti." Nuansa kemudian menaruh keranjang dan BH-BHnya ke dalam mobil Neptunus lagi.

"Ayo." Neptunus mengajak Nuansa masuk dengan bergandengan tangan ala pasangan mesra, namun tampaknya Nuansa tidak peka akan hal ini.

"Kenapa kau melebarkan tanganmu?" tanya Nuansa.

"Kau tidak mengerti?" Neptunus bertanya balik, Nuansa hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Apa kau tidak pernah berpacaran? Pergi ke pesta dengan pacarmu atau lain sebagainya?" sambung pria itu.

"Kau adalah pacar pertamaku, itu pun hanya pura-pura," ucap Nuansa.

"Astaga."

"Kenapa? Kau pikir pacaran itu bagus? Di kamus hidupku tidak ada kata berpacaran, jika aku menemukan pria yang tepat, aku akan langsung menikah atau setidaknya bertunangan dengannya."

"Maksudku, aku bahkan memiliki ciuman pertama dengan pacarku di usia sepuluh tahun."

"Kau? Apa?!" Nuansa tampak terkejut. "Maksudmu ciuman di bibir?" lanjutnya.

"Ya, tentu," jawab Neptunus.

"Dan kau berpacaran pada usia sepuluh tahun?"

"Sembilan, pada usia sepuluh kami merayakan anniversary kami yang pertama dengan sebuah ciuman, lalu sebulan kemudian kami putus, dan dia adalah pacar pertamaku."

"Kau benar-benar menjijikkan."

"Itu wajar dilakukan."

"Ya, tapi tidak pada usia sembilan atau sepuluh, astaga."

"Kau ini kenapa? Kenapa kau sangat heran? Memangnya apa yang kau lakukan di usia sepuluh?"

"Aku-! Ah, lupakan saja, kita memiliki gaya hidup yang berbeda."

"Nah, itu menyelesaikan segalanya. Sekarang, ayo kita masuk."

Nuansa lantas langsung pergi masuk begitu saja.

"Tidak pernah berpacaran bukan berarti tidak mengerti maksud kode tanganku, kan?" gumam Neptunus, ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk bergandengan tangan dengan Nuansa.

Di depan pintu, Nuansa bersiap untuk mengetuk pintu, namun ia ragu, padahal gadis itu sudah mengepalkan tangannya. Neptunus memperhatikannya dengan pandangan aneh dari belakang, dan Nuansa menyadari hal itu. Ia lalu menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya, kemudian membuang napasnya, membuka matanya dan berbalik badan.

"Apa tidak ada bel di sini? Sebaiknya aku memencet bel saja dari pada mengetuk, hehe," ujar Nuansa kepada Neptunus.

Tanpa menjawab, Neptunus berjalan mendekati pintu dan langsung membukanya begitu saja.

"Atau sebaiknya keduanya tidak dilakukan," kata Neptunus yang lantas masuk duluan.

"Uh, itu lebih baik," ucap Nuansa sembari menutup pintu itu lagi.

Nuansa memandangi rumah besar itu dan terpukau melihatnya.

Terlihat seorang wanita paruh baya yang masih terlihat bugar berpapasan dengan Neptunus. Wanita itu sepertinya orang kantoran, terlihat jelas dari gayanya.

"Hai, ibu." Neptunus menyapa wanita itu.

"Hai, kau dari mana saja? Ibu tidak melihatmu sejak ibu bangun," tanya wanita tersebut, Neptunus hanya menjawabnya dengan menunjuk Nuansa, Nuansa lalu melambaikan tangan kepada ibunya Neptunus itu.

"Dia kekasihmu yang baru?" Ibu Neptunus berbisik kepada anaknya.

"Ya," jawab Neptunus.

"Wah! Akhirnya kutemukan gadis sepertimu!" Ibu Neptunus berseru kegirangan sambil menghampiri Nuansa yang terlihat heran.

"Tampilanmu sederhana, kau tidak sok mesra dengan putraku, dan kau terlihat sopan! Kau tahu? Semua mantan Neptunus itu membuatku sedikit khawatir terhadap putraku, tapi syukurlah kau kelihatannya berbeda dengan mereka," lanjut ibunya Neptunus.

"Mungkin karena mereka adalah gadis kaya yang manja. Aku tidak mengatakan kalau gadis-gadis kaya adalah anak manja, tapi, kebanyakan seperti itu," ujar Nuansa.

"Hanya pada zaman sekarang, zaman dulu jarang."

"Yah, syukurlah aku hanya penjual keripik singkong buatan ibuku."

"Apa?"

Neptunus menepuk jidatnya melihat Nuansa yang langsung terbuka dengan ibunya.

"Bibi ingin merasa keripik buatan ibuku? Neptunus saja ketagihan," tawar Nuansa.

"Oh, astaga! Kenapa tidak?! Mana keripikmu?!" tanya ibunya Neptunus.

"Di mobilnya Neptunus. Oh, iya, bibi, kita belum berkenalan."

"Hahaha, aku sampai lupa dengan hal itu saking tertariknya aku padamu. Namaku Bulan, kau tentu tahu harus memanggilku bagaimana, kan?"

"Tentu saja, bibi Bulan bisa memanggilku dengan nama Nuansa."

"Itu cukup jarang kudengar untuk sebuah nama, tapi bagus juga, aku jadi bisa langsung menandaimu."

Nuansa tersenyum mendengar hal itu.

"Ayo kita ke mobil Neptunus," ajak Bulan. Nuansa lalu mengikutinya. Sementara Neptunus terheran-heran dengan sikap ibunya yang tampaknya sangat menyukai Nuansa.

'Aku pernah berada di rahimnya selama sembilan bulan, tapi aku masih tidak mengerti bagaimana sebenarnya ibuku. Tapi, baguslah jika mereka bisa akrab,' batin Neptunus, ia lantas menyusul Bulan dan Nuansa.

"Mhm, ini enak sekali!" Bulan memuji keripik singkong buatan Durah.

"Ibuku adalah koki terbaik di lingkungan rumah kami," kata Nuansa.

"Wah, aku sangat gembira mendengar kalau calon besanku adalah orang yang pandai memasak, karena jujur aku tidak bisa memasak sampai sekarang, hahaha."

"Ibuku bisa menjadi guru yang baik."

"Dan dia memiliki anak yang tidak kalah mengagumkannya. Aku sangat senang dengan Neptunus yang akhirnya mencintai seorang gadis secara tulus, akhirnya dia bisa mencintai seorang gadis dengan kesederhanaannya dan apa adanya. Aku bangga padanya karena dia berhasil membuka mata hatinya."

"Hehehe, bibi jangan berlebihan," ucap Nuansa yang telinganya naik akibat kebanyakan dipuji oleh Bulan.

"Aku serius, sejak dulu aku memang ingin jika Neptunus memilih gadis yang sederhana sepertimu, kau juga pekerja keras dan sangat berbakti kepada orangtuamu, kau tidak menyerah pada keadaan dan tidak pernah berhenti untuk mencari uang di jalan yang benar, kau benar-benar mengagumkan, kau bisa menginspirasi siapa saja, nak."

"Jadi ibu sebenarnya tidak pernah menyukai mantan-mantanku?" tanya Neptunus.

"Bagaimana aku bisa menyukai mereka jika semua dari mereka selalu ingin tahu kekayaan yang akan kuwariskan kepadamu, kecuali pacar pertamamu semasa kau masih SD," ucap Bulan.

"Tapi kupikir ibu menyukai mereka semua."

"Itulah gunanya kehadiran diri di family time, jadi kau bisa benar-benar mengenal keluargamu."

"Engh, hehehe."

"Neptunus ini suka pulang larut malam, dia liar, pada awalnya aku mengira kalau dia sedang mabuk-mabukan di luar sana, tapi dia tidak pernah mabuk ketika pulang, lalu kupikir dia melakukan hal-hal di luar batas bersama mantan-mantannya dulu, tapi orangtua para mantannya mengatakan padaku jika anak perempuan mereka sudah pulang beberapa jam sebelum Neptunus pulang. Karena itu Neptunus jadi kurang dekat denganku dan adik-adiknya, jadi jangan heran jika dia bersikap seperti tadi," jelas Bulan kepada Nuansa.

"Hmm, memangnya kau ke mana saja?" tanya Nuansa pada Neptunus, ia menggoda pria itu sebab ia berpikir jika Neptunus sebenarnya sedang membeli BH kala itu untuk para mantannya demi memberikan kejutan pada mereka besoknya.

"Aku suka berkumpul dengan teman-temanku pada malam hari," jawab Neptunus.

"Iyakah? Membicarakan apa?"

"Ssshht, bukan urusan anak kecil."

"Hei, aku hanya lebih muda dua tahun darimu."

"Tetap lebih kecil dariku."

Nuansa lantas hanya bisa mendatarkan wajahnya dari membiarkan Neptunus menang.