Aku memejamkan mata, membayangkan melihat ending sebuah pertunjukan drama berjudul 'Putri Sekartaji' sambil terus mengunyah bekal makan siangku yang dibuatkan Mama tadi pagi. Aku membayangkan dialog yang diucapkan tokoh-tokohnya, lalu aku menulisnya dalam selembar kertas dengan rapi. Selesai sudah tugas membuat naskah drama untuk perayaan pekan budaya dua bulan mendatang.
Aku segera mengemasi kotak bekalku, lalu minum air putih dan berlari menuju aula untuk bergabung bersama teman-temanku satu klub drama yang sudah berkumpul disana lebih dulu. Kami selalu berkumpul dan bercakap-cakap sepuluh menit sebelum latihan.
"Apa sudah selesai naskahmu Yayi?" Luca bertanya padaku.
"Yach, aku terpaksa mengerjakan endingnya sepulang sekolah. Habisnya semalam aku harus belajar bahasa Inggris untuk ulangan tadi sih!" jawabku pada Luca.
"Coba aku lihat?" Luca mengambil naskah ditanganku. "Putri Sekartaji? Cerita apa ini? Apa ini karanganmu sendiri?"
"Ini cerita rakyat Kediri. Selain Putri Candra Kirana, kota Kediri punya cerita rakyat berjudul Putri Sekartaji lho! Tidak banyak yang tahu sih!
"Wah... Benarkah? Tapi pasti nggak sekeren cerita yang kubuat." ucap Luca sambil menunjukkan buku naskah yang dibuatnya. Aku membaca sekilas tulisan yang tertera di sampulnya.
"Cinderella..." gumamku sambil membacanya.
"Ceritamu itu kampungan. Kak Ery nggak bakalan mau menerimanya. Aku jamin kak Ery pasti bakal menyuruhmu membuat lagi seperti tugas melukis latar belakang kemarin. Hahaha..."
Begitulah Luca. Dia selalu ceplas-ceplos saat bicara juga egois. Tak pernah peduli apakah orang yang mendengarnya akan tersinggung atau tidak, tapi aku menyukainya karena dia anak yang setia kawan, jujur, pantang menyerah, dan optimis. Sedangkan kak Ery adalah pelatih klub drama kami. Ia baru lulus S1 jurusan Seni Rupa di Universitas Negeri Malang. Ia juga seorang penulis. Karena masih muda, jadi dia meminta kami untuk memanggilnya kak Ery saja.
Semua anggota klub drama mengidolakan sosok kak Ery yang begitu cerdas. Ia selalu bisa mempengaruhi perasaan penonton dan semua orang saat melihat drama yang dibuatnya. Ia juga selalu membuat kejutan yang memukau dan membuat penonton tak akan bisa melupakan pertunjukan yang dibuatnya. Ia adalah sosok yang kuat. Bahkan saat masih kuliah ia tidak malu menjadi pembantu rumah tangga di tempat kostnya untuk membantu orang tuanya membiayai kuliahnya. Ia selalu meyakinkan pada kami untuk memiliki cita-cita yang tinggi. 'Tuhan akan mencatat keinginanmu dalam buku-Nya dan kau akan terkejut saat Tuhan perlahan-lahan menuntun dan memberimu jalan untuk menggapai cita-citamu, asal kau juga mau berusaha. Serta harus kuat menghadapi ujian dari Tuhan, karena Tuhan tidak mengabulkan keinginan dengan gratis. Ingat! Katakan pada Tuhan tentang cita-citamu setiap malam sebelum tidur. Oke!?' ucapan yang sering membuat kami selalu bersemangat. Kami selalu tersihir oleh semangatnya yang pantang menyerah. Ia sangat menyukai drama dan memang bercita-cita ingin menjadi seorang pelatih drama. Ini adalah tahun pertamanya menjadi pelatih ekstra kurikuler drama.
"Hey, kau sudah tahu murid kesayangan kak Ery" tiba-tiba Luca bertanya padaku.
Oh iya kak Ery sering bercerita kalau ia mempunyai murid kesayangan, hal itu membuat kami jadi penasaran. Aku hanya menggeleng. Aku memang penasaran juga, siapa murid kesayangannya. Aku juga sangat mengaguminya. Walaupun sebenarnya kak Ery menganggapku lebih bodoh daripada anak-anak lain. Seperti yang dikatakan Luca tadi, dia sering memberiku tugas tambahan kalau tugasku kurang baik. Tak ada anak lain yang diberi tugas dobel olehnya kecuali aku. Mungkin maksudnya dua tugas untuk satu nilai. Padahal teman-teman hanya diberi satu tugas. Dia selalu menatapku dengan penuh tanya, seolah sedang berhadapan dengan anak tolol.
"Siapa murid kesayangannya?" akhirnya aku bertanya juga.
"Teman-teman bilang anak itu pasti Diva. Dia anak yang paling pintar dan selalu menjadi tokoh paling bijak dalam drama kak Ery kan?"
"Benar juga ya?" aku menatap Diva penuh kagum. Betapa beruntungnya dia menempati tempat istimewa di hati kak Ery. Semua anak juga kagum pada Diva. Dia anak yang cerdas tapi murah senyum dan rendah hati.
Akhirnya kak Ery tiba. Semua anak tambah bersemangat. Kami mulai hening (semacam meditasi) untuk memfokuskan pikiran dari hal-hal lain selain drama. Setelah selesai kami duduk membentuk lingkaran.
"Hm... Bagaimana naskah kalian? Sudah selesai?"
"Sudah kak..." kami serempak menjawab.
"Baiklah sekarang kak Ery ingin kalian satu-persatu menjelaskan tentang cerita yang kalian pilih dan jelaskan mengapa cerita kalian pantas menjadi pertunjukan drama. Baiklah kita mulai dari anak disebelah kananku, Diva, lalu bersambung terus sebelah kanannya."
Diva mulai membuka naskah yang dibawanya, dan berdehem lirih. "Naskah yang saya buat adalah cerita tentang sekumpulan anak jalanan yang menjalani kehidupannya dengan penuh kesengsaraan lalu berakhir bahagia di rumah singgah untuk anak jalanan. Saya membuat cerita ini karena jarang sekali orang-orang kaya yang mau memperhatikan kehidupan mereka." kak Ery memberi tepuk tangan setelah Diva selesai bercerita diikuti teman-teman yang lain dan juga aku tentunya.
"Ceritamu bagus sekali Diva." ucap kak Ery memuji sambil tersenyum lebar. Diva tersenyum.
"Terima kasih." ucap Diva.
Beberapa teman-teman mulai berbisik-bisik berkata benar saja ternyata Diva murid kesayangan kak Ery.
Setelah Diva selesai bercerita sekarang giliran Luca. Ia mulai membuka naskahnya dan bercerita. "Naskah yang saya buat bercerita tentang Cinderella. Saya membuatnya karena saya sangat menyukai cerita itu dan tentunya semua anak juga menyukainya. Sudah lama saya ingin membuat drama tentang Cinderella. Terima kasih." sekali lagi kak Ery bertepuk tangan untuk cerita Luca. Tapi senyumnya kali ini tak selebar senyumnya untuk Diva tadi.
"Terima kasih Luca. Ceritamu sangat menarik." lalu kak Ery memandangku yang duduk disebelah Luca. Tentu sekarang giliranku. Aku segera membuka naskahku dan mulai bercerita dengan sedikit tidak percaya diri. Karena kak Ery pasti malas mendengar ceritaku yang tak menarik.
"M... Cerita saya tentang Putri Sekartaji. Suatu hari ibu saya pernah bercerita tentang Putri Sekartaji. Ini adalah cerita rakyat dari Kediri. Tempat tinggal kita. Ibu bilang jaman sekarang sudah jarang anak-anak yang mengetahui tentang cerita rakyat dari daerah mereka sendiri, sedangkan cerita dari luar negeri mereka tahu semua. Saya pikir kalau tidak dilestarikan cerita rakyat di daerah kita bisa punah." kak Ery mengangguk-angguk sambil tersenyum kecil, lalu bertepuk tangan diikuti anak-anak lain. Aku membuang napas panjang. Lega rasanya...
Aku menatap kak Ery dan ternyata ia masih menatapku. Wajahku memerah karena malu. Mungkin ceritaku terlalu ketinggalan jaman baginya.
"Kau sudah membuat blokingnya? Dan menentukan jumlah pemainnya?" tanya kak Ery jelas ditujukan padaku. Aku gelagapan karena kak Ery akan bertanya begitu padaku.
"Saat membuat naskahnya saya juga membayangkan menata blokingnya, tapi tidak secara rinci, banyak yang mungkin harus diperbaiki. Pemainnya ada 13 orang. Tapi ada beberapa tokoh yang mungkin bisa diperankan beberapa orang, yaitu tokoh dayang. Jadi semua orang bisa ikut." kak Ery tersenyum.
"Kalian juga setelah ini harus menata bloking dan menentukan karakter juga."
"Baik." ucap anak-anak hampir bersamaan.
Lalu anak disebelahku mulai bercerita tentang naskah mereka,dan dilanjutkan sebelahnya lagi sampai kami semua selesai membaca cerita satu-persatu. Kami selesai membaca tepat bersamaan dengan waktu latihan usai. Lalu kak Ery berpesan besok ia akan memutuskan cerita siapa yang akan dipilihnya.
Keesokan harinya kami berkumpul sebelum memulai latihan seperti biasanya. Semua anak tengah seru bergosip tentang drama yang akan dipilih kak Ery. Semua anak tentu tahu kak Ery akan memilih cerita Diva. Cerita yang sangat keren dan benar kata Diva, jarang orang memperhatikan kehidupan anak jalanan. Bisa-bisa berkat pertunjukan ini semua orang yang menyaksikan drama akan langsung menolong semua anak jalanan yang ditemuinya. Kak Ery sangat pintar mempengaruhi perasaan orang. Ia sangat menyukai cerita semacam itu.
Semua anak mulai bertanya pada Diva mereka akan diberi peran apa. Diva sendiri bercerita kalau ia hanya membuat 10 tokoh. Jadi mungkin enam anak tidak akan bisa ikut. Mereka pun mulai berebut memerankan tokoh yang dibuat Diva.
Waktu tinggal lima menit, tapi tiba-tiba aku merasa perutku sakit tak tertahankan. Aku meminta Luca mengantarku ke klinik dan meminta teman lain memintakan ijin untukku. Ah sial.. Aku pasti tak akan bisa ikut drama ini, karena tak hadir dalam pembagian tokoh. Mungkin aku akan mendapat tugas ekstra lagi dari kak Ery untuk membuat lukisan untuk background. Aku menatap wajah Luca yang tampak mengkhawatirkan aku.
"Kembalilah ke Aula." pintaku.
"Apa?" Luca seperti tak percaya dengan yang aku katakan. "Aku akan menemanimu disini. Kau kan sedang sakit..."
"Pergilah. Kalau kau tak ke aula, kau tak akan mendapat peran dalam drama itu. Kau dengar tadi kan? Pemainnya hanya sepuluh orang? Kalau kau tak datang saat pembagian tokoh kau akan jadi pesuruh untuk menyiapkan peralatan dan pemain alat musik dibelakang panggung.
"Ah, kau benar. Tapi kau bagaimana?"
Aku tersenyum. "Aku tak tertarik jadi anak jalanan. Aku lebih suka melukis background. Kak Ery bilang gambarku bagus."
Luca menghembuskan napas berat. "Maaf."
"Tak masalah kawan." ucapku sambil menepuk bahu Luca. Lalu ia pergi meninggalkan ruang rawat. Sebenarnya aku sangat sedih membayangkan aku tak bisa ikut drama itu.
Tak lama kemudian perawat klinik datang dan memberi obat ringan padaku. Aku memejamkan mata sebentar, lalu setelah agak baikan perawat mempersilahkan aku kembali ke kelas drama, tapi semuanya sudah terlambat. Mereka pasti sudah selesai membagi peran dan sekarang pasti Diva tengah menjelaskan bloking pada masing-masing tokoh.
Aku kembali dengan lesu. Sayup-sayup aku mendengar suara kak Ery.
"Itu benar-benar ide yang menakjubkan."
Aku membuka pintu dan tiba-tiba kak Ery terkejut melihatku berdiri dibelakangnya.
"Permisi kak Ery, maaf saya terlambat."
Aneh! Semua anak menatapku sambil tersenyum kagum. Seperti melihat selebritis yang mereka nantikan untuk dimintai tanda tangan. Aku mendekati Luca, aku merasa setiap anak memperhatikan setiap gerak-gerikku. Aku semakin salah tingkah. Tapi semua terdiam. Mereka hanya tersenyum-senyum menatapku. Termasuk Luca.
Aku duduk disebelah Luca. Ia langsung mendekatkan kepalanya ketelingaku dan berbisik padaku.
"Kau hebat Yayi! Naskahmu yang terpilih untuk dipentaskan."
Aku melotot pada Luca. Aku hampir pingsan karna tak percaya. Hatiku rasanya mau meledak karena bahagia. Aku tersenyum dan berpikir dengan akal sehatku, tidak mungkin. Pasti Luca hanya menggodaku. Tapi ketika aku menatap semua anak, mereka tersenyum seakan mengiyakan.
"Kemarilah Yayi. Duduk disebelahku." ucap kak Ery mengagetkan aku. Aku hampir tak percaya ia memintaku duduk disebelahnya, seolah aku anak begitu penting. Aku menuruti kak Ery.
"Sekali lagi kak Ery sangat setuju dengan ucapan Yayi kemarin. Kita harus mencintai budaya kita. Mengajarkannya pada anak cucu kita. Juga kita harus memperkenalkan budaya kita yang sebenarnya sangat bernilai dan mahal harganya kepada orang-orang diseluruh dunia. Jangan mau kalah dengan orang luar. Kalau kita tidak mencintai budaya kita, budaya itu akan dicuri dan dijual orang lain, juga kita akan dijajah dengan budaya asing." Kak Ery menatapku. "Kita bisa menjadikan batik sebagai kostum untuk tokohnya supaya kesan budayanya lebih kuat. Lagipula tema ini sangat sesuai dengan acara pekan budaya. Ini sangat sempurna. Baiklah untuk pembagian tokohnya kita lakukan besok, karena Yayi masih perlu istirahat. Ingat jaga kesehatanmu karena mulai besok kau akan bekerja ekstra berat. Masukkan lima belas pemain, kau tak boleh ikut main, karena kau akan jadi sutradaranya. Aku akan membenahi kesalahan dan membantu menyiapkan perlengkapannya. Baiklah kita hening penutupan dulu dan kalian bisa istirahat untuk mempersiapkan latihan besok."
Sampai selesai latihan aku masih tak percaya. Selesai hening teman-teman tak langsung pulang, semua menyerbuku. Mereka bertanya tentang peran yang akan kuberikan pada mereka. Siapa yang akan jadi putrinya? Lalu aku bilang, aku sama sekali belum membagi siapa yang akan mengisi tokoh-tokohku. Saat pulang bersama Luca tiba-tiba Diva menghampiriku.
"Seharusnya kau dengar yang dikatakan kak Ery tentang kau!" ucap Luca dengan penuh semangat saat kami pulang bersama. Aku hanya tersenyum.
"Dia bilang kau adalah anak yang berbakat dibidang seni drama. Kau selalu memilih tema yang sesuai dengan moment. Kau selalu teliti dan selalu mempersiapkan segalanya dengan sempurna hingga hal terkecil. Kau pintar menilai karakter orang sehingga tokoh-tokoh yang kau pilih selalu cocok dan mudah memainkan perannya. Kak Ery selalu penasaran dengan sejauh mana kemampuanmu, karena itu kak Ery sering memberi tugas lebih banyak dibanding anak lain." ucap Luca.
"Dengan kata lain sekarang kita tahu siapa murih kesayangan kak Ery sebenarnya." tambah Diva. "Tapi aku rasa sebenarnya kak Ery tak ingin Yayi mendengar semua ini. Karena itulah kak Ery menceritakan pada kita saat Yayi tidak ada. Kau tahu pujian akan membuat orang jadi sombong." tambah Diva.
"Ya, dan aku yakin sekarang anak ini pasti sangat sombong." Luca menjitakku sambil tertawa. Aku dan Diva juga tertawa.
Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya hatiku sekarang. Sampai-sampai dadaku rasanya mau meledak karena bahagia. Ternyata orang yang aku kagumi juga mengagumi aku.