Chereads / Kill This Love / Chapter 17 - Kelabu 2

Chapter 17 - Kelabu 2

Melani sama sekali tidak menemukan petunjuk mengenai keberadaan ayahnya sama sekali, dia sendiri bingung harus mulai mencari dari mana keberadaan Bayu. Saat itu langkah Melani terus saja mengarah tak jelas hingga akhirnya dia yang merasa lelah, memili untuk duduk pada sebuah kursi panjang yang ada di sisi jalan raya.

Tiba-tiba saja dia membayangkan keberadaan kedua adiknya yang ia sayangi, "Andai saja... Fani dan Adit berada di sini. Aku bisa mengajak mereka makan atau nonton, pasti lebih menyenangkan." Batin Melanie dengan sedih.

Setidaknya sudah hampir berjam-jam Melanie berada di luar rumah, dan ayahnya masih tidak bisa dihubungi sama sekali. Melani duduk pada sebuah kursi panjang yang berada pada pinggir jalan raya, sebuah atap rendah dengan beberapa tanaman yang merambat cukup membuatnya sejuk saat itu.

"Ayah... kau ada dimana, kemana lagi aku harus mencarimu?" batin Melani dengan sedih.

Tempat tunggu itu biasanya dijadikan beberapa orang untuk menunggu transportasi umum yang datang, atau hanya sekedar duduk menghilangkan penat sambil menikmati pemandangan taman yang tidak jauh berada di depan.

Sebuah ide terbesit begitu saja pada benak Melanie, ketika dia sudah mengeluarkan ponselnya kembali dan mencari kontak ibunya. Mungkin saja Intan tahu keberadaan Bayu, meskipun Melani tahu hubungan keduanya tidaklah baik.

Diluar dari dugaan Melani yang berpikir bahwa Intan tidak akan mengangkat telepon darinya, kenyataannya Intan langsung segera menjawab panggilan masuk dari Melani.

"Halo... Melani. Ada apa?" tanya Intan dengan suara yang cemas. "Bunda, eee... " Melanie tampak bingung harus menjelaskan dari mana.

"Kamu nggak sekolah, Melani?" tanya intan memotong perkataan putrinya, dan menebak dengan yakin.

"Melani nggak sekolah bunda. Melani sedang cari ayah. Apa bunda tahu di mana ayah sekarang?" tanya Melani segera. Sesaat intan terdiam dan tidak menjawab, sepertinya dia sedang bingung atau mungkin memikirkan sesuatu.

"Bunda nggak tahu di mana ayah kamu sekarang, kamu ada di mana biar bunda susul kamu." Ucap Intan dengan suara yang masih cemas.

"Tapi... Melani mau mencari ayah, bunda." Melani krmbali menjelaskan. "Kalau bunda datang hanya untuk mengajak Melani pulang, Melani tidak mau," ucap Melani menyanggah perkataan ibunya.

"Kalau kamu mencarinya sendiri... pasti tidak akan ketemu lebih baik bersama dengan bunda. Jadi... sekarang kirim lokasi kamu ya. Bunda akan jemput kamu," anjut Intan menjelaskan.

Pada akhirnya Melani memberikan lokasinya kepada Intan, dan dia masih menunggu pada kursi panjang tersebut sambil memperhatikan kondisi sekelilingnya. Sesekali dia mencoba menghubungi ayahnya kembali, meskipun hasilnya sama karena ponsel Bayu tidak aktif sama sekali.

"Hah... lelah sekali aku." Ucap Melani membatin, sambil ia memijat pelipisnya dan memperhatikan kondisi sekelilingnya. Terlihat jalan raya yang cukup sepi dan lenggang, dengan beberapa pejalan kaki yang melintas di sekitarnya.

Tapi pandangan Melani segera mengarah kepada sudut jalan, ia mengamati ada sekelompok anak tingkatan SMP yang sedang berkumpul. Pakaian mereka tampak tidak rapi, apalagi banyak diantara mereka yang sedang merokok dengan kepulan asap putih yang tebal.

"Bagaimana bisa anak SMP berada di luar sekolah? menggunakan pakaian seragam dan merokok di sembarang tempat? anak zaman sekarang benar-benar susah untuk diatur." Gumam Melani pelan sambil terus memperhatikan dari kejauhan.

Tapi tidak lama pandangan Melani segera saja melebar dengan cepat, ketika dia memperhatikan ternyata dari sekelompok anak SMP tersebut ada yang ia kenali.

"Tidak mungkin!" ucap Melani yang segera beranjak dari duduknya. Lalu dia mengambil tasnya dan bersiap-siap untuk menyebrang jalan.

Melani terus saja berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa, perasaannya sedang kacau balau saat itu. Ketika melihat sosok yang sangat ia kenali, terus saja dia bergumam pelan mengatakan....

"Tidak mungkin... tidak mungkin..." ucapnya dengan emosi yang mulai menguasai dirinya.

Tapi apa yang ditakutkan dan dikhawatirkan oleh Melanie ternyata benar adanya, ketika dia melihat adiknya Fani ternyata berada dalam kelompok anak sekolah yang ia cibir barusan.

"Fani..!" teriak Melani dengan lantang.

Lalu dia menepuk pundak Fani dengan kuat membuat adiknya segera menoleh dan menatap tercengang ketika melihat Melani yang berada di belakangnya.

"Kak Lani?" ucap Fani yang juga terkejut. Segera saja Fani melepaskan rokok yang berada di tangannya, lalu ia injak dengan kuat. "Kenapa kak Lani bisa ada disini?" tanya Fanny gugup dan takut bersamaan.

"Harusnya kakak yang tanya! kenapa kamu ada di sini dan tidak sekolah? dan kamu merokok Fanny?! sejak kapan kamu nakal seperti ini? bagaimana bisa kamu bergaul dengan mereka," tunjuk Melani. Menatap sinis kepada ketiga temannya, yang penampilannya tidak kalah buruk dari tatapan keji mereka terhadap Melani.

"Oh... jadi ini kakak kamu, yang kamu bilang itu kan?" ucap seorang wanita yang tubuhnya lebih besar daripada fani, dengan rambut ikal yang pendek. Dia tampak tidak ragu menghembuskan kepulan asap rokok dihadapan wajah Melani, "Enggak asik banget sih!" lanjutnya mencibir.

"Fani ikut kakak pulang sekarang!" Melani segera saja meraih tangan Fani, tapi adiknya itu sepertinya tidak setuju dengan keputusan Melani. Langsung ia menampik tangan Melani dengan kasar, "Kak Lani! aku nggak mau ikut kakak cukup kak!"

"Terus kalau kamu nggak mau ikut kakak, kamu mau kemana? kamu mau main sama mereka? kamu mau bolos sekolah terus dan kamu nggak mau belajar? jadi apa kamu nanti..?!" Melanie yang kesal mulai memberikan nasihatnya, meskipun Fani hanya mengerutkan keningnya tanda dia tidak suka.

"Kita ini memang sudah hancur kak! keluarga kita sudah hancur, semuanya sudah hancur! jadi mendingan Fani hancur-hancuran aja sekalian!" jawabnya tanpa ada perasaan bersalah sama sekali, bahkan tatapan Fani seperti menantang ke arah kakaknya sendiri.

Plak....

satu tamparan sudah melayang ke arah pipi Fani, tatapan Melanie saat itu benar-benar sangat marah, dan ia tunjukkan kepada adik yang selama ini dia cintai dan dilindungi. Tapi sepertinya Fani salah mengerti, justru ia tidak merasa Melani simpati kepadanya, ia merasa Melani begitu egois.

"PUKUL!! Pukul saja aku terus kak! Aku memang bukan siapa-siapa, aku nggak seperti kak Lani yang bisa cari duit sendiri bantuin ayah dan bunda di rumah! aku ini bukan siapa-siapa, aku emang bukan adik yang berguna, jadi pukul saja Lani!" Ucap Lani dengan air mata yang berlinang deras.

"Melani..! Fanny..!"

suara seorang perempuan dewasa memanggil mereka sangat dekat, sehingga membuat keduanya menoleh dan melihat intan yang menatap terkejut kepada kedua putri mereka yang sedang bertikai.

"Bunda..!!" teriak Fani sambil memeluk ibunya dengan kuat. Dekapannya yang erat membuat Intan mengelus punggung putrinya dengan perlahan. "Ada apa ini, kenapa kalian bertengkar di tengah jalan seperti ini?" tanya Intan yang khawatir dan cemas.

"Fani maafkan kakak," ucap Melani yang sadar dengan perbuatannya yang salah, karena terbawa emosi dan telah menampar adiknya.

"Bunda jangan tinggalin Fani! Fani mau ikut dengan bunda saja. Fani udah nggak betah tinggal di rumah, bunda." Ujar Fani yang tidak menghiraukan perkataan Melani, dan mengeluarkan keluh kesahnya kepada intan.