Chereads / Kill This Love / Chapter 19 - Ayah & Kesedihan

Chapter 19 - Ayah & Kesedihan

Sekolah – Saat jam istirahat.

Perpustakaan sekolah adalah tempat yang tepat bagi Melani, agar bisa menenangkan dirinya. Buku tebal menumpuk dengan tinggi, dan hampir menutupi wajah Melani saat itu. Entah apa yang dikerjakan oleh Melani, padahal banyak para murid yang sedang menikmati waktu istirahat dengan bercengkrama dengan siswa lainnya.

"Hah…!" Melani menyandarkan punggungnya, dengan perasaan gelisah kembali ia memikirkan kondisi ayahnya.

**Beberapa saat sebelumnya – Pagi hari.

Pagi hari sekali Melani sudah terbangung, seperti biasa dia sudah mulai menyiapkan semua sarapan pagi. Meskipun saat ini ada hanya ada dia dan ayahnya saja, rasanya memang berbeda ketika tidak ada Fani ataupun Adit.

Teh hangat manis, dan roti bakar yang baru saja Melani buat. Ia sajikan diatas meja makan, dengan penataan yang rapi. Melani juga membuat untuk dirinya sendiri, duduk dengan wajah termenung dan sesekali ia melihat kearah pintu.

Berharap jika ayahnya sudah bangun, dan bisa sarapan pagi bersama dengan dirinya. "Mmm…" gumam Melani kecil dengan pikirannya yang masih menerawang entah kemana.

"Sepertinya ayah akan bangun siang." Melani melirik pada jam tangannya, melihat waktu yang sudah semakin siang. "Aku bisa terlambat jika tidak berangkat sekarang." Ucap Melani, dan ia pun mulai meneguk teh hangat manis yang sedari tadi hanya ditatap.

Melani mengambil kotak makan, dan meletakkan roti bakar kedalamnya. Lalu dia memasukkan kedalam tasnya, hal itu ia lakukan karena tidak akan sempat untuk bisa menikmati waktu sarapan paginya.

Baru saja Melani melangkahkan kakinya, dia sudah memutar tubuhnya kembali sambil menepuk keningnya dengan cepat. "Ah… hampir saja aku lupa." Ucap Melani, meletakkan tasnya d atas meja makan.

Sebuah amplop cokelat kecil baru saja ia keluarkan, Melani kembali melihat isi amplop tersebut. Menghitung dalam hatinya, memastikan uang yang ada diamplop tersebut cukup. Setelahnya ia meletakkan amplop bersisi diatas meja makan, dan ia tindih dengan piring yang berisikan roti bakar untuk ayahnya.

Untuk sesaat tatapan Melani menatap sedih, tapi dia sendiri tidak tahu kesedihan seperti apa yang sedang hingga didalam hatinya. "Mmm…" lagi-lagi Melani hanya bisa bergumam, setelah itu ia meninggalkan ruang makan.

Langkah kaki Melani terus saja mengarah kearah luar, dan saat ia melewati kamar ibunya. Untuk pertama kalinya Melani melihat, ayahnya yang tidur didalam kamar ibunya yang sudah kosong.

Tanpa terasa air mata Melani mengalir begitu saja, melihat ayahnya yang tidur dengan tubuh yang meringkuk. Seakan-akan sedang memeluk seseorang, seakan-akan sedang melepaskan rasa rindu, atau sebenarnya sebuah penyesalan?

Hanya beberapa detik saja, Melani berpikir untuk menghampiri ayahnya. Mungkin mencoba untuk membangunkannya, tapi niat itu ia urungkan dan hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan perasaan yang amat sedih.

Melani memutuskan untuk keluar rumah dengan segera, rasanya terlalu lama berada didalam rumahnya terasa begitu sesak. Siapa yang bisa bertahan lebih lama ditempat itu, apakah ada orang lain yang sekuat dirinya.

Terus berjalan hingga ke jalan raya, pikiran Melani memikirkan kondisi keluarganya. Ia duduk pada halte bus, seraya menunggu dan mendengarkan lagu pada earphone yang menempel pada kedua telinganya. Setidaknya dengan cara itu, hati Melani sedikit terhibur.

***

Kembali pada perpustakaan.

"Lani?" Suara seorang wanita segera menyadarkan Melani, yang sedari tadi duduk dengan bersandar dan kepalanya yang mendongak kearah atas.

Melani perlahan membuka kedua matanya dengan segera, dan ia melihat wajah Bu Ratih penjaga perpustakaan. Memandang Melani dengan heran, bahkan kacamata bulat yang ia kenakan menurun hingga akan terlepas dari batang hidungnya.

"Bu Ratih?" Melani segera menegakkan posisi duduknya dengan segera, rambut Melani sedikit berantakan membuatnya harus merapikan dengan asal.

"Cuman kamu aja yang ada disini saat jam istirahat, masih ada waktu sekitar sepuluh menit. Kamu enggak mau makan dulu?" tanya Bu Ratih, dari wajahnya ia terlihat khawatir melihat Melani.

"Apa? Makan… mmm… sebenarnya aku bawa roti Bu.. dari tadi Lani simpan, dan boleh enggak kalau aku makan disini?" Pinta Melani dan ia segera menunjukkan kotak makan siangnya yang ia tumpuk dengan buku tebal.

"Apa? Makan disini, kamu tahu kan peraturannya kalau…."

"Iya bu… Melani tahu, tidak boleh makan di perpustakaan. Tapi ini hanya roti saja kok, Lani janji ini pertama dan terkahir kalinya. Please… Lani lagi mager banget bu… boleh ya…" Potong Melani dengan cepat, ia mengatupkan kedua tangannya dengan segera.

Ratih tampak berpikir, wanita dengan usia tigapuluh tahun itu memandang Melani dengan tatapan meneliti. Kemudian ia memperhatikan kondisi sekitarnya, memang perpustakaan sekolah hari itu tampak sepi.

"Hanya kali ini saja, lain kali kamu istirahat jangan di perpustakaan. Langsung ke kantin saja, lagi pula untuk apa kamu belajar di jam istirahat, kamu itu juga butuh bersosialisasi Lani." Ucap Ratih memperingati dengan wajah yang garang.

"Ah… Bu Ratih baik banget. Makasih… iya Lani janji, ini pertama dan terakhir kalinya." Seru Melani dengan riang, tapi Ratih segera menempelkan ujung jarinya apda bibir Melani. "Jangan terlalu berisik, ingat kalau ada orang nanti. Kamu enggak boleh kelihatan lagi makan disini, nanti Ibu bisa ditegur!" ucap Ratih kembali memperingati.

"Ya, bu… tenang saja, semua akan aman." Ucap Melani dengan pelan.

Usai jam istirahat selesai, Melani pun segera kembali ke kelasnya. Dan kebetulan sekali saat itu guru yang mengajar berhalangan hadir, hanya ada guru pengganti yang memberikan tugas. Setelahnya meninggalkan murid, yang diam-diam bersorak senang dengan jam luang yang berharga.

Melani sendiri tidak begitu peduli dengan teman-temannya, yang tampak asik berbincang satu sama lain. Melihat Ezra yang terus saja membuat kelucuan, yang menurut Melani sama sekali tidak lucu. Tapi … entah bagaimana teman-temannya bisa tertawa lepas.

Tidak kalah menarik perhatian, sang juara kelas Naura. Siswi wanita yang selalu terlihat ceria, dan sering menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Berisik sekali mereka." Ucap Melani, yang tidak bisa fokus dengan tugas yang baru saja diberikan. "Apa disini hanya gue aja yang belajar?" Batinnya dengan kesal.

Tapi semua pernyataan Melani terlihat sangat mencurigakan, ketika ada seseorang siswi yang berdiri disampingnya. "Hmm… Ada apa?" tanya Melani bingung, karena Dea "si anak baru" melihatnya dengan tatapan yang aneh.

"Kau sedang mengerjakan tugas? Boleh aku bergabung sama kamu?" tanya Dea dengan intonasi suara yang datar.

"Mmm…" Melani sedang berpikir, mencari alasan tepat agar bisa menolak permintaan Dea.

"Tidak ada yang sedang belajar, lihat saja…" Dea mengarah pada teman sekelasnya yang masih saja membuat kegaduhan. "Cuman kamu yang lagi belajar, jadi… boleh ya kalau aku ikut belajar bareng. Soanya ada pertanyaan yang aku enggak ngerti sama sekali." Dea memberikan alasan yang masuk diakal, membuat Melani tampak bingung untuk bisa memberikan penjelasan.