"Masa menguraikan tentang komunikasi verbal dan non-verbal saja tidak bisa diselesaikan satu malam! Kamu niat sidang semester ini atau tidak, La?"
"Niat Prof, tapi tadi malam saya harus jagain kakak saya yang sakit. Betulan Prof, ga bohong saya." Maaf Prof, saya bohong barusan, dari setengah jam yang lalu sih, sebenarnya.
"Sudah-sudah! Saya masih ada janji lain. Kamu buang-buang waktu saya saja!" omel dosen pembimbingku yang bernama Karni dengan gelar Profesor di depannya. "Saya tidak mau tau, dua hari lagi saya minta kamu datang dengan bab dua yang sudah selesai, dan tanpa alasan kakakmu sakit lagi. Sanggup?" lanjutnya dengan tampang jutek menghiasi wajah keriputnya.
Aku mengangguk ngeri.
"Buku tentang sinematografi yang kamu cari sudah ada, tapi masih di pegang asisten saya. Kamu langsung hubungi dia saja."
Mendengar kabar tersebut senyumku merekah. Biar galak-galak begini, dosen pembimbingku ini tidak segan untuk mencarikan referensi buku-buku yang kubutuhkan. Sepertinya sidang skripsiku tidak akan tertunda lagi kali ini, itu pun jika Yose berhenti menghasutku untuk bobo bareng setiap malam.
"Bab duamu tidak akan selesai hanya dengan senyuman, Non." cerca Prof. Karni sebelum ia pergi.
Senyumku seketika tenggelam. Dosen pembimbingku ini memang judes ternyata.
Setelah Prof pergi, ponselku berbunyi. Awalnya kukira Yose yang akan mengajak makan ketoprak sesuai dengan janjinya tadi pagi. Namun, ternyata yang masuk adalah pesan berisi nomor telepon asisten Prof. Karni.
Masih ada dua hari, aku bisa mengambil buku itu besok. Hari ini aku harus mengisi staminaku yang terkuras habis akibat kejadian tadi malam. Yose lah dalang yang harus bertanggung jawab atas perut keronconganku ini.
Yos, di mana?
Kukirimkan satu pesan yang menanyakan keberadaanya saat ini. Selama beberapa menit kutunggu balasan darinya, tetapi tidak kunjung ada balasan. Kutelepon dua kali pun, ia tidak menjawab. Akhirnya kutelepon Dinar, teman kantornya. Dinar bilang Yose tidak masuk kerja, bahkan sekarang sedang dicari oleh atasan mereka karena terlambat menyerahkan revisi artikel mingguan. Ngomong-ngomong, sahabatku itu adalah seorang editor di salah satu media cetak nasional. Ngomong-ngomong lagi, ke mana perginya manusia ini?
Hanya ada satu jawaban, ia pasti sedang berada di tempat pacar pramugarinya. Aku berani bertaruh. Ya sudah lah, sebagai sahabat yang baik dan pengertian, hari ini aku tidak akan mengganggu kemesraan mereka. Toh, nanti malam Yose akan tetap datang ke kamarku.
Sesaat aku tertegun memikirkan kata hatiku barusan, apa maksudnya toh nanti malam Yose akan tetap ke kamarku?
"Inget La, lo itu sahabat. Bukan sebatas temen bobo tiap malem, doang." Kukatakan hal tersebut pada diriku sendiri agar tidak keluar dari pakem persahabatan yang sewajarnya. Meskipun sebenarnya, kami memang sudah keluar jalur sejak lama.
Sebelum pulang ke rumah, aku mampir untuk membeli ketoprak yang sudah sejak pagi kuidam-idamkan. Kubeli dua porsi, untukku dan Yose, jika ia nanti sudah pulang ke rumah.
Rumah yang kami berdua tinggali selama masa studi adalah rumah milik keluarga Yose. Rumah satu lantai bergaya khas bangunan Kolonial, dengan dua kamar tidur besar ini, adalah hasil pembagian harta saat orang tua Yose bercerai.
Lihat kan, betapa percayanya orang tua kami, sampai mengizinkan untuk tinggal satu atap begini? Andai mereka tahu, kejadian apa saja yang telah terjadi selama kami tinggal berdua di dalam sana.
Kuintip dari jarak yang agak jauh, mobil Yose tidak ada di garasi. Berarti dugaanku tidak meleset, pacar pramugarinya pasti sedang berlibur, dan saat ini mereka berdua pasti sedang bersenang-senang.
"Inget La, lo itu sahabat. Ga boleh cemburu." Lagi-lagi kusugestikan diriku, agar tetap berada di jalur yang seharusnya.
Sejujurnya, pikiran-pikiran menjurus ke ciri wanita sedang cemburu ini, sudah kurasakan sejak beberapa tahun yang lalu. Tepatnya, sejak Yose berpacaran dengan teman satu kelasnya di Jurusan Sastra Indonesia. Meskipun begitu, status persahabatan kami tidak pernah berubah. Tetap menjadi sahabat, tidak bisa lebih dan tidak boleh kurang.
"HOLY SHIT!" pekikku setelah memasuki rumah. Ketoprak yang masih hangat, terlempar ke lantai begitu saja, ketika kulihat meja makan tidak difungsikan seperti seharusnya.
"Lala!" seru keduanya berbarengan. Secepat kilat si pramugari langsung menarik asal, pakaian yang ada di dekatnya.
"Kalian ga ada tempat lain yang lebih wajar buat ngesex? Kelewatan!"