tepat pukul empat subuh mereka sudah sampai di lereng gunung, untuk menikmati pemandangan sunrise yang indah mereka harus sedikit berjalan kaki ke puncak gunung.
Jacky kembali menggoda Ryuna yang tak mau jauh dari Arthur, sambil jalan Jacky mengatur siasat bagaimana dia bisa memancing emosi Arthur.
"Arthur, kau yakin bisa berjalan sampai puncak??" ledek Jacky
"yaa.. aku bisa. lihatlah aku sudah mengenakan sarung tangan" Arthur menunjukan kedua telapak tanganya
sayup sayup terdengar teriakan Safira yang menghentikan percakapan mereka. "kak Arthur ayo cepat nanti keburu naik mataharinya."
sontak Arthur segera berlari kecil hingga berada tepat di belakang Safira dan Ryuji, meski hatinya perih tapi ia masih sanggup tersenyum pada Ryuji yang menoleh ke arahnya.
Silvi melingkarkan tanganya pada lengan kiri Arthur, bukan pemandangan yang baru. semua orang di rombongan itu tahu betul bahwa diantara mereka hanya Safira dan Silvi yang bisa leluasa menyentuh Arthur. namun, Jacky merasa ada yang aneh dalam dirinya. seperti ada sesuatu yang mengganjal, membakar hatinya saat melihat senyum bahagia Silvi mengembang di samping Arthur.
dengan menahan amarah Jacky terus melanjutkan perjalanan berasama Ryuna disampingnya yang terus mengomeli nasibnya yang tak seberuntung Silvi.
tepat pukul 04.30 mereka tengah berada di puncak gunung Bromo, menantikan sang Surya menampakan keindahannya. keenam orang dewasa itu sibuk menghangatkan diri sembari memfokuskan pandanganya ke arah matahari terbit, bahkan Ryuna dan Silvi sudah mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan lukisan alam yang memanjakan pandangan setiap netra.
Ryuji memeluk erat tubuh mungil Safira sesekali ia juga mencium kening istrinya, Arthur yang berdiri tepat di samping Safira merasa risih dengan adegan penuh kasih suami istri itu.
pandangan dingin penuh kemarahan Arthur tanpa sadar tertangkap netra Ryuji, heran, itulah yang ada di benak Ryuji. berulang kali ia mencoba menetralkan pikiran buruknya dengan selalu berfikir bahwa Arthur hanyalah teman baik istrinya tidak lebih, ia mengeratkan pelukanya pada Safira.
Ryuna mencoba mendekati Arthur dengan berdiri di samping Silvi, kedua gadis itu saling berhadapan dan bertukar senyum manis mereka. Silvi tak tahu apa yang disembunyikan Ryuna di balik senyumnya, ada perasaan iri dan cemburu memburu disana.
"Ryuna sebelum mataharinya nongol kita selfie dulu yuk." ajak Silvi
"ayuk."
Ryuna berpose sebaik mungkin menunjukan kecantikanya di depan Silvi, jika bisa ia ingin sekali meluapkan perasaanya pada wanita yang kini sibuk mengarahkan kamera ponselnya kearah mereka.
satu jepret, dua jepret hingga entah sudah berapa pose mereka lagakan tapi tak ada kepuasan dihati mereka khususnya Ryuna.
dalam hati adik pengusaha muda Ryuji Tanaka itu selalu menyumpahi Silvi "hari ini kau menang, tapi suatu saat nanti hanya aku yang akan bisa menyentuh Arthur. jika wajah sepertimu saja bisa membuat Arthur tersenyum, maka wajah sepertiku yang akan membuatnya bahagia seumur hidupnya." batin Ryuna.
matahari perlahan menunjukan wibawanya, langit yang semula gelap kini semburat kuning mengiasinya. semua pengunjung berlomba mengabadikan pemandangan indah itu, tak terkecuali rombongan Ryuji bahkan kedua pengawal Arthur turut mengambil gambar.
"kak Arthur, kita foti bareng yuk." ajak Safira
Arthur menatap Ryuji sekilas tersurat dari tatapan matanya ada perasaan tak terima disana, tapi Arthur lebih memilih mengabaikan itu. ia mengambil tempat disamping Safira dan memberikan senyuman terbaiknya sebelum wanita itu mengambil gambar mereka, tak puas dengan sekali jepret Safira meminta Arthur mengubah gaya dan kembali mengambil gambar.
keadaan ini jelas membuat Ryuji naik pitam, Safira tentu tahu lelakinya sangat pencemburu tapi ia malah nekat bersuafoto dengan lelaki lain dihadapan suaminya.
Ryuji menelan salivanya kasar "sayang kau tak ingin mengambil gambar bersamaku?" tanya Ryuji mencoba memahami istrinya
Safira hanya berbalik sebentar mengamati sekujur tubuh Ryuji kemudian berkata "enggak ah, udah banyak fotoku sama kamu. lagian hari ini kamu gak kelihatan keren."
Ryuji masih mencoba meredam amarahnya, ia berfikir mungkin Safira merindukan kebersamaanya dengan sahabat lelakinya itu.
saat Arthur dan Safira sibuk berfoto, tiba- tiba saja Silvi berteriak histeris membuat seluruh pengunjung memusatkan pandanganya pada Silvi.
Arthur yang tadinya santai berfoto bersama Safira, segera berlari menghampiri Silvi yang tengah berada diujung batu besar diujung jurang.
dengan sigap Arthur menarik tangan Silvi, membawanya dalam pelukan menenangkan. gadis berusia 27 tahun itu masih menangis sesenggukan saat Arthur bertanya " mengapa kau bisa berada disana??? kau tahu itu sangat berbahaya."
"a...aku tadi hanya berfoto, kemudian Jacky bilang spot foto disini paling bagus karena gak akan ada pengunjung lain tang nongol di fotoku. tapi saat aku berfoto tak sengaja aku kehilangan keseimbangan dan terjatuh." jawab Silvi
Arthur bergegas bangkit dari duduknya menyambar jaket tebal yang membungkus tubuh dokter tampan itu.
"kau..... jika kau menyarankan sesuatu yang tampak berbahaya harusnya kau menemaninya, jika tidak mau menemaninya jangan sarankan apapun!!!" bentak Arthur
Silvi dan Safira melerai dua pria itu, sedang Ryuji ia hanya terdiam mengamati tingkah Arthur. dalam pandanganya ia selalu merasa ada keanehan dalam diri Arthur, tapi Arthur selalu memiliki alasan atas keanehan itu.
kedua pengawal setia Arthur segera menyemprotkan antiseptik pada telapak tangan majikanya saat tangan itu melepas jaket Jacky.
rombongan Ryuji memutuskan untuk turun dari puncak, karena Safira tak berhenti merengek minta dibelikan makanan. wanita itu terus mengeluh lapar, meski biasanya dia sangat betah menahan lapar.
"aku mau makan bakso." pinta Safira
Ryuji menggelengkan kepala, ia kembali tak mengerti mengapa hampir seminggu ini sikap istrinya jauh lebih manja dan mudah lelah saat bercinta.
khususnya dua hari ini, tingakah Safira semakin menjadi. ia bersikap seperti anak kecil yang yang tengah mencari perhatian orang tuanya.
"Ryuuu aku mau jalan sama kak Arthur boleh ya??" tanya Safira yang dibungkus senyum manis khas wanita asia.
tidak, amarah Ryuji kini semakin kentara. wajahnya memerah, dan tatapan dinginya mengintai Safira. Silvi menyadari perubahan emosi Ryuji, ia mencoba berbisik pada Safira membujuknya untuk tak melanjutkan keusilanya pada Ryuji.
"kenaoa sih, kamu cemburu ya Sil kalau aku jalan sama Arthur??" tanya Safira
bukan Silbi yang bereaksi tapi Jacky, pria tampan itu seketika menarik lengan Silvi membuat sang desainer berdiri disampingnya.
"mana mungkin Silvi cemburu kakak ipar, ada aku disini." ujar Jacky
Arthur mendorong tubuh Jacky dan memberinya bogeman panas di pipi Jacky. tak mau kalah sang dokter asal Jepang itu mendorong tubuh pangeran Eropa itu dan membalas tinjuan Arthur.
"stop stop.... kalian mau berantem atau berlibur??? " Safira menangis melihat pemandangan yang tak mengenakan itu.
Ryuji merangkul bahu istrinya memapahnya berjalan hingga mereka sampai disebuah kedai yang menjual beberapa hidangan makanan. pria tampan yang sukses itu menarik perhatian para pengunjung warung terutama kaum hawa, Safira mengernyitkan alisnya kemudian berteriak " dia suami saya jadi saya harap kalian tidak memandanginya seperti itu."
hah apa lagi ini Safira, kau cukup membuat ku merasa malu. kau bertingkah layaknya anak usia lima tahun, dan menganggap ku mainanmu yang jika disentuh orang kau akan marah. aku memang senang setidaknya kau tidak meminta diperhatikan pria lain tapi sikapmu ini sangat keterlaluan Safira. batin Ryuji yang terus menebar senyum seakan meminta maaf atas kegaduhan yang disebabkan istrinya.
Ryuji merasa istrinya semakin hari semakin aneh, keanehan ini beberapa ada yang menyenangkan Ryuji tapi ada juga yang membuatnya kesal. CEO Tanaka grup itu berfikir apakah hal ini dilakukan Safira karena beberapa bulan terakhir ia terlalu sibuk mengurusi bisnis dan mengabaikannya, jadi sekarang Safira bertingkah agar mendapat perhatiannya kembali.