Chereads / Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir] / Chapter 33 - Chapter 33 "Hingar-Bingar di Glafelden II"

Chapter 33 - Chapter 33 "Hingar-Bingar di Glafelden II"

Berkat perintah baru yang diperintahkan Guffy, seluruh anggota Ksatria Elit menjadi sibuk sekali. Mereka mulai memperketat keempat gerbang kota yang menjadi jalur utama keluar-masuk di Glafelden. Setiap orang yang melewati gerbang harus menunjukkan kartu identitas diri yang diterbitkan secara resmi oleh balai kota yang berlaku di seluruh negeri. Ksatria Elit mencatat beberapa hal dari penduduk yang melewati gerbang. Seperti nama, keperluan, alamat, juga durasi kepergian. Semua itu dilakukan supaya target mereka yang bernama "Anggi" tidak dapat melarikan diri.

Hampir setiap waktu anggota Ksatria Elit berpatroli di jalanan kota, mencari informasi sekaligus menangkap orang yang mencurigakan. Sayangnya di antara orang yang mereka tangkap, tidak ada satu pun yang menjadi target mereka. Semakin lama mereka memperluas wilayah patroli hingga menyentuh pinggir kota.

Di sudut jendela sebuah rumah usang, seorang wanita menyingkap gorden dan mengintip ke luar. Dua orang berbaju ala gelandangan melewati jalan depan rumahnya setelah menanyai beberapa pria yang tengah berkumpul di ujung jalan. Matanya memandang sinis dan tajam. Bagi mantan pengintai Kerajaan Elvian sepertinya, mudah mengetahui bahwa dua orang itu berasal dari Ksatria Elit. Tepat sebelum dua orang 'gelandangan' menyadari keberadaannya, wanita itu menarik diri dari jendela. Kemudian duduk di atas sofa disertai lenguhan yang panjang.

"Pasti ada sesuatu yang terjadi saat ini. Kenapa tiba-tiba ada banyak sekali pasukan khusus dari ibukota?" gumamnya dalam hati.

Sebagai Elvian yang menyamar menjadi manusia di kota ini, tentu Almira menjadi was-was dengan keberadaan Ksatria Elit. Jika hanya penjaga kota atau tentara biasa, magis penyamaran sudah cukup untuk menipu mereka. Namun berbeda dengan Ksatria Elit, di antara mereka ada tentara berpengalaman yang mampu mencium aroma Esze.

Karena itulah ia sangat berhati-hati saat berada di luar rumah. Ia keluar pun hanya untuk bekerja dan mengantar jemput anaknya sekolah saja. Jika tidak ada kepentingan mendesak, ia lebih memilih diam di dalam rumah.

Almira merenung sejenak sembari memegangi dagunya. Bibirnya menggumamkan sesuatu yang tidak bermakna. Wanita itu berpikir, biasanya suaminya yang bekerja di bagian tata usaha kemiliteran selalu menyuratinya bila sesuatu terjadi di ibukota. Tapi kali ini tidak ada kabar sama sekali yang membuat perempuan itu terheran-heran.

"Apa misi Ksatria Elit kali ini hanya tentara berpangkat tinggi saja yang mengetahuinya?" batin Almira.

Pikirannya terus disibukkan dengan kemungkinan-kemungkinan perkiraan kejadian yang terjadi saat ini. Namun tak peduli seberapa keras memikirkannya, ia tidak mendapat jawaban yang pasti. Karena itulah Almira berusaha mencari tahunya sendiri. Perempuan itu lekas beranjak dari sofa dan menyambar jaket tebal bertudung yang tergantung di dinding.

Meskipun telah menggunakan magis penyamaran, ia tetap berupaya meminimalisir kemungkinan tertangkap oleh Ksatria Elit. Malam ini cukup dingin karena sore tadi hujan turun sangat lebat, sehingga suhu jatuh dari titik normal. Kebanyakan manusia pasti akan memilih diam di rumah dari pada mengigil di jalanan. Apabila terpaksa, mereka akan mengenakan sesuatu guna menjaga suhu tubuh mereka tetap hangat di luar. Karena itulah, jika tidak ingin dicurigai sebagai Elvian yang tahan suhu ekstrem, mau tidak mau Almira harus membaur dengan kebanyakan orang. Tangannya membuka knop pintu perlahan, seraya melemparkan pandangan ke dalam kamar, tempat putranya terlelap tidur.

Almira lalu meloncat ke atas jalanan, menyusuri jalan setapak yang becek dan licin. Sesekali air hujan menetes lewat sudut atap bangunan, dan jatuh ke atas tudungnya. Kakinya melangkah dengan hati-hati jika ia tak mau terpeleset dan membuat pakaian yang baru dicucinya kotor berlumpur.

Sesaat kemudian ia tiba di ujung gang, tempat di mana beberapa pria berkumpul dan bercerita sembari menyesap bir guna menghangatkan badan.

"Yo, Almira! Apa kau ingin ikut minum?" tawar seorang pria gemuk pendek, ia adalah tetangga Almira yang tinggal di seberang rumah.

"Tidak untuk kali ini, Luiz. Aku ingin bertanya padamu, tadi ada dua orang yang kemari, kan?" tanya Almira dengan suara yang dalam. "Apa yang mereka bicarakan padamu?"

"Ohh, itu! Mereka menanyakan tentang keberadaan seseorang bernama Anggi."

"ANGGI!!?" Almira tersentak. Matanya terbuka lebar-lebar, seakan hendak meloncat dari kedua rongganya.

"Ya, menurut dua orang itu, Ksatria Elit datang ke kota ini karena mengejarnya. Entah apa yang dilakukan orang itu sampai-sampai membuat seluruh kota menjadi heboh! Tapi sepertinya orang itu adalah buronan Ksatria Elit," balas Luiz. Pria itu mendongakan kepala dan mendapati Almira yang masih bergeming. "Apa kau tahu sesuatu? Kalau iya, sebaiknya kau pergi ke kantor wali kota. Mereka akan membayar harga tinggi untuk setiap informasi yang berkaitan dengan orang itu."

"Apa!!? Anggi!!?" teriak Almira dalam hati. "Tunggu, maksudnya apa ini? Mengapa Ksatria Elit memburu Anggi? Apa dia mencuri sesuatu dari mereka? Aku tahu dia bodoh, tapi aku tak habis pikir jika ia berani mencuri dari—. Ah!"

Perempuan itu kini tersadar. Hal sepele seperti mencuri tak akan mengakibatkan kau diburu oleh pasukan khusus kerajaan yang didatangkan langsung dari ibukota, atau menutup pintu gerbang kota guna memperketat penjagaan. Satu hal yang terlintas di benak Almira, hal yang bisa membuat Anggi dikejar-kejar Ksatria Elit adalah ... identitas aslinya.

Akhirnya wanita itu tahu pasti akar masalah kegaduhan yang ada di Glafelden seharian ini. Dia menyimpulkan jika saat ini entah dari mana petinggi kerajaan tahu identitas asli Anggi yang sebenarnya. Karena itulah petinggi kerajaan menginstruksikan Ksatria Elit untuk menangkap gadis malang itu.

Sudah pasti kerajaan akan menggunakan Anggi untuk memperkuat pasukan militernya. Almira mendadak mengingat kembali sejumlah surat yang dikirimkan suaminya. Di sana disebutkan berulang kali bila pihak Kerajaan Lurivia tengah memperkuat pasukan dengan program-program gagasan para petinggi militer. Misalnya saja perekrutan ksatria baru dari kota-kota di seluruh negeri, penambahan kualitas dan kuantitas latihan militer, juga mengundang banyak tenaga ahli seperti peneliti dan pandai besi guna diajak bekerja sama membangun senjata baru.

Almira mencoba berpikir dan memposisikan diri sebagai petinggi kerajaan. Jika di saat dia tengah memperkuat pasukan militer, lalu mendapatkan informasi segar yang entah dari mana tentang seseorang dengan kekuatan besar di wilayahnya. Sudah pasti dia akan menarik orang itu masuk ke dalam pihaknya, bukan begitu?

Kendati demikian, ia masih belum bisa mengerti mengapa Kerajaan Lurivia begitu gencar untuk memperbesar kekuatan militer mereka.

"Apa mereka ingin memulai perang dengan negara lain? Dengan negara mana? Apa tujuan Lurivia sebenarnya?" tanya Almira dalam hati.

".. Mira! Hey, Almira!!"

Pekikan keras Luiz mengagetkan perempuan itu, memaksa keluar dari kecamuk dalam pikirannya. Almira lantas terkesiap, seakan ada balon yang baru saja diletuskan di depan muka. Kemudian membalas tatapan Luiz yang sedari tadi melihat wanita itu dengan tatapan aneh.

"Kau kenapa bengong?" tanya Luiz.

"Ah, itu ... tidak apa-apa. Aku baru ingat ada sesuatu yang harus kulakukan. Aku pergi dulu kalau begitu." Almira melangkah menjauh dari kumpulan pria itu, sembari menoleh ke belakang. "Luiz, lain kali boleh kutagih traktiran minummu tadi?"

"Selama aku masih berhati baik," balas Luiz seraya tertawa.

Setelah angkat kaki dari tempat itu, ia mempercepat langkah di atas jalanan licin. Seringkali dia nyaris tergelincir, kendati demikian itu tidak menyurutkan niat besar untuk sampai ke tujuannya sesegera mungkin, ke markas pemburu hewan mistis terkenal di dunia gelap Gladelden 'Kelam Malam', tempat di mana Anggi tinggal.

 Hal pertama yang terlintas di benaknya adalah keselamatan gadis itu. Memang sih, Almira sempat berpikir positif dengan menyangka kemungkinan Ksatria Elit mengejar gadis lain yang bernama sama.

Tapi bila menimbang dengan alasan yang masuk akal, target mereka sudah jelas Anggi yang Almira kenal. Anggi si gadis Haier-Elvian yang selalu memintanya mengajari Esze. Anggi yang pernah berkisah bila ia berasal dari dunia lain. Anggi yang suka sekali mengeluh walau tentang hal-hal kecil.

Memikirkan hal itu, Almira semakin mempercepat langkahnya.

Beberapa menit kemudian, ia melihat bangunan besar nan tua dari kayu yang telah lapuk. Begitu usangnya hingga ia berpikir bila dihembuskan dengan Esze angin miliknya, rumah tua itu akan langsung rata dengan tanah. Namun Almira tidak mau berpikir buruk tentang itu, karena markas Kelam Malam dan rumah miliknya hanya berbeda sebelas dua belas.

Tampak di depan bangunan, Igresti sedang memugar pagar kayu yang lama dengan yang baru. Bulih keringat tampak jelas di keningnya, senyumnya pun sumringah melihat buah matang hasil kerja kerasnya.

Almira yang terburu-buru, tidak mempedulikan apa yang lelaki kurus itu lakukan dan langsung menyelonong ke dalam. Mendorong pintu pagar yang baru saja dipugar kuat-kuat hingga tercabut dari engselnya.

"Dasar perempuan bodoh! Kau pikir apa yang baru saja kau lakukan?" Igresti sontak merutuki orang yang baru saja menghancurkan hasil kerjanya.

Namun Almira benar-benar tak menganggapnya ada, menoleh pun tidak. Matanya memandang lurus pada pria tua berotot yang tengah bersantai di atas bangku panjang di teras. Pria yang ditatapnya kemudian membalas pandangannya.

"Grussel, di mana Anggi?" tanya Almira dengan napas sedikit terengah-engah.

Pria itu memandang sejenak lalu tersenyum tipis, seakan sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh Almira selanjutnya.