Chapter 98 - Daftar Panggilan Masuk yang Aneh

Di apartemen Wataru, pukul 1 siang lewat sedikit.

Ruangan kamar itu kini lebih hidup dari sebelumnya, sinar matahari dari pintu geser yang gordennya terbuka menyinari tiga per empat lantai apartemen tersebut.

Lelaki itu baru saja selesai membersihkan diri.

Di tubuhnya masih terlilit handuk di pinggang, tangan kanannya menggosok-gosokkan pelan handuk kecil di rambutnya yang basah.

Penampilannya sangat segar dengan otot-otot tubuh yang terekspos indah, putih, dan memukau.

Ia berjalan pelan menuju meja di samping tempat tidur seraya kakinya menendang beberapa kaleng minuman kosong yang menghalangi jalannya.

Tangan kirinya meraih ponsel Misaki yang masih sedang mengisi baterai di atas meja.

Wajahnya tiba-tiba ditekuk suram melihat isi baterai ponsel itu yang masih setengah, harusnya ia mengisi baterainya sebelum melanjutkan tidurnya tadi. Dan efek mabuknya masih saja terasa sampai sekarang, itu membuatnya kesal.

Wataru meletakkan ponsel itu kembali, membalikkan tubuhnya ke arah tempat tidur dan meraih file mengenai Misaki yang berhamburan di atas selimut.

Alamat rumah keluarga Fujihara memakan waktu 2 jam lebih sedikit jika menggunakan kereta.

Keraguan menyerangnya selama beberapa detik untuk mengunjungi rumah tersebut.

Ia tak biasanya ikut campur pada urusan orang lain, namun Misaki yang belum sadar-sadar juga membuatnya sering kepikiran hebat. Bahkan, keluarganya tak ada yang mencarinya setelah sekian lama tak ada kabar.

Apakah hubungan dengan keluarganya tak begitu baik?

Pikiran lelaki itu dipenuhi banyak dugaan dan prasangka.

Ia menatap sejenak foto pas Misaki di sudut kiri atas kertas, lalu membalik halaman berikutnya.

Di kertas selanjutnya itu, ada sebuah gambar rumah batu berlantai dua dengan bentuk persegi bermodel sederhana dan berukuran kecil, bercat cokelat pucat dengan tiga buah jendela depan yang tertutup sepenuhnya.

Rumah itu dikelilingi oleh pagar besi rendah berwarna hitam, dan beberapa tanaman hias diletakkan di salah satu sisi halaman depan rumah.

"Biasa sekali rumah mereka. Kecil dan sempit," komentarnya datar, kemudian tumpukan file itu dilemparkan ke atas kasur, persis disamping laptop putih miliknya.

Matanya melirik malas pada laman web yang terpampang di depannya.

Setumpuk email kerja belum dibuka semenjak pagi ini. Ia hanya membalas email dari sekertarisnya dan mengabaikan yang lain.

Pekerjaan kantornya yang beberapa hari belakangan ditelantarkan, akhirnya dilimpahkan sebagian besar pada sekertarisnya yang untungnya sangat cakap dan cekatan. Tidak sia-sia ia memiliki sekertaris lulusan universitas ternama dari Amerika, akhirnya berguna juga di saat-saat seperti ini.

Pun menurutnya, juga tak ada salahnya sedikit mangkir dengan tanggung-jawabnya terhadap perusahaan, toh, sejak kecil ia sudah bekerja keras seperti robot dan nyaris tak menikmati kebahagian masa kanak-kanak hingga dewasa.

Seandainya Miyamoto Group mengalami kerugian ratusan hingga milyaran yen karenanya, toh nilai itu tak akan seberapa dengan apa yang telah diberikan olehnya selama ini.

Angka dan angka saja yang menjadi sarapan matanya sejak kecil tanpa sempat menikmati indahnya kebahagian tumbuh dan berkembang.

Jantungnya berdenyut sakit memikirkan masa lalu yang tak mengenakkan itu.

Marah karena merasa berbeda dan aneh.

Bermain di taman dengan anak-anak lain pun dilarang keras oleh ayahnya. Walau begitu, ia pasti akan berusaha pergi diam-diam dan berusaha mencari teman meski akhirnya dijemput paksa oleh beberapa penjaga berseragam hitam yang memiliki aura menakutkan.

Wataru sampai dicap sok pamer dan sok kaya oleh anak-anak lain karena hidupnya yang terlalu ketat, sok tuan muda, terlalu menonjol, dan terlalu berkilau. Sangat jauh berbeda dengan mereka yang memiliki kehidupan biasa.

Tapi, tak ada yang tahu bahwa anak kecil tampan yang selalu berpakaian mahal dan terbaik itu, hatinya diam-diam selalu menangis pilu, kosong, dan sepi. Menahan semua ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya terhadap tekanan di sekitarnya.

Kebebasan kecil yang dimilikinya saat ini adalah hasil yang diraihnya dengan menggadaikan prinsip hidup dan moralnya. Jika tidak demikian, maka selamanya ia akan menjadi boneka penerus Miyamoto yang mendiami rumah megah dan mewah tanpa bisa berkutik sama sekali.

Wataru berjalan dengan wajah mengeras menuju dapur dan menyiapkan sarapan pereda pengar berupa omelet sederhana dengan banyak telur tanpa nasi.

Selesai sarapan dan meminum banyak air, lelaki itu mengecek pergerakan saham dan berita bisnis terbaru di tabletnya.

Di berita trending, nama Uesugi Ishikawa masih merajai laman web tersebut, ini membuat Wataru terdiam cukup lama. Sejurus kemudian ia menutup laman, menghempaskan tabletnya ke atas kasur dan mulai menggeledah isi lemarinya.

Ia melempar apa yang ditemukannya ke atas tempat tidur: kaos biru tua lengan pendek, coat hoodie panjang berwarna senada, dan sebuah celana panjang hitam yang kedua lututnya sobek.

Perasaannya masih tak nyaman, maka dari itu ia merebahkan diri sejenak di antara sebaran file Misaki guna mengatur mood dan pernapasannya.

Kepalanya pening.

Ia memejamkan mata kuat-kuat selama beberapa detik dan membuka mata seraya merenung menatap langit-langit kamar.

Baru kali ini ia minum sebanyak ini. Rekor yang melebihi batas ketika ia masih kuliah dulu.

Tangannya kembali meraih ponsel Misaki, mencabut pengisi dayanya dan menyalakan ponsel itu.

Hal pertama yang dilakukannya adalah mengecek daftar panggilan masuk yang sepertinya sudah

dibersihkan dan hanya ada panggilan masuk sebelum ponsel itu kehabisan daya.

Beberapa panggilan masuk itu bukan dari keluarga Misaki melainkan dari Eikichi, beberapa rekan kerja, Sakura, dan layanan makanan. Eikichi masih masuk dalam logikanya. Sakura dan rekan kerjanya juga masih dimakluminya, karena, ya, kenalan Misaki!

Tapi layanan makanan?

Kenapa layanan makanan menelponnya berkali-kali? Apa ia berhutang pada kedai makan tertentu saking miskinnya?

Wataru mengernyitkan kening, namun tak cukup untuk membuatnya penasaran, malah ditutupnya daftar panggilan itu karena tak suka nama Eikichi mengganggu penglihatannya, terlebih suasana hatinya sudah cukup buruk dengan efek mabuk dan berita Ishikawa.

Sembari mendecakkan lidah, lelaki itu lalu mengecek media sosial satu-satunya yang dimiliki oleh

Misaki. Ada beberapa pesan di daftar obrolan LIME yang hanya berasal dari dua orang, satu dari Eikichi dan satunya lagi dari Sakura.

"Sakura?" Wataru memutar kembali ingatannya pada adegan di balkon sewaktu ia memeriksa isi ponsel misaki.

Pesan dari orang bernama Sakura lebih membuatnya penasaran ketimbang dari Eikichi. Hal itu ditambah dengan nama akun LIME-nya: Cute Sakura-chan <3

Si pengirim pesan itu memiliki foto profil seorang perempuan berambut pirang panjang diikat satu, sebelah mata dikedipkan genit sembari tengah memakai kacamata gaya transparan.

Sebelum memeriksa isi pesan itu, ia memeriksa ikon foto profil itu lebih jauh.