Wajahnya babak belur. Sekalipun batu-batu itu hanya memberi damage kecil, tapi jadi beda cerita karena kegiatan melempar batu itu ternyata menarik minat warga kota. Bukan hanya para petualang, para prajurit, pedagang, dan bangsawan ikut-ikutan berdiri dalam antrian.
Kimansu semakin meradang karena di antara antrian itu, dia melihat wajah yang sangat familiar.
"Anjinx! Kenapa kamu ikut-ikutan!? Aku kira kita sahabat!"
"Habisnya menyenangkan sih," kata si anjinx, sebelum membayar mahal untuk batu yang agak besar.
Kimansu pun menjalani tiga hari penderitaannya karena latihan itu terlanjur jadi obyek wisata.
PIP!
[Hyper-patience level up: trent skill lvl up, new skill unlocked : boulder]
[Hyper-shameless level up : peeping skill level up]
[New element skill unlocked: Teroforte (lvl1)]
"No pain, no gain."
Kimansu menghibur dirinya dengan jargon iklan. Tiga hari lamanya dia menjadi bulan-bulanan semua orang. Namun dia tidak beranjak karena sudah berkomitmen untuk menyelesaikan latihan. Di malam itu, dia masih terikat sendirian dengan wajah lebam berdarah-darah.
Waktu memeriksa statusnya, dia melihat perubahan drastis.
[Kimansu, Homeless Hero]
[Level: 36, XP to next level: 2570]
[HP: 570/4500, MP: 5700/5700]
[Element: Pyro, Tero]
[Passive Skill:
- Hyper-patience, Trent : max HP x 6, Boulder : Strenght + 50%
- Hyper-shameless, peeping]
[Active Skill:
- Kolero (max) attack & agility x 3
- Super kolero (lvl 2) attack & agility x 8
- Teroforte (new!) (lvl 1) HP & defense x 1.5
- Viduparma (max) - infrared vision]
[Current status: Wanted, Cursed]
PIP!
[Strength: 550, speed : 60, Inteligence : 110, perception: 100]
PIP!
[Attack : 3120, Defense : 2340, Agility: 600, spirit: 62700]
Bibir bengap Kimansu terasa sakit saat dia tersenyum. Perubahan itu menyadarkannya bahwa menjadi OP itu juga butuh kerja. Dia sudah membayarnya selama 10 tahun sebagai pohon. Saat ini, dia siap kerja keras sebagai seorang manusia. Dia harus lebih kuat sebelum NAO menyadari posisinya dan mengirim agen rahasia seperti di film-film.
Walau bagaimanapun Kimansu adalah buronan para dewa. Dia harus mempertahankan hidupnya sebelum bertemu lagi dengan si dewa pedopil.
"HP dan defense-ku naik 50% sejak skill warisanku sebagai pohon naik level. Skill untuk elemen keduaku juga terbuka."
Di dunia ini tidak ada sihir. Yang ada hanyalah kemampuan elemen yang mana setiap manusia pasti memilikinya. Kemampuan itu menyokong seseorang baik untuk pertarungan maupun kehidupan sehari-hari.
Elemen utama Kimansu adalah elemen api atau pyro. Elemen itu memiliki sifat seperti api, yang membuat penggunanya lebih lincah dan berdaya serang tinggi. Walaupun skill aktif yang Kimansu miliki cukup OP, tapi dia tidak bisa menggunakannya karena belum mendapat 'awakening.'
Ada satu hal yang Kimansu sadari ketika mengintip status banyak petualang. Dia menemukan bahwa semua petualang rank-A ke bawah hanya memiliki satu elemen. Sedangkan dua element hanya dimiliki mereka yang sudah rank-S.
Dalam artian, sejak skill elemen keduanya terbuka, Kimansu bukan lagi petualang biasa-biasa.
"Klasik sekali. Ternyata si kecil itu menggunakan latihan ini bukan tanpa alasan. Aku kira hanya untuk mengurangi rasa takutku saja."
Kimansu tersenyum bangga. Namun tiba-tiba, nalurinya merasakan mara bahaya sehingga spontan melirik sesosok bayangan. Saat bayangan itu melemparkan sesuatu, Kimansu tidak berkedip mengamati jalur lemparannya.
Dia berhasil menghindari pisau itu tanpa secuil pun rasa takut. Pisau itu meleset beberapa senti saja setelah kepala Kimansu menghindarinya. Dengan telinga yang mulai tajam, dia mendengar seseorang bertepuk tangan.
"Hanya dalam waktu tiga hari nalurimu jadi setajam ini." Sosok itu berbicara saat dia melangkah mendekat. Kimansu langsung mengenalinya dari postur imut yang sosok itu miliki.
"Kamu darimana?" Kimansu bertanya. Dia merasa kesal Linx tinggal seenaknya.
"Menyelesaikan quest rank-S. Itu quest terakhirku di party lama. Tinggal dua hari lagi sebelum aku resmi jadi anggota party-mu." Linx melepaskan ikatan talinya. "Aku heran kamu sanggup bertahan tiga hari."
"Karena warga kota juga menyuapiku makan."
"Laki-laki apa perempuan?" Linx bertanya ketus.
Kimansu tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum saat Linx menyuapinya makan. Penampilan tertutup gadis itu malam ini, membuat Kimansu berani memandang posturnya lama-lama.
Linx langsung menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan.
"Aku masih pakai gear tempur. Belum sempat ganti pakaian," kata gadis itu, sambil melirik chainmail dan syal merah yang dia kenakan. "Aku kuatir dengan keadaanmu. Kamu mau aku sembuhkan?"
Kimansu terpana. Tanpa sadar dia mengangguk.
"Pejamkan matamu."
Kimansu menurutinya. Dia terkaget ketika merasakan metode penyembuhan itu ternyata berupa ...
'Sial, aku lupa kalau Linx itu kucing.' Kimansu merasa kegelian saat lidah kecil itu menjilati luka-lukanya. Saat dia mengintip, dia melihat gadis itu benar-benar cantik.
"Cukup segitu saja." Kimansu mencegah jilatan Linx berkelana terlalu jauh. Dia merenggangkan badannya dan memakai lagi pakaian yang tadi dia lepaskan.
"Kamu langsung pulang?" Linx bertanya.
"Iya. Sudah tiga hari aku tidak pulang. Si anjinx pasti mencemaskanku."
"Maksudmu Tuan Lupicratus? Aku sudah bilang ke dia kamu tidak pulang malam ini."
"Huh?"
Kimansu mulai berfirasat buruk. Sekali lagi, dia mulai curiga sifat kekucingan Linx akan menyeretnya ke masalah lain. Seperti kucing yang menyukai manusia, dia merasa bahwa Linx tidak akan melepaskannya.
Benar dugaannya. Linx berkata ...
"Malam ini ... kamu milikku, Kimansu."