Chereads / I Love You Prince / Chapter 3 - Hari keberangkatan

Chapter 3 - Hari keberangkatan

Setelah larut dalam kesedihannya selama dua minggu, Alesha kini sudah mulai menata hati dan perasaannya kembali. Apalagi dengan dukungan ibu dan teman-temannya, dia perlahan bisa membiasakan diri, dukungan mereka semakin membuat gadis itu bisa menerima kenyataan.

Dia sendiri sadar sebagai seorang anak yang menjadi satu-satunya harapan orang tua, diandi tuntuk untuk tidak bersikap egois. Dia harus memahami kalau semua ini adalah untuk kebaikan dirinya dan keluarga. Hal itu pula yang menjadikannya bisa mengubur dalam cita-citanya selama ini, apa pun itu demi orang tua yang dia sayangi.

"Kamu sudah siap sayang? tanya ibunya sambil membuka pintu kamar Alesha kemudian duduk disisi anaknya itu. Senyum lembut sang ibu membuat hati Alesha hangat dan gadis itupun membalas senyum ibunya.

"Iya ma, apakah mama tidak bisa ikut? temani Alesha di sana. Jauh dari mama, papa dan tinggal sendiri, Alesha rasanya tidak sanggup ma." Rengeknya sambil berharap ada sedikit mukjizat sehingga dia batal pergi ke Inggris melainkan ke Mesir.

Tapi lagi-lagi mukjizat yang dia harapkan itu tidak akan pernah ada setelah mendengar perkataan ibunya.

"Tidak bisa sayang, siapa yang akan menemani papamu disini, yang mengurus segala keperluannya? kamu harus mulai mandiri, menjadi seorang yang kuat. Lagi pula kamu tidak bakalan sendiri di sana karena paman

Herman dan istrinya akan terus memantau dan menjagamu, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." jelas sang ibu.

Alesha hanya mengangguk lemah sambil kembali memeluk ibunya, dia tahu kalau tidak akan ada jalan keluar lain lagi untuknya. Ini adalah takdirnua dan mau tidak mau dia harus menerimanya. 'Begitu sengsara nasibku ini'.Ratapnya dalam hati.

Tak lama kemudian ibu dan anak itu keluar dari kamar menuju ruang keluarga dimana tuan irwan berada. Melihat kedua wanita yang dia sayangi itu menghampirinya pria itu tersenyum.

"Sini sayang, papa ingin memeluk anak kesayangan papa dulu sebelum berangkat." Ucap Irwan sembari memeluk putrinya dengan hangat.

"Ingatlah nak, apa yang papa lakukan ini hanya semata-mata untuk kebaikan keluarga kita, kamu harus belajar untuk bisa menggantikan papa ketika papa sudah tidak mampu lagi kau mengerti sayang?" Irwan menatap lekat wajah putrinya, dia sangat yakin dengan keputusannya ini. Dia percaya Alesha akan berhasil.

Alesha yang sejak tadi terdiam dan terus memeluk ayahnya hanya mengangguk, matanya indahnya sudah basah, air matanya bagaikan air sungai yang mengalir menghanyutkan semua angan-angannya.

Melihat putrinya menangis, Yuni mengalihkan perhatian anaknya itu dengan mengingatkan bahwa keberangkatannya ke bandara sebentar lagi. Setelah puas meluapkan perasaan mereka akhirnya mereka bertiga menuju mobil yang sudah sejak tadi berada di depan pintu utama. Sesaat kemudian mobil melaju menuju bandara.

Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, Alesha masuk keruang tunggu dan menuju kepesawat yang akhirnya membawanya terbang ke Inggris. Tidak pernah sekalipun terbersit dibenaknya kalau dia akan kenegara itu, selama ini gadis itu hanya menginginkan negara Arab Saudi, Dubai, Turki dan yah Mesir.

Negara-negara itu membuatnya takjub dengan berbagai macam keindahan didalamnya. Belum lagi karena memang di sana lah tempat munculnya islam pertama kali membuat Alesha semakin ingin mendalami bahasa dan budaya yang ada disana.

Tapi kenyataan pahit yang memaksanya harus berada di atas pesawat yang membawanya ke tempat yang sama sekali dia tida ingin kunjungi. Bahkan bermimpi pun tidak. Pikirannya yang kalut membuat matanya berat dan tak berapa lama gadis itu sudah berada dalam mimpinya.

Suara notifikasi dari pilot tanda pesawat sebentar lagi akan mendarat membuat Alesha terbangun, matanya yang bulat digosok-gosoknya beberapa kali sambil mengingat-ingat dia ada dimana.

Seorang pramugari menghapirinya dengan senyum ramah sambil mengingatkan kalau pesawat sebentar lagi akan mendarat, membuat gadis itu tersadar kalau dia sekarang ada dalam pesawat menuju London.

Ingin rasanya dia kembali tertidur dan berharap ini cuma mimpi, akan tetapi ketika dirasakannya pesawat sudah melaju dijalan yang padat tandanya sudah berada dibandara gadis itu kemudian tersadar kalau yang harus dia lakukan adalah persiapan diri dan mental menghadapi segala yang akan terjadi di negara ini. Dan ketika pintu pesawat mulai terbuka, dia hanya bisa tersenyum dan berkata,

"Welcome me London! serunya sambil keluar dari pesawat itu dengan harapan baru.