KETIKA Ali menikah dengan Fatimah, Rasulullah menyuruhnya untuk Mencari sebuah rumah. Fatimah kemudian pindah ke rumah suaminya. Ia meninggalkan rumah kenabian dan di sambut rumah kewalian dan keimanan.
Di rumahnya yang baru, Fatimah memikul tanggung jawab yang besar. Kehidupan rumah tangganya harus bisa menjadi teladan bagi umat Islam. Rumah tangganya dipenuhi dengan kemurnian, ketulusan, dan kasih sayang. Ia dan sang suami saling menolong dalam melaksanakan urusan rumah tangga dan pekerjaan lainnya.
Pada awal kehidupan rumah tangga, mereka meminta pertimbangan keputusan kepada Rasulullah. Dalam hal pengurusan rumah, Rasulullah memutuskan bahwa Fatimah mengurus segala hal yang ada di dalam rumah, sedangkan Ali di luar rumah. Wajah Fatimah tampak senang dengan ketetapan Rasulullah kepada dirinya. Ia lalu mengatakan, "Tidak ada yang mengetahui kegembiraanku, kecuali Allah."
Fatimah sangat memahami bahwa wanita adalah benteng bagi rumah tangganya. Posisinya sangat penting dalam Islam. Apa bila wanita meninggalkan benteng tersebut, kemudian masuk ke medan lainnya, ia tidak akan mampu melakukan tugasnya untuk mendidik anak sebagaimana mestinya.
Peran dan pengaruh istri terhadap suaminya dalam kehidupan rumah tangga sangat besar. Kebahagiaan dan kesusahan, kemajuan dan kemunduran, ketenangan dan kesedihan, serta keberhasilan dan kegagalan suami berkaitan erat dengan peran dan perlakuan istri.
Rumah merupakan tempat paling nyaman untuk berlindung bagi seorang suami. Di dalam rumah, suami dapat berlindung dari keletihan hidup dan mempersiapkan diri menyongsong hari esok. Karena itu, seorang istri sudah semestinya bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup keluarganya di dalam rumah. Sebagaimana nasehat yang disampaikan Imam Musa bin Ja'far, "Jihad seorang istri adalah berlaku baik terhadap suami."
Fatimah berusaha dengan segenap daya upayanya untuk membahagiakan keluarganya. Ia berusaha senantiasa Ikhlas dalam melaksanakan kewajiban rumah tangganya, meskipun menemui berbagai kesulitan dan kesusahan.
Ali merasa terharu dan senantiasa memuji pekerjaan rumah tangga yang dijalani istrinya. Ia berkata kepada seorang salah seorang Bani Saad, "Benarkah kamu ingin aku menceritakan kepadamu tentang aku dan Fatimah? Sesungguhnya, ia adalah pendampingku dan akulah keluarga yang paling mencintainya. Ia melepaskan dahaganya dengan kendi hingga membekas di dadanya. Ia menggiling dengan penggilingan batu hingga bengkak kedua tangannya. Ia menyapu rumah hingga pakaiannya berdebu. Menyalakan api di bawah kuali hingga bajunya kotor dan percikan api menyentuh kulitnya. Aku berkata kepadanya, 'Sekiranya engkau menemui ayahmu dan meminta kepadanya seorang pembantu, tentu engkau tidak akan terkena bahaya pekerjaan ini.' "