Chereads / Mengenal Fatimah Az-Zahra / Chapter 23 - KETELADANAN SEBAGAI ISTRI (2)

Chapter 23 - KETELADANAN SEBAGAI ISTRI (2)

Fatimah kemudian menemui Rasulullah Saw. Di sana ia mendapati sekelompok orang sedang berbincang-bincang dengan ayahnya. Fatimah merasa malu, kemudian ia pun kembali pulang. Namun Rasulullah mengetahui kedatangan sang anak. Keesokan harinya, beliau menemui Fatimah dan Ali, Rasulullah berkata, "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam. Masuklah, wahai Rasulullah," jawab Ali.

Rasulullah kemudian bertanya, "wahai Fatimah, ada perlu apa kamu kemarin?"

Ali khawatir jika Fatimah tidak menjawab pertanyaan ayahnya, Rasulullah akan pergi. Karena itu, ia menyampaikan maksud kedatangan Fatimah ke rumah Rasulullah adalah untuk meminta pembantu.

Rasulullah pun bersabda, " Maukah kalian aku ajari sesuatu yang lebih baik dari pada pembantu? Apabila kalian berdua hendak tidur, bertasbihlah 33 kali, bertahmidlah 33 kali, dan bertakbirlah 33 kali. Semuanya berjumlah 100 dalam ucapan dan 1000 kebaikan dalam timbangan."

Riwayat lain menyatakan bahwa ketika Fatimah menceritakan keadaannya dan meminta pembantu, Rasulullah menangis dan berkata, " wahai Fatimah, demi Allah yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya di dalam Masjid terdapat 400 orang yang tidak mempunyai makanan dan pakaian. Sekiranya aku tidak takut, niscaya akan aku kabulkan permintaanmu. Aku tidak ingin pahalamu terputus darimu karena seorang hamba sahaya. Aku khawatir Ali akan berselisih denganmu di hadapan Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat saat ia menuntut haknya darimu." Rasulullah lalu mengajarkan Fatimah shalat tasbih, sementara Ali berkata kepada Fatimah, " Engkau semula menginginkan dunia dari Rasulullah, kemudian Allah memberi kita akhirat.

Sejak saat itu, Fatimah selalu ada untuk suaminya. Ia senantiasa memberi semangat kepada suaminya. Ia memuji keberanian dan pengorbananya. Ia juga membantunya menyiapkan diri menghadapi peperangan berikutnya. Fatimah menghilangkan sakit dan membuang keletihannya sehingga Ali mengatakan "ketika aku memandangnya, hilanglah kesusahan dan kesedihanku."

Fatimah tidak pernah keluar rumah tanpa izin dari suaminya. Ia tidak berbohong dalam urusan rumah tangga. Ia tidak pernah mengkhianatinya. Ia juga tidak pernah melanggar perintahnya. Karena itu, Ali membalas perlakuan istrinya dengan penghormatan dan kecintaan yang sama.

Di kisahkan pada suatu hari Fatimah secara tidak sengaja membuat Ali terusik dengan kata-kata yang ia ucapkan. Menyadari kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf berulang kali. Akan tetapi, melihat raut muka suaminya yang tidak berubah, Fatimah pun melakukan hal yang cukup lucu. Ia berlari-lari mengelilingi Ali seperti anak kecil. Tujuh puluh kali ia melakukan "tawaf" sambil merayu, memohon untuk dimaafkan. Melihat tingkah laku sang istri, tersenyumlah Ali yang kemudian memaafkan kehkilafannya.

Setelah kejadian tersebut, Rasulullah bersabda kepada Fatimah, "wahai Fatimah, kalaulah kala itu engkau meninggal, sedangkan suamimu Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menshalatkan jenazahmu."

Begitu pentingnya ridha suami terhadap istri. Fatimah memberikan teladan bagi kaum wanita, terutama para istri, tentang keutamaan menjaga perasaan suami. Ia juga mengajarkan mengenai ketulusan dan kesungguhan untuk meminta maaf.