Chereads / Senja di Atap Kirara / Chapter 2 - Dea

Chapter 2 - Dea

Teman sebangkuku ini berpostur agak mungil. pipinya sedikit chubby dan rambutnya di potong pendek. Dea tipe anak yang akan membawa camilan ke kelas, makan keripik saat guru menerangkan dan bahkan membaca komik di hp saat kami mengerjakan soal latihan. Singkat kata, Dea termasuk tipe yang tak peduli apapun. Gadis yang sudah duduk dua tahun denganku ini sama sekali tak mempedulikan pandangan orang tentangnya. Tapi memang tak banyak yang berkomentar buruk sebab Dea sangat manis.

Bulu matanya super panjang dan rambutnya sangat halus. Dea kadang memakai jepitan rambut dan bando ala kutu buku, tapi aku hampir tak pernah melihatnya membaca buku selain komik dan buku diary Erna yang selalu dicuri bacanya setiap kelas kosong. Dea nyaris tak ambil pusing masalah pelajaran. Dia bilang orangtuanya punya tambak udang dan kepiting berhektar-hektar yang cukup untuk membuatnya kebagian jatah makan selama setidaknya dua puluh tahun ke depan.

Dan walaupun ia tidak pernah kelihatan belajar, Dea sebenarnya sangat pintar di bidang sejarah dan kesenian. Dia bisa menghafal rute pendudukan jaman Jepang di luar kepala dan meraih nilai paling tinggi perlombaan melukis antar provinsi. Biar begitu, bagi Dea yang kadang diajak untuk bergabung ke geng geng populer, dia lebih memilih untuk duduk di sebelahku.

"Ogah! Gue ga mau panjangin rambut cuma buat dikibas kibas ke muka orang!" itu jawaban yang diberikan Dea saat Leony mengajaknya untuk duduk bersama gengnya di kantin. Leony yang murka pergi sambil mengibaskan rambutnya ke arah Dea dengan tatapan mencela.

"Kayak ga ada orang lain aja buat diajak," gerutu Dea sambil menyendok bakso ke mulutnya. "Lagian gue tau, mereka itu butuh huruf D untuk bikin LADY. Norak amat dih."

Dea kependekan dari Dealovita Sri Rahayu. Nama yang sangat berkebalikan dari artinya. Makanya Dea amat sangat tidak suka kalau ada yang memanggilnya dengan nama penuh, kecuali guru. Baginya, terawangan cicitnya yang mengatakan bahwa Dea akan tumbuh penuh cinta dan lemah lembut saat kelahiran Dea melukai harga dirinya yang bebas dan ingin tahu. Rasa ingin tahunya bahkan cukup untuk seumur hidupnya. Ia akan mencari tahu apa saja. Benar-benar apa saja, yang membawanya pada kesimpulan bahwa aku naksir berat dengan Rangga.

Aku masih ingat jelas ketika Dea memergokiku sedang menatap Rangga yg berpidato di depan kelasku saat mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Dea bahkan tak mengalihkan pandangannya dari komiknya ketika menyahut dengan suara kecil, "awas tumpah lo, Ra. Ngeliatin Rangga kayak rendang gitu."

Kontan wajahku memerah dan Dea tergelak dengan pelan. Aku berusaha melotot padanya dan Dea malah menaikkan alisnya tinggi. "Lagian Rangga ga ganteng-ganteng amat tuh. Menang body doang menurut gue." celanya sambil nyengir.

"Ih, ga ngerti lo. Udah pinter, cakep, tajir, baik pula. Sempurna dia tau!"

Dea tergelak lagi, kali ini suaranya teredam tepuk tangan saat Rangga menyudahi pidatonya. "Cieeeeeh ngaku nih? hahahahahaha."

Dan semenjak saat itu, Dea menggodaku habis-habisan sampai kadang dia tak peduli apakah kami sedang ulangan atau ada di rapat siswa. Tapi aku bersyukur. setidaknya Dea bukan tipe penggosip yang menyebarkan rahasia ke sana sini. Dengan patuh dia menjaga janjinya untuk tutup mulut walaupun aku harus menelan ancamannya seribu kali dalam sehari.

"Kalo emang suka, ya kejarlah. Ngeliatin pundaknya terus cuma bikin punggungnya bolong. Cari kesempatan kek, ngobrol apa gitu, siapa tau dia juga suka sama lo."

Aku menjulingkan mataku, menolak mentah-mentah saran Dea setiap kali kedapatan mencuri pandang ke arah Rangga. Lagipula kemungkinan Rangga untuk menyukaiku cuma satu dibanding satu miliyar. amat sangat mustahil sebab tak ada satu hal pun yang bisa membuat Rangga jatuh cinta pada perempuan kikuk sepertiku sementara banyak gadis-gadis berpostur model yang mendekatinya.

Dan bagiku, mendambakan cinta Rangga sudah cukup untuk membuatku terjaga di malam hari. Aku sepertinya tidak butuh tambahan dosis untuk tenggelam dalam depresi dan mengasihani diri sendiri lagi.

***