Keira merapatkan jaketnya ketika ia kembali menengok ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Keira menenangkan jantungnya yang mulai berdentum tidak nyaman setelah beberapa rumah terlewati di jalan seukuruan satu setengah meter tersebut.
Lagi-lagi ia pulang terlalu malam. Keira tidak sadar bahwa hari telah malam karena terlalu asik menelusuri buku-buku di rumah salah satu teman SDnya yang berkata menjual buku-buku langka bahasa Inggris di Jalan Sasrowijayan, Yogyakarta. Hanya saja akhirnya ia memutuskan untuk pulang karena mama-nya baru saja menelpon, berkata bahwa ia akan menjemput Keira. Mama Keira tidak tahu rumah temannya karena terlalu masuk ke dalam gang, dan ia tahu mamanya pasti akan kebingungan untuk mencarinya.
Hawa di gang pasar kembang hari ini tidak seperti biasanya, sangat sepi, padahal biasanya ia bisa melihat ada wanita-wanita dengan baju minim duduk di selasar rumah, atau di teras rumah mereka, dan Keira tahu benar apa yang ditunggu oleh mereka. Keira berada di wilayah paling ekstrim di Yogyakarta, dan ia merasa dirinya tidak memiliki masalah dengan hal tersebut karena ia selalu baik-baik saja ketika berkunjung ke rumah temannya itu, makannya ia juga menolak untuk diantarkan keluar gang oleh temannya. Mungkin kemarin sempat ada razia di daerah ini, jadi mungkin aktivitas tidak senonoh sedang diliburkan.
Keira mengecek jam tangannya dan mengerutkan kening. Pukul 23.30 WIB, ia pasti kena semprot mamanya deh. Ia merogoh kantongnya dan mengambil handphone, tetapi handphonenya sudah mati. Semoga mamanya tetap menunggu di tempat yang tadi sudah mereka berdua janjikan.
Lalu saat itulah ketika ia menabrak seseorang. Keira mengangkat kepalanya dan langsung membelalak mendapati seorang bapak-bapak setengah baya sedang menatapnya dengan senyum miring. Tubuh Keira langsung membeku. Keira harus melewati beberapa rumah dan toko lagi untuk bisa sampai ke jalan raya, tetapi tubuh pria gempal di depannya ini nyaris menutupi seluruh gang. Keira mencoba untuk mundur, tetapi pria baya itu memegang kedua lengan atas Keira, membuatnya bersingut jijik dan ingin kabur.
"Cantik-cantik keluar jam segini, emang sengaja mau kasih sambutan ya?"
Keira menggelengkan kepalanya, "Maaf, saya bukan orang sini."
Tapi Keira tidak bisa melewati Bapak itu, malah tubuhnya terdorong mundur. "Waduh, mau jual mahal ya? Boleh. Kamu biasa dibayar berapa? Saya bisa kasih lebih."
Keira tetap berusaha untuk menyingkir dan menjauh dari pria tersebut. Ia mundur, meskipun diikuti oleh si bapak-bapak itu, tapi kemudian langkahnya terhenti ketika ia merasakan ada tubuh di belakangnya.
Keira mendongakkan kepalanya, dan ia melihat pria paling tampan yang pernah ia temui seumur hidupnya. Laki-laki itu melihatnya tanpa ekspresi, hanya melirik ke arah Keira dan pria paruh baya itu.
Kemudian laki-laki di belakangnya tersenyum sinis, dan mendongak ke arah pria paruh baya di depan Keira. Tiba-tiba saja laki-laki ini sudah memegang pergelangan tangannya. "Maaf, pak, dia datang kesini sebagai pesanan saya. Spesial, dia memang bukan orang sini."
Begitu saja, dan Keira diseret menjauh dari bapak tersebut dan berjalan kembali ke arah rumah temannya.
Jantung Keira berdegup sangat kencang, karena ia baru saja menyadari bahwa ia jatuh tertimpa tangga. Atau keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya?
Apapun sebutannya, Keira tahu bahwa ia semakin jauh dari posisi mamanya. Keira mencoba untuk menarik tangannya agar terlepas, tapi yang dilakukan laki-laki itu hanya menyipitkan mata padanya sambil menengok ke belakang Keira. Setelah berjalan beberapa rumah dan berbelok, barulah laki-laki itu berhenti. Tanpa banyak bicara Keira langsung berusaha kabur, tapi ia lupa tangannya masih dipegang jadi Keira tidak bisa kemana-mana.
"Sst. Dia belum pergi."
Tubuh Keira langsung mepet ke belakang ketika wangi laki-laki di depannya ini menerpa hidungnya. Bagaimana mungkin di daerah ini ada hidup pria tampan sepertinya?
"Siapa yang belum pergi?" tanya Keira, yang hanya dibalas dengan tatapan kesal oleh laki-laki tak dikenalnya itu. Merasa kesal karena pertanyaannya tidak dijawab, Keira balas mengerutkan dahinya "Aku ditungguin mamaku di ujung gang. Aku nggak mau mamaku khawatir."
Laki-laki itu tidak banyak merespon. Tatapannya masih terpaku ke balik dinding, ke arah laki-laki paruh baya tadi berdiri. Akhirnya Keira menyerah dan diam. Setelah beberapa saat barulah tangannya dilepas dan laki-laki itu menjauhkan tubuhnya dari Keira.
"Ayo aku anter kamu ke ujung gang."
Keira tidak percaya. Ia menyipitkan matanya curiga.
"Kalo kamu jalan sendirian jam segini di gang sepi kayak gini, hal-hal kayak tadi gak bisa dihindarkan. Beruntung aku tadi lewat."
Keira masih menyipitkan matanya "Jadi kamu nggak akan macem-macem?"
Bukannya menjawab, laki-laki ini malah berkata "Kamu jangan sering-sering main kesini jam segini. Bahaya buat cewek kayak kamu."
"Kayak aku gimana?"
Baiklah. Mungkin Keira terlalu terbawa suasana karena tidak biasanya ia tertarik untuk bicara dengan orang asing. Tapi kapan lagi ia bertemu dengan laki-laki tampan?
Laki-laki itu hanya menyusurkan matanya dari sepatu hingga kepala Keira. Laki-laki itu memandang Keira tanpa ekspresi, tetapi tatapan matanya begitu tajam dan menusuk, membuat bulu kuduk Keira berdiri. Setelah menatapinya lama, laki-laki itu mendengus sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana panjangnya. "Kayak kamu. Jadi kamu mau ikut aku atau aku tinggal sendirian disini?"
Tentu saja Keira tidak mau ditinggal sendirian di jalanan sepi itu, jadi akhirnya ketika laki-laki itu membalikkan tubuhnya, Keira mengikuti dari belakang.
Dari belakang, Keira tidak bisa berhenti mengagumi postur laki-laki ini. Tubuhnya sekitar 20 cm lebih tinggi darinya, memiliki postur tegap, berisi tapi padat.. Ia memiliki tubuh yang bidang dan tampak sering berolahraga, jika memperhatikan otot di tangannya. Keira bisa menduga kalau laki-laki ini pasti menang kalau disuruh berkelahi.
Keira merasa tidak seperti dirinya sendiri berjalan di belakang orang dalam keadaan sesepi ini, jadi ia akhirnya berjalan di samping laki-laki itu. Sepertinya laki-laki ini bahkan tidak sadar ia berjalan di sampingnya.
"Kamu orang sini?"
Laki-laki itu tidak menjawab, dan itu membuat Keira risih. Keira tidak pernah suka diabaikan. "Kamu kenapa disini malam-malam jam segini? Ada urusan juga?"
Keira justru mendapat pelototan mengerikan dari laki-laki itu, tapi tetap tidak dapat jawaban yang ia inginkan, yang ada ia malah dikatai "Jalan aja, nggak usah banyak omong."
Begitu saja, Keira tidak bisa mengajak laki-laki ini bicara. Huh. Pendiam akut. Tak lama kemudian akhirnya mereka keluar dari gang Sasrowijayan dan berhadapan dengan jalan Malioboro yang masih memperlihatkan beberapa motor lalu lalang. Pusat kota ini mana pernah benar-benar sepi.
"Mama kamu yang mana?" tanya si orang asing. Keira segera mengedarkan pandangannya ke tempat janjiannya dengan mama Keira, dan disitulah ia melihat mobil mamanya.
"Ah itu," kata Keira sambil menunjuk mobil mamanya. Setelah yakin bahwa mamanya masih disana, ia berbalik untuk mengucapkan terimakasih. Tapi tepat ketika ia berbalik laki-laki itu sudah berjalan beberapa langkah ke arah sebaliknya. Menyebalkan!
Keira bahkan tidak tahu namanya.
Akhirnya Keira memutuskan untuk memikirkan si orang asing itu nanti dan ketika sampai di mobil mama Keira, ia langsung mengetukkan jendelanya. Mama tertidur di dalam mobil dan langsung tersentak ketika menyadari Keira berada di luar mobil.
Tak pakai lama kaca mobil langsung terbuka "Kamu kenapa lama banget sih, Kei? Trus hp mu kenapa mati nggak bilang mama? Mama kan khawatir kamu kenapa-napa! Mama nggak tau kamu itu dari gang mana! Cepet masuk!"
Keira menahan nafas untuk setiap kata-kata yang keluar dari mamanya. Wajahnya terlihat sangat khawatir. Kalau begitu Keira tidak akan bercerita tentang apa yang menghadangnya malam ini. Ia memutari mobil dan membuka pintu penumpang.
"Kei nggak apa-apa, ma. Lagian tadi Kei juga ditemenin kok."
"Ditemenin siapa?"
"Ditemenin sama temennya Kei," jawabku acuh, berharap tidak membuat mama semakin khawatir. Setelah mama memandangiku curiga, akhirnya ia menyalakan mobil. "Kamu nggak boleh main sampai jam segini lagi. Ini terakhir ya, Kei? Kamu denger mama? Lagian kenapa kamu nggak bilang sih kalo kamu pergi sampai jam segini udah tau mama sama papa lembur...."
Itulah akhir dari malam Keira yang aneh. Kupingnya panas diceramahi sang mama sepanjang perjalanan. Keberadaan orang asing itu? Bahkan beberapa hari setelahnya ketika Keira datang lagi ke toko buku temannya, dia tidak mengenal ada orang yang tinggal disana dengan deskripsi yang Keira sebutkan itu. Rasanya orang itu tidak pernah benar-benar ada. Mungkin ia hanya malaikat penyelamat Keira yang diturunkan oleh Tuhan karena ia berbuat baik. Tapi tetap saja penasaran, alangkah baiknya ia bisa bertemu dengannya lagi.
***
Terimakasih sudah membaca :)) Jika berkenan silahkan vote dan komen ya. Kritik dan saran sangat membantu terimakasih..