"Kei! Buset ni cewek, aku ngomong kayaknya nggak masuk kuping kamu ya? Langsung masuk mana? Tenggorokan?"
Keira menoleh lagi ke arah Renata dengan matanya yang berkedip beberapa kali.
"Dasar, kamu nggak tahan liat cowok cakep ya?"
Keira meringis. Setengahnya karena benar, setengahnya lagi... yah, alasan yang sudah pernah Keira sebutkan sebelumnya.
"Kalo kamu emang pingin banget deket sama Dion, deketin dong, jangan dilihatin mulu. Ini aku tiga hari udah nggak kehitung berapa kali lho ngedapetin kamu lirik-lirik ke Dion."
Sebenarnya memang itulah kenyataannya. Semakin Keira mengamati Dion, ia semakin yakin bahwa Dion ini memang tidak punya teman. Entah Dion yang menarik diri, orang-orang yang takut kepada Dion, atau ada sesuatu dalam diri Dion yang membuat anak-anak tidak mau berada dekat dengannya. Seringkali Keira mendapati Dion berjalan kesana kemari sendirian, pulang sendiri, makan sendirian, kadang istirahat hilang kemana dan tahu-tahu Keira pernah mendapatinya sedang duduk diparkiran. What the hell was he doing there?
Tapi seperti kata Renata tadi, sebenarnya Keira memang tidak berniat untuk tidak mendekati Dion. Maksudnya, sebagai teman. Keira sering mendapati beberapa anak mendekati Dion tapi langsung mundur karena Dion jutek banget. Keira harus mempersiapkan diri jika ingin mengambil langkah yang sama. Entah kenapa melihat Dion menggerakkan sesuatu dalam diri Keira untuk bisa akrab dengannya dan tahu lebih banyak tentang Dion.
Keira tersenyum. "Kamu bener juga, Ren."
Mata Renata melebar ketika melihat Keira beranjak dari bangkunya "Ha? Ap... Kei kamu mau kemana?" Renata berbisik panik ketika ia mendapati Keira sudah jalan ke seberang ruangan, tepatnya ke tempat dimana Dion sedang duduk. Saat ini mereka sedang melakukan tugas mandiri di kelas atau perpustakaan, jadi kelas setengah sepi saat ini dan itu memberikan Keira keleluasaan untuk melakukan niatnya yang muncul tiba-tiba.
Keira mendapati Dion sedang menatap keluar jendela, seperti biasanya. Keira berdiri di samping meja dan berdeham.
Dion menengok ke arahnya lamat-lamat dan menatap Keira tanpa ekspresi, kalau tidak dibilang sebagai tatapan bosan.
"Kamu masih inget aku?"
Dion diam saja, hanya menggerakkan bulu matanya melakukan scan cepat terhadap tubuh Keira, setelah itu, dia tidak menjawab apa-apa. TIba-tiba rasa percaya diri Keira melorot dan ia yakin ia akan berakhir seperti cewek-cewek lain yang selalu kabur begitu berhadapan dengan Dion. Keira sudah merasa seisi kelas menatapnya, seolah ini adalah pemandangan paling menarik untuk mereka. Berusaha untuk tidak merasa tersinggung, Keira duduk di bangku sebelah Dion yang kosong, Dion langsung melotot kesal kepadanya tapi tidak mengatakan apa-apa.
Kali ini Keira bicara dengan suara yang lebih pelan, memperkecil penonton yang mau menyaksikan apa yang akan terjadi.
"Ya ampun, kamu nggak inget? Aku, yang sebulan lalu kamu tolongin waktu aku di Jalan Pasar Kembang ituu.. yang ketemu sama bapak-bapak?"
Ekspresi Dion tetap tidak berubah, malah kali ini terlihat malas, seolah orang-orang seperti Keira ini sudah biasa melemparkan diri kepada Dion.
Mulai merasa emosinya tersulut, Keira balik menyipitkan matanya. "Ya ampun, gimana caranya kamu mempertahankan ekspresi kayak gitu?"
Iseng, Keira mencoba meniru ekspresi malas Dion. Kalau mau ngajak tatap-tatapan, ayo!
Dua puluh detik kemudian, Keira berkedip, dan Dion mendengus sambil tersenyum masam sebelum mengalihkan kepalanya kembali keluar jendela sambil berpangku tangan, sepenuhnya mengabaikan Keira
Keira melongo, dan karena ia merasa tidak ada gunanya mengajak orang seperti Dion bicara, ia kembali ke bangkunya, yang sudah disambut tawa tertahan oleh Renata.
Keira menatap Renata bosan "Apaan? Kalo mau ketawa ya ketawa aja!" sungut Keira, dan itu langsung membuat Renata bersama gadis-gadis di belakangnya tertawa. Keira memutar kepalanya, tidak menggubris mereka yang mengejek Keira sambil tertawa.
"Lagian kamu sih, Kei, udah dibilangin juga. Dion itu orangnya sinis tingkat dewa!"
Akhirnya selama sisa pelajaran yang tidak tahu harus dihabiskan dengan apa, Keira harus menahan ejekan teman-temannya.
***
Hal yang paling dibenci oleh Keira adalah kebiasaannya yang tidak mau menyerah. Mungkin banyak orang berkata bahwa tidak mudah menyerah adalah hal yang baik, tapi itu jika diterapkan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, misalnya untuk meraih cita-cita.
Masalahnya, Keira selalu tidak menyerah untuk mengetahui hal-hal yang bersifat konyol. Ia pernah tidak menyerah menangkap kucing yang terang-terangan tidak mau dipelihara olehnya, dan ketika Keira memaksakan diri untuk memelihara kucing yang baru lahir itu, dua minggu kemudian kucing tersebut mati karena jatuh dari kardus yang ditaruh Keira tinggi di atas bangku. Ia juga pernah tidak menyerah untuk membantu mamanya memasak untuk acara arisan di rumah, padahal mamanya jelas-jelas menyuruh Keira untuk membantunya membuat adonan, akhirnya Keira ketumpahan minyak dan berbulan-bulan harus bertahan dengan bekas tangannya karena melepuh.
See? Itu merupakan sifat natural Keira yang bentuknya paradox, sehingga hal tersebut tanpa bisa dicegah akan terus berlanjut. Keluarga Keira hanya berharap sifat itu suatu saat akan diterapkan untuk hal yang baik.
Melakukan hal seperti yang dilakukan Keira saat ini, jelas bukan merupakan hal yang bijak. Jelas-jelas Keira selalu diacuhkan oleh Dion, dan penolakan dingin Dion di kelas tadi jelas sudah memperjelas maksudnya. Tapi Keira tidak bisa menghentikan diri ketika melihat Dion masuk ke perpustakaan.
Keira suka membaca, tapi mengetahui bahwa Dion juga suka membaca entah kenapa membuat perut Keira bergelitik. Ketika perutnya mengalami kontraksi demikian, Keira pasti akan langsung mengikuti instingnya. Ia mendapati Dion duduk di salah satu kursi sendiran, dan Keira duduk di hadapan Dion. Keira berusaha pura-pura tengah membaca buku, tapi ia tidak berhenti melirik ke arah Dion yang sedang sibuk membaca.
Mendadak Keira penasaran apa buku yang sedang dibaca oleh anak sepintar Dion, jadi Keira menundukkan kepalanya untuk melihat judul bukunya. Anehnya tanpa sadar kepala Keira semakin menunduk hingga menempel meja, dan saat itu ia mendapati kalau Dion ternyata juga menurunkan bukunya semakin kebawah hingga halaman sampulnya menghadap ke atas meja. Keira mengangkat kepalanya, dan ia langsung mendapati Dion yang melotot ke arahnya.
Keira berusaha untuk pura-pura mengantuk agar tidak ketahuan kalau ia dengan memalukan sedang sengaja mengikuti Dion hingga perpustakaan. Keira yakin sebentar lagi ia akan mendapatkan nominasi sebagai penguntit Dion nomor satu di kelas, kalau bukan di sekolah. Keira berdiri dari bangkunya dan mendatangi salah satu rak yang berada di dekatanya. Ia pura-pura mencari-cari buku. Hmm... pura-pura mencari apa ya?
Tangan Keira menyusuri buku-buku di rak tersebut tanpa tahu apa yang dicari olehnya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang batuk di belakangnya, sontak ia langsung berbalik dan mendapati Dion masih menunduk membaca apapun yang dibaca olehnya. Mata Keira menyipit, ia terus mengamati gerak-gerik Dion, rasanya ini posisi yang pas karena Dion tidak akan tahu ia sedang mengamatinya lekat-lekat. Hanya saja tiba-tiba tangan Keira yang masih menyusuri buku-buku rak itu tertumbuk pada susunan buku vertical yang membuatnya kaget sehingga ia berbalik sejenak, tapi terlambat. Tumpukan buku yang disenggol olehnya terllau tinggi, sepertinya sengaja karena belum disusun rapih lagi, dan itu membuat mata Keira membelalak ketika tumpukan itu bergoyang kemudian....
"Aw!"
Kepala Keira terkantuk oleh buku pertama yang berada paling atas sebelum disusul oleh tumpukan dibawahnya, sudah begitu, karena Keira berpegangan pada buku-buku lainnya yang disusun horizontal, satu tangannya menarik hampir semua yang disentuh tangannya sehingga alhasil, buku-buku itu menghasilkan suara gedebum ketika semuanya jatuh secara serempak.
Keira melongo melihat kekacauan di hadapannya, mendadak beberapa orang sudah sibuk melirik ke arahnya dengan wajah ditekuk seratus. Bagus, Keira merusak mood semua orang di perpustakaan.
Sambil tersenyum menyesal kepada para pengunjung perpustakaan, Keira jongkok dan mulai memunguti buku-buku yang ia jatuhkan sambil mengutuk diri sendiri. Sialan, sialan. Kenapa harus sibuk ngeliatin si Dion sih? Sekarang saja ia tidak berani menghadap ke belakang. Bodoh! Rasanya Keira benar-benar ingin mengubur dirinya saat itu juga dan tidak keluar lagi sampai renkarnasi berikutnya.
"Ya ampun, mbak! Kamu ngapain sih? Kan jadi berantakan!"
Keira menengok dan kali ini orang yang merengut kepadanya adalah si petugas perpustakaan. Huh, tentu saja.
Saat itulah ia sempat melirik ke arah Dion, dan cowok itu sedang menggeleng-geleng kesal kepadanya. Menyebalkan!
.
.
.
.
.
Renata dan Abi hanya melongo mendengar penuturan cerita Keira yang bodoh tadi siang. Ngomong-ngomong, Abi adalah ketua OSIS dan jangan bertanya kenapa Keira bisa dekat dengan si ketua OSIS. Simply karena ia adalah sahabat si wakil ketua OSIS. Satu lagi, mereka saat ini sedang berada di ruang OSIS kalau kalian butuh informasi lebih lanjut.
"Kenapa temen kamu bodoh gini sih, Ren?" tanya Abi tidak habis pikir. Kepalanya menggeleng-geleng.
Renata membalasnya dengan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Memang ya mereka berdua ini!
"Kamu tau, bahkan secerewet-cerewetnya aku, aku nggak sebodoh kamu, Kei. Kamu ngapain sih kayak penguntit gitu ngikutin si Dion sampe perpustakaan segala, jelas-jelas kan dia udah malu-maluin kamu di kelas tadi. Oya, bi, ngomong-ngomong aku udah cerita belum waktu tadi dia dicuekin di kelas?"
"Udah, kamu cerita berkali-kali, Ren."
"Aku bukan penguntit! Aku penasaran!" Keira membela diri.
"Penguntit, penasaran. Sama-sama ngikutin orang kemana-mana kan? Serem amat sih, Kei, jangan-jangan aku temenan sama..." Renata menggantungkan kalimatnya, membuat Keira geram dan melotot pada temannya.
"Sama apa? Penguntit? Ya ampun, Ren, kamu bener-bener ngira aku stalker parah ya? Yang bakalan ngikutin Dion kemana-mana, trus bawa-bawa senjata buat nyerang dia, gitu? Atau bakal ngumpulin foto-foto dia, gitu? Aku kan cuma penasaran, Ren! Aku penasaran kenapa dia selalu sendirian, kenapa dia punya usaha sepatu di usia muda gini, trus dia orang tuanya kemana kok biayain sekolah sendirian, kenapa..."
"Woi, woi..." Abi memotong Keira "Aku ngerti, Kei, aku ngerti. Hahaha. Kalian ini dasar ya, bikin telingaku panas aja sama-sama cerewet emang kalian berdua."
"Aku nggak cerewet!" bantah Renata sewot.
"Aku juga enggak!" kali ini Keira ikut membalas. Abi melongo lagi, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya kagum melihat dua makhluk ini ada di ruangannya.
"Ehm, terserah kalian mau ngomong apa. Aku mau ngerjain laporan OSIS dulu." Abi mulai beranjak dari duduknya kemudian berjalan ke arah ruangan lain sebelum ia menengok ke arah Keira dengan senyum supportive nya "Semangat ya Kei nyari tahu tentang Dion."
Keira menekuk wajahnya.
"Jadi, kamu pingin tau apalagi sih tentang Dion? Aku kan udah cerita semuanya," lanjut Renata.
"Nggak cukup. Dan nggak akurat."
"What??Hellooo. Kamu bilang informasi dari aku nggak akurat? Ya ampun, Kei, menurutmu berapa orang di sekolah ini yang mau ngelakuin segalanya cuma buat bisa dapet informasi dari aku? Omg, kamu temenan sama orang hebat di sekolah ini dan kamu bilang masih kurang?"
Keira hanya mengerucutkan bibirnya. Dia tahu kalau kemampuan Renata dalam mengetahui segalanya di sekolah ini memang tidak ada duanya. Siapapun berusaha untuk bisa dekat dengan Renata, ngobrol, kemudian minta informasi tentang gebetan mereka. Keira juga tahu bahwa Renata telah bercerita banyak tentang Dion, dan bahkan ia lebih jelas ketika menceritakan tentang artikel yang pernah dibaca Keira mengenai usaha Dion, jauh lebih jelas daripada artikel itu sendiri. Tetapi Keira butuh lebih, ia butuh lebih dari sekadar informasi.
"Kamu ini kurang bersyukur, Kei, kamu udah menjatuhkan harga diriku."
Ketika Keira menoleh ke arah Renata, ia mendapati temannya terlihat benar-benar kesal. Keira tertawa kecil kemudian memeluk sahabatnya dari samping. "Maaf ya, Ren, aku ngomong gitu. Maksudku nggak akurat itu karena aku nggak kenal dia secara langsung. Aku... pingin jadi temennya Dion."
"Kenapa?"
Keira mengangkat bahunya. "Entahlah. Kamu pernah aku certain kan kalau Dion itu pernah nolongin aku waktu aku sebulan yang lalu?"
Renata mengangguk.
"Dia orang yang baik. Harusnya dia bisa punya temen."
Kali ini Renata bingung. Sebenarnya Renata tidak tahu bagaimana cara kerja kepala Keira, mungkin itu juga yang membuat Renata mau berteman dengan Keira. Keira selalu melihat kemungkinan-kemungkinan dari sisi yang positif. Tidak banyak orang yang tidak menyerah terhadap sesuatu, dan itu membuat Renata kagum terhadap semangat Keira.
"Eh?"
Renata yang sedang memikirkan perkataan Keira tiba-tiba pikirannya buyar ketika mendadak Keira sudah melepaskan pelukannya dan berada di seberang ruangan, di pintu keluar OSIS.
"Kenapa, Kei?"
Keira terdiam di ambang pintu, tatapannya sibuk ke arah lapangan, ke arah siswa-siswa yang sedang sparing taekwondo.
Ketika Renata ikut berjalan ke arah pintu, akhirnya ia tahu apa yang membuat perhatian Keira sepenuhnya teralihkan. Tentu saja karena ada Dion disana, sedang melakukan sparing. Sebenarnya Renata memang tahu kalau di suatu waktu, ekskul taekwondo sering melakukan kegiatan di lapangan, tidak di hall dekat ruang taekwondo seperti biasa. Tapi ia pikir itu bukan informasi yang penting, sampai hari ini, ketika ia melihat Keira duduk di ambang pintu, dengan wajah yang berbinar melihat ke arah lapangan, ke arah Dion yang sudah berhasil membanting lawan-lawannya.
Saat itulah Renata sadar, bahwa sahabat barunya ini bukan sekadar penasaran dengan Dion. Keira jatuh cinta kepada Dion.
***