1 bulan kemudian
Meskipun sudah sebulan Keira dan keluarganya tinggal di Yogyakarta, tapi urusan pemindahannya ke sekolah baru selesai satu minggu yang lalu, dan ini adalah satu minggu pertama ia sekolah disini. Siapa sangka kalau transfer anak SMA lebih ribet daripada transfer anak SD?
Keira kira sehari ia menginjakkan kaki di kota ini ia langsung bisa sekolah, walaupun bukan berarti ia tidak menikmati liburannya sebulan di Jogja sih, tapi tetap saja, prosesnya lama. Ini adalah keempat kalinya ia kembali pindah sekolah karena mengikuti bisnis papa yang kerjaannya keluar kota atau keluar negeri.
Keira SD pindah dua kali, SMP sekali, dan ini yang keempat, kepindahannya di kelas 2 SMA. Untung saja umurnya sudah 17 tahun dan ia harus menetapkan mau bikin KTP sebagai orang mana, dan ketika ia keliling-keliling Jogja dan menikmati kota ini, kelihatannya Keira akan memutuskan menjadi orang sini saja. Pastinya papa dan mamanya sudah punya rumah di kawasan ini dan Keira sudah bilang bahwa ia akan tetap di Yogyakarta kalaupun papa memutuskan untuk dinas lagi dan mama yang berjualan butik harus pindah lagi.
Anyway, saking seringnya mamanya harus ikut papa kemana-mana, jadilah butik mama Keira sekarang ikut bercabang dimana-mana, dan sebulan ini jelas mama terlalu excited membangun satu cabang lagi di Yogyakarta. Keira saja harus mengingatkan kalau ia masih harus mengurus pemindahannya ke sekolah baru.
Seperti kepindahan sebelumnya, tidak sulit untuk berteman lagi. Keira bersyukur ada darah extrovert dalam dirinya sehingga Keira bisa dengan mudah bergaul dengan orang-orang yang bahkan baru Keira kenal sehari. Keira langsung bersahabat dengan Renata, si wakil ketua OSIS yang sekelas dengannya ketika Keira masuk kelas untuk pertama kali. Keira bertemu dengannya di lorong ketika hari pertama Keira sekolah. Ia tersesat dan menabrak Renata yang juga terlambat, jadi mereka sama-sama terlambat. Sebagai ucapan maaf Renata mengantarkannya ke kelas yang ternyata adalah kelasnya juga. Ia juga yang mengenalkannya dengan tempat-tempat di sekolah ini. Keira bersyukur Renata adalah teman yang baik meskipun seringkali ia terlalu banyak mengetahui seluk beluk sekolah ini hingga ia punya tendensi untuk bergosip.
Keira merasakan seseorang menyenggolkan.
Tentu saja Renata yang menyenggolnya, siapa lagi?
Keira mengangkat kepalanya dari atas meja dan mengerutkan kening kepada Renata.
"Kamu nih selalu tidur deh, Kei, kalo pelajaran."
"Aku nggak suka belajar," jawabnya sekenanya. Renata hanya menggeleng-geleng kepala, tapi ada hal lain yang ia lakukan selain itu. Tubuhnya naik turun, seolah ingin melihat ke luar jendela.
"Kenapa sih, Ren?" tanya Keira mulai merasa penasaran karena tak hanya Renata yang melakukannya, beberapa anak juga mulai berdiri untuk menengok keluar jendela?
Keira? Ia terlalu mengantuk bahkan untuk beranjak dari kursi. Omong-omong, apakah pelajaran sudah selesai? Ia rasa begitu, karena ia tidak melihat lagi bu Ami, guru bahasanya, di depan kelas.
Renata tidak menjawab, tapi setelah beberapa lama sibuk menengok ke luar jendela, akhirnya ia duduk kembali ke bangku di sampingnya. "Dia dateng juga."
"Siapa?"
Renata mengangkat alisnya "Dion."
Giliran Keira yang mengangkat alisnya "Dion?"
"Dion, Dion, Dion Anggara Putra," kata Renata mulai kesal karena Keira tidak juga mengerti apa yang sedang ia bicarakan.
"Iya, maksudnya dia itu siapa? Orang penting?"
Kali ini barulah Renata menatapnya nanar "Ya ampun, Kei, kamu nggak tau Dion? Kan aku udah sering cerita ke kamu?"
Mungkin terlalu banyak cerita yang berusaha disesali Renata ke dalam kepala Keira hingga tanpa sadar setiap info mulai jatuh berceceran. Melihat tatapan blank dari Keira akhirnya Renata tahu bahwa teman barunya ini lebih sering tidak mendengarkan ketika ia bicara.
Dengan wajah frustasi dan lelah, akhirnya Renata menjelaskannya lagi kepada Keira. "Dion itu anak paling pintar dan mungkin paling ganteng di sekolah kita. Dia selalu juara kelas, selalu juara sekolah, sering ikut lomba sains, tapi temperamennya jelek banget. Itu lho, yang aku certain ada cowok yang baru kena skors gara-gara nolongin orang yang di-bully."
Yah, sedikit-sedikit Keira mulai ingat, jadi ia mulai mengangguk-angguk.
"Nah itu dia!" bisik Renata dengan semangat. Mengikuti arah pandang Renata akhirnya Keira tahu siapa yang sedang ia bicarakan.
Keira langsung saja terduduk tegap. Matanya membelalak kaget. Jantungnya berdentum kencang karena ia mengenal laki-laki itu.
Selama satu bulan ini, Keira sering berharap dan membayangkan kalau ia tidak sengaja bertemu lagi dengan laki-laki yang sudah menyelamatkannya malam itu. Tapi semakin hari ia semakin yakin kalau mungkin laki-laki itu hanya halusinasi di kepalanya dan pada kenyataannya malam itu ia mengatasi masalah itu sendiri.
Hanya saja laki-laki ini, Dion, yang berjalan masuk dengan seragam putih-kotak-kotak-biru yang sangat pas di tubuhnya, membuat tubuh Keira kaku seketika. Laki-laki itu jelas bukan sekadar halusinasi! Ia berjalan tepat di depan Keira!
Keira malah nyaris tidak mendengarkan Renata yang sibuk mengoceh di sampingnya "... yah pokoknya jangan deket-deket dia deh, level cewek yang bisa deket sama dia itu beda, anak kuliahan atau kantoran semua, bukan sepantaran kita. Dih, kalo kita mah, deket dikit langsung lari terbirit-birit setelah dapet tatapan mautnya... Tingkat sosialnya juga beda... kerasa banget pokoknya, kalau dia itu terkesan dark...."
Sisanya kembali keluar dari telinga Keira karena yang Keira sadari saat itu adalah betapa tenangnya laki-laki ini. Berjalan dengan penuh percaya diri, tapi tidak repot menengok ke kanan kiri dimana semua perempuan di kelas ini sedang memandang ke arahnya penuh damba. Ia terus berjalan sampai ia berhenti di kursi dekat jendela dan duduk disana tepat setelah tatapannya mengusir seorang siswa berkacamata.
Seseorang menyikut Keira, ia menoleh ke samping Renata yang sedang memandangnya dengan kesal "Kamu dengerin aku nggak sih, Kei?"
Keira mengedipkan matanya "Oh, maaf, maaf, kamu bilang apa tadi?"
Renata menyipitkan matanya "Tuh kan, kamu terhipnotis sampe nggak dengerin aku ngomong apa." Kemudian Renata memegang kedua lengan atas Keira sambil menggoyang-goyangkannya "Walaupun dia pintar dan tampan kamu nggak boleh dekat-dekat sama Dion, Kei, dia itu nggak bisa dideketin deh, liat, dia tuh nggak punya temen, kebanyakan musuh, dia nggak mau deket sama siapa-siapa."
Mendengar hal tersebut Keira kembali menengok ke arah Dion. Laki-laki itu hanya menengok ke luar jendela sambil berpangku tangan, tidak tertarik dengan keramaian di kelas. Entah kenapa Keira tiba-tiba merasa sedih mengetahui bahwa laki-laki yang menyelamatkannya di hari ketiga ia menjejakkan kaki di Jogja lagi setelah sekian tahun ternyata adalah penyendiri. Mana mungkin Keira tidak mendekatinya, Keira bahkan belum mengucapkan terima kasihnya.
"Keiraaaa. Tuh kan kamu nggak dengerin aku lagi!"
***
Sebenarnya Keira sering menunggu mama-nya di ruang OSIS dimana sejak awal ia sudah diseret kesana oleh Renata. Tetapi entah kenapa Keira sedang tidak ingin ke ruang OSIS dan ia meninggalkan Renata yang sedang ada pekerjaan di OSIS. Ia memutuskan untuk keluar sekolah seorang diri. Itulah saat ketika ia melihat Dion juga berjalan beberapa langkah di depannya.
Rasa penasaran Keira mengambil alih. Selama pelajaran sekolah, guru-guru sering sekali melemparkan pertanyaan ke Dion, dan Dion tidak perlu capek-capek menjawabnya seolah semua jawaban sudah ada di luar kepala. Itulah kenapa di sepanjang pelajaran Dion nyaris tidak memperhatikan pelajaran dan ia tetap bisa menjawab, berbeda dengan Keira yang ketiduran, anak baru, dan ketika ditanyai sama sekali tidak tahu harus menjawab apa, membuat Renata akhirnya sibuk membantunya dengan menuliskan jawabannya di kertas.
Keira tahu ia penasaran dengan Dion karena belum mengenalnya. Ia bertemu Dion nyaris tengah malam di tempat yang cukup ekstrim untuk seorang gadis, dan ia tidak tahu apakah Dion benar-benar ada atau tidak. Kemudian hari ini Dion muncul di depan mata Keira, dengan reputasi yang cukup cetar, sedangkan Keira adalah tipe orang yang tidak bisa membiarkan hal-hal mengusik kepalanya dan ia sangat mudah penasaran. Jadi tahu kan kenapa ia tidak mudah menyerah?
Keira masih mengikuti Dion di belakangnya, menyusuri lorong-lorong sekolah. Keira sekarang sudah tidak heran kalau Dion selalu membuat setiap gadis menoleh kepadanya, atau paling tidak meliriknya. Keberadaan Dion agaknya sulit untuk diabaikan, mungkin Dion sendiri tidak sadar ia menyebarkan feromon kemana-mana.
Dion berbelok dan ke arah belakang sekolah. Berbeda dengan teman-teman yang melewati pintu gerbang depan, ia malah berbelok lewat jalan belakang. Tidak mau banyak berfikir, Keira tetap mengikutinya. Barulah ia sadar kalau Dion tidak mengendarai motor atau menunggu jemputan, ia terus berjalan melewati jalanan warga, membuat Keira bingung sekaligus was-was karena ia belum pernah berjalan hingga daerah tersebut.
Tepat saat itu handphone Keira berbunyi dan ia baru menyadari bahwa ia tadi sedang menunggu jemputan!
Malam harinya, Keira melakukan hal-hal yang mirip dengan stalker. Mencari Dion di google!
Dan ia berhasil mendapati nama Dion Anggara Putra dikaitkan dengan sebuah usaha penjualan sepatu yang sukses bernama Blackbird.
Why 'Blackbird'?
Akhirnya ia juga membaca profil di salah satu artikel yang mengatakan bahwa Dion menggerakkan usahanya sejak ia masih duduk di bangku SMP demi bisa sekolah. Ia pernah selama setahun tidak bisa sekolah karena tidak ada uang untuk membayar biaya sekolah dan itu menjadi titik awal bagi Dion untuk selama setahun membangun usahanya.
Keira merasakan simpati yang besar terhadap anak SMP yang disebutkan dalam artikel ini. Keira ingat ia ketika SMP justru minta mamanya membelikannya banyak peralatan sekolah, sedangkan di suatu tempat, anak-anak seperti Dion sedang berusaha mencari uang untuk sekolah. Keira mengerutkan dahi ketika mendapati bahwa kebanyakan artikel itu tidak mewawancarai langsung Dion, melainkan salah satu pegawainya. Hanya itu yang ditemukan Keira di Google.
Selain keterkaitannya dengan usahanya, tidak ada media sosial yang dimiliki Dion. Hanya ada satu video yang memperlihatkan tempat usaha Dion tetapi lagi-lagi disitupun bukan Dion yang bicara tapi salah satu pegawainya yang katanya sudah bekerja disana sejak usaha Dion didirikan, dan memang hampir semua pegawai disana ternyata memang teman kepercayaan Dion.
Sekarang Keira semakin heran, siapa laki-laki ini?
"Keiiiii....!!!"
Pintu kamar Keira digedor dari luar dan membuat Keira tersentak beranjak. Keira membuka pintu kamar dan mendapati mamanya sedang melotot marah kepadanya.
"Yaampun mama kira tadi mama tinggal kamu itu kamu udah makan! Itu kenapa makanan masih ada di dapur belum kamu makan?"
Keira meringis. Ia lupa aku tadi disuruh makan.
Mama Keira masih merengut "Masa mama tiap hari harus ingetin kamu makan sih, Kei? Kamu kan udah besar, harus bisa jaga diri. Katanya mau bikin KTP."
"Iya, Ma, Kei keasikan."
"Kamu mah keasikan tiap hari, selalu deh lupa makan, ayo cepetan turun!"
Takut membuat mama Keira marah, ia segera menutup pintu kamarnya dan memutuskan akan memikirkan tentang Dion nanti lagi.
***