Chapter 27. Kekuatan Dustin
"…Sakit di dada?" ujar Reaper. "…Sepertinya kamu juga mendapatkan ujian dari dewa…Aku tidak akan membiarkanmu melewati ujian itu!" Reaper mengangkat kembali sabit besarnya ke atas dan bersiap menyerang Dustin yang terkapar di tanah. "…Matilah!!"
'BRUKK!!!'
Vai menabrakkan diri ke Reaper dan membuat Reaper terpental mundur beberapa langkah.
"Tidak akan kubiarkan kau menyakiti Dustin!!" Teriak Vai. "…Bard telah mengorbankan dirinya untuk melindungi Dustin… aku juga akan melindungi Dustin!"
"KEKEKEKE!!" Reaper tertawa. "…aku juga akan membunuhmu, bocah!!" Ujar Reaper sambil menunjuk Vai dengan sabit besarnya.
Tanpa basa basi, Vai langsung menerjang Reaper. Vai tidak memegang senjata apapun. Bagaimana caranya ia bisa mengalahkan Reaper? Satu-satunya senjata yang ia miliki saat ini hanyalah tinju tangan kosong.
Ilmu bela diri Absokido tidak hanya kecepatan absolute saja, tetapi juga ketahanan dan kekuatan absolut. Teknik ini dapat membuat penggunanya meningkatkan kekuatan dan ketahanan tubuhnya menjadi beberapa kali lebih kuat.
'Fiuh!!!' Vai mengatur ritme pernapasannya sambil terus menerjang Reaper.
Vai melancarkan pukulan-pukulan cepat ke arah Reaper. Reaper terus menangkis setiap pukulan Vai dengan ganggang sabitnya.
'Dhuar!!'
Pukulan Vai mengenai dinding gua di belakang Reaper dan menyebabkan dinding gua menjadi retak. Sepertinya Teknik Absokido kekuatan telah semakin dikuasai oleh Vai.
"Ukh!!" Reaper meringis sambil menghindar.
"Hosh…Hosh…Aku tidak akan kalah darimu!!" Ujar Vai sambil terus menerus menyerang Reaper.
Reaper semakin terdesak. Pukulan dari Vai semakin lama semakin cepat. Reaper mulai kewalahan menangkis dan menghindar dari setiap pukulan Vai.
'Dhuakk!!!!'
Pukulan Vai mendarat secara telak di wajah Reaper dan menyebabkan Reaper terpental beberapa meter. Pukulan tersebut pasti terasa sakit.
Nafas Vai semakin tersenggal-senggal.
"Ra…Rasakan itu!!! Hosh..Hosh.." Vai menunduk memegang lututnya sambil mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.
"Ukh!!!" Reaper terjatuh sambil memegang wajahnya. Terlihat darah segar mengucur dari hidungnya. Sepertinya tulang hidungnya patah. "…Ku…Kurang ajar!!!" Reaper kembali bangkit berdiri. "…Kubunuh kau, Bocah sialan!!!!"
Reaper langsung mengangkat sabit besarnya ke atas dan mengayunkannya sekuat tenaga.
'DAAAASSSHHHH!!!'
Sebuah gelombang kejut besar dan tajam melaju dengan cepat ke arah Vai. Vai tampak syok melihat serangan gelombang kejut tersebut. Ia tidak akan sempat menghindar.
"Si…Sial…" gumam Vai.
Tubuhnya terlalu lelah untuk menghindar dari gelombang kejut yang dilancarkan Reaper tersebut. Stamina yang rendah telah menjadi kelemahan utama Vai saat ini. Gelombang kejut tersebut terus melaju dengan sangat cepat menuju Vai.
'BYUUUURRR!!!'
Sebuah gelombang air yang berbentuk seperti gelombang kejut melaju dengan cepat dan menabrak gelombang kejut dari Reaper. Pertemuan gelombang air dan kejut tersebut menghasilkan ledakan air di udara.
"A…APA??" Reaper tersentak. Ia pun menoleh ke arah asal gelombang air tersebut.
Dari arah tersebut, ia melihat Dustin telah bangkit berdiri. Sepertinya gelombang air tersebut berasal dari ayunan pedang Dustin.
Ada yang berbeda dengan Pedang Dustin. Terlihat pusaran air yang mengelilingi sekeliling lengan hingga ujung pedang Dustin. Pusaran air tersebut berputar dengan sangat cepat bagaikan air yang mengalir deras.
"REAPEEERR!!!" Teriak Dustin. "KAU TIDAK AKAN KUMAAFKAAANN!!!"
Dustin mengayunkan pedangnya berkali-kali dengan kuat dan menghasilkan beberapa gelombang air yang tajam dan berbentuk seperti gelombang kejut. Gelombang-gelombang air itu melaju dengan cepat ke arah Reaper.
"Ke…kekuatan apa itu?" Ujar Vai. "…Apa itu kekuatan yang dimaksud guru?"
"Cih…Kau telah berhasil membangkitkan kekuatan dewa???" Ujar Reaper. "…Tidak akan kubiarkan kau hidup!! Aku harus membunuhmu, Yang Mulia!!"
Reaper pun mengangkat tangan kirinya ke udara. Tiba-tiba sebuah dinding es yang tebal muncul dari dalam tanah dengan cepat bersamaan dengan diangkatnya tangan kirinya.
'BYUUURRRR!!! BYUUURRR!! BYUURRRR!!'
Serangan gelombang air yang dilancarkan Dustin menabrak dinding es tersebut dan pecah.
"KEKEKEKe!!!" Reaper tertawa cekikikan. "…seranganmu tidak akan mempan terhadapku!!"
Dinding Es tersebut pun mencair dengan cepat. Bersamaan dengan mencairnya dinding es tersebut, Dustin telah melompat tinggi menerjang ke arah Reaper sambil mengayunkan pedangnya sekuat tenaga.
"HAAAHHH!!!" Teriak Dustin sembari mengayunkan pedangnya.
'CLANGGGG!!!!'
Pedang Dustin beradu dengan sabit Reaper.
"KEKKEKEKE!!!" Reaper tertawa cekikikan.
"HYAAAAHHHHHHHHH!!!!" Teriak Dustin. Tekanan pedang Dustin semakin kuat dan menekan sabit Reaper.x
"UKHHH!!!" Reaper meringis.
Tiba-tiba aliran air yang mengelilingi pedang Dustin membentuk gelombang sabit tajam keluar dari tebasan pedang Dustin. Gelombang air tersebut menembus tangkisan sabit Reaper dan mengenai tubuhnya.
Tatapan Reaper tampak syok. "…ti…tidak mungkin!!!" ujarnya.
'DRAAASSSHHH!!!'
Reaper terpelanting terkena serangan gelombang air tersebut. Hempasan gelombang tersebut sangat kuat. Reaper pun tak sadarkan diri.
"Be…Berhasil…" ujar Dustin sambil terduduk lemas.
Dustin dan Vai berhasil mengalahkan Reaper dengan susah payah.
"Kamu berhasil, Kapten…" Ujar kawanan perompak Dustin.
"Ikat dia!!" Perintah Dustin. "..Kita harus membawanya ke kastil untuk diadili!!"
"Ayee Kapten!!"
"Kau berhasil, Dustin…" Ujar Vai lemas dan terduduk di atas tanah.
Dustin tersenyum pahit.
Walaupun mereka menang melawan Reaper, raut kesedihan justru menghiasi wajah Dustin dan teman-teman perompak. Bard telah mengorbankan dirinya untuk melindungi Dustin. Tubuh Bard hancur berkeping-keping setelah menerima serangan es dari Reaper.
"…Bard…" gumam Dustin.
--
-
Vai, Dustin dan teman-teman perompak telah mengubur jasad Bard di depan gua tepi laut. Beberapa anggota perompak Dustin berbalutkan perban di sekujur tubuhnya. Lau dan teman-teman perompak lain menangisi kepergian Bard. Pria gemuk tersebut telah tiada.
"Bard…" Lau menangis di depan kuburan Bard.
Tubuh Reaper telah diikat dengan tali tambang di tepi gua. Beberapa orang anggota Dustin menjaganya.
"Kita akan kembali ke kota sore ini!!" Ujar Dustin pada teman-teman perompaknya.
"Ta..tapi, Kapten…Bard baru saja…" protes salah seorang anggota perompak.
"…Kita harus membawa bajingan ini ke Kastil segera untuk diadili!!" Ujar Dustin. "…dan lagi, aku tidak mau anggota kerajaan tahu tempat persembunyian kita!"
Vai mengernyitkan dahinya. Bard baru saja meninggal dan Dustin tidak menunjukkan kepeduliannya sama sekali. Ia bersikeras ingin segera membawa Reaper ke kastil. Padahal para anggotanya masih berkabung. Apa ia tidak punya perasaan?
"Dustin!!" Panggil Vai sambil memegang bahu Dustin. "…teman-teman masih berkabung, apa tidak sebaiknya kita…"
"Vai!!" Ujar Dustin. "…aku tidak akan membiarkan pengorbanan Bard sia-sia!"
Vai baru menyadari bahwa tubuh Dustin bergetar. Ternyata Dustin sedang berusaha menahan tangis dan kesedihan.
"Aku… Aku akan membawa bajingan ini ke kastil segera !! Dia akan menerima akibat dari perbuatannya!!!" Ujar Dustin.
Vai dan yang lainnya diam membisu.
"Bard merupakan teman pertamaku..." Ujar Dustin lirih. "…Aku dan Bard membentuk kelompok ini bersama…"
"Dustin…" Vai menghela nafas panjang. Ia baru sadar. Dari semua teman-temannya, pasti Dustin lah yang paling merasa sedih dan kehilangan.
"Kami mengerti, Kapten!" Ujar Lau. "…teman-teman yang tidak terluka akan mengawal kapten ke kastil saat membawa bajingan ini dan aku akan menjaga teman-teman lain yang terluka."
"Terima kasih, Lau!" Ujar Dustin.
--
-