Hallo semuanya!
I'm back!
Main tebak-tebakan yuk..
Ayo tebak Lova udah ingat apa belum sama teman masa kecilnya?
Yang tau jawabannya tulis di kolom komentar.
Jawabannya bakal ada di chapter selanjutnya jadi stay terus ya guys.
Jangan lupa vote,coment,follow, share,dan dukung terus dengan cara baca terus cerita ini.
Danke.
Happy reading!
__________
Gondola mewah milik Aiden menepi di pinggir sebuah bangunan bergaya classic. Di setiap lantai bangunan itu terdapat tiga balkon yang langsung menghadap sungai yang ada di depannya. Lengkap dengan sepasang kursi dan satu buah meja bundar di setiap balkon. Lova mendongakkan kepalanya keatas untuk mengetahui seberapa tinggi bangunan yang ada dihadapannya.
"Cuman ada 10 lantai." Ucap Aiden saat melihat Lova yang sedang menghitung jumlah lantai.
Lova menganggukkan kepalanya mengerti sambil menatap Aiden lalu kembali menatap bangunan setinggi 10 lantai yang ada di depannya. Lova kembali menatap Aiden. Pria itu kini sedang berbincang-bincang dengan seorang pria yang nampak sudah lumayan berumur. Nampaknya pria yang sedang berbicara dengan Aiden adalah manager hotel ini. Mungkin. Entah apa yang mereka bicarakan tapi Lova tidak pernah ingin tau apa yang lagi mereka bicarakan karena itu bukan lah urusannya.
"Ayo kita ke lantai paling atas." Ucap Aiden setelah menyelesaikan pembicaraannya.
Lova lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Aiden masuk kedalam bangunan. Sentuhan gaya klasik serta modern menyatu di setiap ruangan. Meja serta kursi berwarna coklat dengan sentuhan warna gold mendominasi di setiap ruangan. Beberapa vas bunga mawar merah segar terlihat di setiap meja yang ada di ruangan itu. Dan Lova sangat menyukai fakta bahwa bunga kesukaannya terpajang dimana-mana. Bukan hanya itu.
Lukisan-lukisan mawar dengan berbagai macam tema tertempel dibeberapa sisi juga beberapa lukisan bocah perempuan yang sedang menanam bunga mawar di sebuah pekarangan. Suasana nya sangat mirip seperti hotel yang mereka tempati di Paris kemaren dan tentunya mansion Aiden.
Tunggu. Rasanya dia pernah melihat lukisan-lukisan yang sangat mirip sebelumnya. Lova mengamati lukisan-lukisan yang ada dinding dengan seksama. Disudut semua lukisan yang ia lihat ada inisial nama Willi dengan gaya tulisan Kalista typeface. Bukankah lukisan ini milik Aiden? Tapi kenapa inisial nya Willi buka Aiden?.
"Lova." Panggil Aiden.
"Iya?." Jawab Lova terkejut.
"Mau sampai kapan kau berdiri disitu?." Tanya Aiden yang ternyata sudah berada didalam lift.
"Ah.. Maafkan aku." Ucap Lova lalu bergegas memasuki lift bersama Aiden.
Aiden hanya menggelengkan kepalanya lalu menutup pintu lift setelah Lova sudah benar-benar masuk kedalam. Jari telunjuknya menekan tombol angka 10 yang artinya mereka akan menuju kamar paling atas dan paling mewah yang ada di hotel ini. Seperti biasa. Aiden dan segala kemewahan yang ia miliki.
"Apa hotel ini milikmu juga?." Tanya Lova penasaran.
"Iya termasuk hotel yang kita tempati di Paris kemaren." Jawab Aiden sambil menatap Lova lalu tersenyum.
"Sebenarnya berapa banyak hotel yang kau miliki sih?." Tanya Lova sekali lagi.
"Hmm.. Entahlah. Aku tak pernah menghitungnya. Kalau kau ingin tau nanti aku akan hitung." Jawab Aiden sambil berpikir.
Ting!
Pintu lift terbuka lebar dan sebuah ruangan dengan nuansa yang lagi-lagi persis seperti kamar mereka yang berada di mansion milik Aiden. Tapi bedanya dapur, ruang tamu, ruang kerja, ruang nonton tv, ruang makan dan satu kamar tidur digabung menjadi satu lantai. Walaupun dibedakan menjadi beberapa ruangan namun kita tetap bisa merasakan kalau keseluruhannya berada dalam satu lantai yang sama. Bisa dikatakan satu lantai di lantai 10 ini hanya ada ruangan ini.
"Apa orang lain bisa menyewa ruangan ini?." Tanya Lova penasaran.
"Tidak bisa karena aku tidak suka berbagi apa yang sudah menjadi milikku." Jawab Aiden singkat sebelum menghilang dibalik pintu kamar.
"Luar biasa sekali pria itu." Ucap Lova sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kedua mata indahnya menyusuri setiap sisi ruangan dengan seksama. Kedua kakinya melangkah dengan perlahan. Mulutnya tak berhenti bergumam kagum akan kemewahan yang ditawarkan. Harap tolong dimaklumi karena dia sebelumnya tak pernah melihat kemewahan seperti ini. Sungguh ini kali pertamanya dia merasakan kemewahan yang terus menerus dan ini semua berkat Aiden yang menikahinya. Mungkin kalau dia tidak bertemu dengan Aiden dan menikah. Ini semua tidak akan pernah terjadi.
"Aku mau mandi dulu." Ucap Aiden dengan kancing kemeja yang sudah terlepas dari atas sampau bawah. Semua otot perut dan dadanya terlihat jelas oleh Lova dan wanita itu langsung memalingkan wajahnya kearah lain.
"Aku akan buat makanan di dapur. Kamu mau makan apa?." Ucap Lova tanpa menatap kearah Aiden sedikitpun.
"Apapun yang kau masak akan aku makan." Ucap Aiden sambil tersenyum saat Lova dengan malu menatapnya.
"Baiklah." Ucap Lova lalu membalikkan badannya dengan cepat dan pria itu hanya terkekeh melihat tingkah Lova.
Lova melangkahkan kakinya di dapur. Mulutnya langsung terbuka lebar saat melihat betapa bersih dan mewahnya dapur di hotel ini. Dapur yang ada disini tak kalah jauh dari dapur yang berada di mansion. Bersih dan peralatan masaknya yang tertata dengan sangat rapi.
Hal pertama yang Lova lakukan setelah mengekspresikan kekaguman nya adalah mengecek isi kulkas. Terdapat berbagai macam bahan makanan yang tersedia. Mulai dari yang mentah maupun setengah jadi ada semua. Setelah melihat-lihat bahan akhirnya Lova memutuskan untuk membuat Lasagna karena dia sedang merindukan masakan Italia. Lebih tepatnya masakan ibunya.
Lova mengambil kulit lasagna yang sudah jadi karena kalau ingin membuatnya akan membutuhkan waktu yang lumayan lama jadi Lova memutuskan untuk menggunakan kulit lasagna yang sudah jadi lalu dia mengambil sebalok keju yang sudah diparut. Daging sapi yang sudah dicincang, tomat yang dipotong dadu, bawang bombay yang dipotong kotak, seledri yang dipotong, wortel yang dipotong dadu, serta beberapa bahan lainnya segera Lova siapkan.
Setelah selesai menyiapkan semua bahan, Lova beralih untuk membuat sausnya. Lasagna sendiri mempunyai dua saus yang berbeda. Yaitu saus tomat dan saus bechamel. Dan kedua saus itu dibikin secara terpisah. Dengan telaten kedua tangan Lova bergerak mengolah beberapa bahan makanan menjadi sesuatu yang lezat. Bau harum tetap tercium walaupun sudah dihisap oleh cooker hood.
Lova merebus setiap lembar kulit lasagna satu persatu agar tidak menempel satu sama lain. Dengan sabar dan telaten dia merebus setiap lembaran kulit lasagna hingga lembaran terakhir. Setelah semuanya selesai akhirnya dia tinggal menyusun semuanya kedalam loyang. Dia menyiapkan dua loyang dengan ukuran berbeda untuk mereka berdua. Aiden dengan ukuran besar sedangkan dia sendiri dengan loyang ukuran sedang.
Tangan kanannya menaburkan keju diatas lapisan terakhir dengan telaten dan setelah itu dia menutup adonan dengan kertas alumunium foil rapat-rapat. Selesai sudah tugasnya. Tinggal menunggu makanan itu matang di dalam oven sekitar 20 menit lagi.
Disela-sela waktunya itu dia memutuskan untuk membuat kopi untuk Aiden dan secangkir teh untuk dirinya. Dan disaat itu juga Aiden datang dengan menggunakan celana pendek berwarna hitam dan kaos putih polos seperti biasanya saat mereka sedang bersama. Katanya lebih nyaman dengan baju santai saat mereka sedang bersama.
"Kamu datang disaat yang tepat." Ucap Lova sambil mengeluarkan dua lasagna buatannya dari oven.
"Perutku sangat tau kapan harus diisi." Ucap Aiden sambil tertawa.
"Perutmu atau cacing yang ada didalam perutmu?." Tanya Lova sambil tersenyum jahil.
"Both maybe." Jawab Aiden lalu kembali terkekeh.
"Aku membuat lasagna." Ucap Lova sambil membuka lapisan alumunium foil lalu memindahkan lasagna milik Aiden keatas piring juga lasagna miliknya.
"Sebelumnya aku pernah mencoba lasagna di sebuah restaurant tapi aku kurang suka rasanya." Ucap Aiden sambil memperhatikan kegiatan Lova.
"Sekarang kau harus mencoba lasagna buatanku terlebih dahulu setelah itu baru boleh berpendapat." Ucap Lova sambil menyerahkan sepiring lasagna yang sudah tersaji cantik diatas piring kepada Aiden.
"Oke." Jawab Aiden sambil tersenyum kearah Lova dan satu alis yang terangkat keatas.
Lova memperhatikan Aiden yang sedang menyendok satu suap penuh lasagna kedalam mulutnya. Kedua alis Aiden terangkat keatas dan kedua matanya terbuka lebar. Sebuah senyuman langsung terbentuk dibibirnya.
"Ini sangat enak!." Seru Aiden sambil menyuap satu sendok penuh lasagna lagi.
"Ini akan menjadi salah satu makanan favoriteku." Ucap Aiden bersemangat.
"Terima kasih." Ucap Lova lalu ikut menyuapkan sesendok penuh lasagna kedalam mulutnya.
Lova menatap Aiden dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dia masih merasa penasaran tentang lukisan yang ada dibawah dan inisial Willi yang ia lihat di sudut lukisan. Bukan maksud untuk mencampuri urusan pribadi Aiden tapi dia merasa semua itu ada hubungannya dengan dirinya.
"Aiden." Panggil Lova.
Aiden menatap Lova dengan tatapan bertanya. Tangannya berhenti menyendok lasagna kedalam mulutnya. Dia memposisikan tubuhnya dengan benar untuk mendengar apa yang ingin Lova katakan.
"Aku ingin menanyakan sesuatu." Ucap Lova sambil menimbang apakah ia harus menanyakan apa yang ingin ia ketahui atau tidak.
"Anything." Ucap Aiden setelah meminum air putih.
"Kenapa kamu memajang lukisan bunga mawar disetiap hotel yang kamu miliki?." Tanya Lova sambil menatap kedua mata Aiden dengan serius.
___________
To be continuous