Chereads / Echoes Of Love|GAoW1| / Chapter 41 - Echoes Of Love|GAoW1| [41]

Chapter 41 - Echoes Of Love|GAoW1| [41]

Hallo semuanya!

Ini jawaban dari pertanyaan aku kemaren

😢😢😢😭😭😭

Terkadang kebenaran itu tidak selalu membuat kita merasa lega. Justru terkadang kebenaran itu malah menyakiti pihak manapun.

Jadi lebih baik bagaimana?

Please jangan marahin aku ya wkwk

Jangan lupa vote,coment,follow,share, dan dukung terus novel ini dengan terus baca.

Happy reading!.

____________

"Kenapa kamu memajang lukisan bunga mawar disetiap hotel yang kamu miliki?."

Aiden menatap Lova dengan tatapan sedih. Lova tidak mengerti apa maksud dari tatapan itu tapi yang jelas perasaan sedih sangat terpancar dari kedua mata pria itu. Lova masih menatap Aiden yang tampak sedang berpikir sejenak sebelum mengatakan apa yang akan ia katakan.

"Aku ingin dia melihat betapa aku selalu merindukannya." Jawab Aiden dengan nada sedih.

Perasaan sedih langsung menjalar di hati Lova. Entah kenapa dia dapat merasakan kerinduan yang pria itu rasakan. Rasa itu semakin kuat dan kuat hingga mampu membuat kedua mata Lova berkaca-kaca.

"Aku ingin dia tau bahwa aku selalu merindukannya. " Ucap Aiden sambil menundukkan kepalanya kebawah.

Setetes air mata jatuh diatas pipi Lova tapi wanita itu langsung menyeka air matanya dengan cepat sebelum Aiden kembali menatapnya.

"I'm sorry." Ucap Lova merasa bersalah.

"It's okay. Ini bukan salahmu." Ucap Aiden sambil menatap Lova dengan tatapan mengerti.

Lova memutuskan untuk melanjutkan kegiatan makan nya tanpa lanjut bertanya. Lova sudah merasa bersalah pada Aiden. Karena dia membahas topik yang tidak seharusnya dibahas di saat susasana seperti ini. Lagian juga tidak mungkin kalau Aiden itu adalah orang yang sama dengan seseorang yang ada di masa lalu nya. Tidak mungkin kalau Aiden itu adalah anak laki-laki bernama Willi yang dulu selalu menemani dia bermain. Lova membuang semua kerucigaannya pada Aiden jauh-jauh. Teman masa kecilnya mungkin sudah hidup bahagia dan melupakannya.

"Dia teman masa kecil ku saat kami masih tinggal di California." Ucap Aiden tiba-tiba.

Lova menatap Aiden dengan tatapan terkejut. Ia menghentikan kegiatan makan nya. Kedua tangannya meletakkan sendok dan garpu yang ia pegang keatas piring secara perlahan. Bukankah mereka berasal dari kota yang sama? Tidak mungkin.

"15 tahun yang lalu ayahku mengadakan sebuah acara peresmian cabang perusahaan yang baru dan di acara itu untuk pertama kalinya aku melihat dia."

Ini tidak mungkin. Tolong katakan ini tidak benar. Lova menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Tangannya mulai bergetar dan tubuhnya mulai berkeringat.

"Anak perempuan dengan gaun biru muda dengan pita besar di belakangnya dan." Ucap Aiden sambil tersenyum.

'Sepatu merah berpita yang bahkan tidak cocok dengan bajunya.' Batin Lova.

"Sepatu merah berpita yang bahkan tidak cocok dengan bajunya." Ucap Aiden sambil tertawa.

Kedua tangan Lova bergetar hebat tapi dia segera menyembunyikan kedua tangan nya ke bawah meja agar Aiden tak dapat melihatnya. Kedua matanya juga ikut bergetar dan berkaca-kaca. Ini tidak mungkin. Ini tidak nyata. Lova menggelengkan kepalanya. Pasti dia sedang berhalusinasi lagi. Menganggap Aiden adalah orang yang ada di ingatan masa lalunya. Ini bukan pertama kalinya dia merasa bingung.

Semenjak kejadian Lova pingsan saat melihat lukisan-lukisan yang dibuat Aiden, Ingatan masa lalu yang ia lupakan mulai kembali dengan baik. Semua yang ia alami saat itu kini dapat ia ingat dengan sangat baik. Termasuk semua kenangan bersama anak laki-laki yang bernama Willi. Lova menatap Aiden yang kini sedang tersenyum. Hatinya terasa senang dan sakit disaat yang bersamaan. Selama ini orang yang ia cintai ada di sampingnya. Selama ini orang yang ia lupakan ada di sisi nya. Betapa bodohnya dia malah tidak mengingat orang yang telah memiliki hati ini seutuhnya.

Air mata Lova kembali berjatuhan. Dalam ingatan nya, Willi adalah anak laki-laki yang memiliki sikap sehangat mentari. Senyumannya yang secerah matahari dan hatinya yang selembut awan. Walaupun anak laki-laki itu sudah tumbuh dewasa seperti sekarang namun hatinya tetap lah rapuh. Seperti yang selama ini Lova lihat. Aiden selalu menyendiri di ruang lukisnya. Selalu melukis tentang dirinya dan kadang menangis sendirian. Lova merasa sangat bersalah.

"Tapi aku tidak mempersalahkan ketidakcocokan antara gaun dan sepatunya karena aku sudah terlebih dahulu jatuh dalam persona nya."

"Awalnya aku bingung cara mendekatinya namun ternyata ibunya dengan ibuku berasal dari negara yang sama dan berteman baik." Ucap Aiden yang kembali mengingat masa lalu nya dan Lova hanya tersenyum getir saat mendengar pengalaman yang ia rasakan juga.

"Aku sangat ingat saat aku selalu mencari alasan untuk ke rumahnya setiap hari. Awalnya aku menggunakan alasan ingin melukis bunga mawar di pekarangan rumahnya tapi lama-lama aku malah melukis dirinya."

Lova kembali tersenyum getir. Dia kembali mengingat saat Aiden yang selalu datang ke rumahnya dengan berbagai alasan. Saat itu dia merasa sangat kesal karena semua kegiatannya terganggu karena kehadiran laki-laki itu tapi lama kelamaan mereka malah menjadi akrab dan sulit dilepaskan hingga membuat kakak laki-laki Lova merasa cemburu dan selalu mengusir Willi dari rumah mereka.

"lima tahun tumbuh besar bersama membuat dia menjadi orang penting dalam hidupku." Ucap Aiden yang masih menundukkan kepalanya ke bawah sejak pertama kali dia berbicara.

"Suatu hari.. Kejadian buruk yang menimpa nya membuat dia menghilang dari pandanganku hingga sekarang. Aku mencarinya kemanapun tapi aku tetap tidak menemukannya dimanapun. Aku memasang semua lukisan tentang nya di semua hotel maupun bisnisku yang lain yang aku miliki dan berharap suatu hari dia akan kembali padaku." Ucap Aiden dengan nada frustasi.

"Tapi pada kenyataannya. Dia tidak pernah kembali."

Lova kembali meneteskan air matanya. Dia ingin menangis dan memeluk Aiden dengan sangat erat. Menceritakan semua yang terjadi pada saat itu dan apa yang sudah terjadi pada dirinya saat jauh tanpa laki-laki yang ada di depannya. Ingin sekali dia mengatakan itu semua tapi apa dia tidak terlalu egois?. Muncul dihadapan pria itu setelah apa yang telah pria itu lalui?.

"Sampai saat dimana aku bertemu Zeline dan untuk pertama kalinya aku dapat melupakan cinta pertamaku sejenak." Ucap Aiden sambil menatap Lova yang juga menatap dirinya dengan tatapan sendu.

"Wanita itu membantu aku untuk bangkit dari keterpurukan yang terus mencekik selama bertahun-tahun. Aku pernah ingin membunuh diriku berkali-kali karena rasa bersalah yang terus menghantui dan wanita itu juga berkali-kali menghentikan nya."

Setetes demi setetes air mata berjatuhan dari kedua mata Lova. Tangan kanannya yang bergetar membekap mulutnya. Lova semakin merasa bersalah atas apa yang terjadi pada pria itu. Dia meminta maaf sedalam-dalamnya pada Aiden atas semua rasa sakit yang pria itu rasakan. Lova menahan isakannya namun air matanya tak lagi bisa di tahan. Dia merasa sangat jahat dan buruk sekali karena apa yang bisa beri pada pria ini hanyalah rasa sakit dan kesedihan.

Disaat seperti ini apa yang bisa dia lakukan?. Dia tak bisa mengatakan apapun pada Aiden. Dirinya ini bukanlah lagi orang yang penting bagi pria ini. Dirinya ini hanyalah masa lalu yang sebenarnya ingin sekali pria ini lupakan. Sama seperti dirinya. Walaupun terasa indah tapi kenangan antara kita hanyalah mimpi buruk yang selalu menghantui.

Maafkan aku.

Tapi bisakah kau lupakan saja masa lalu kita?. Batin Lova.

"Kehadirannya sangat berarti untukku. Semua yang aku dapatkan sekarang juga berkat dukungannya yang tak henti walaupun kedua orang tua ku tak menyukainya tapi aku tetap menyukainya dan apapun yang orang tuaku katakan tentang nya tidak akan membuat aku goyah untuk tetap menyukainya." Ucap Aiden dengan sorot mata yang terlihat lebih bertekat saat menceritakan wanita itu dibandingkan saat ia menceritakan masa kecilnya.

Lova merasa tak berdaya namun disisi lain dia merasa lega atas apa yang terjadi. Dia sangat berterima kasih pada wanita bernama Zeline yang telah membantu Aiden melewati masa sulitnya. Membantu pria itu bangkit dari keterpurukannya. Dia sangat berterima kasih pada siapapun yang membantu pria ini bangkit dan membimbing pria ini keluar dari mimpi buruk yang terus menghantui. Terima kasih.

"Cinta pertama mu pasti bahagia jika kamu juga merasa bahagia. Dia akan sangat bahagia jika tau kalau kamu sudah melupakannya dan menemukan kebahagiaan mu sendiri." Tanya Lova sambil menatap Aiden dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak pernah bisa melupakannya." Ucap Aiden sambil menggelengkan kepalanya.

"Kamu pasti bisa. Lanjutkan hidup mu dengan bahagia dan lepaskan lah rasa bersalah mu. Dia juga tidak ingin melihat kamu terus bersedih." Ucap Lova sambil menahan rasa sakit di dadanya.

"Rose. Maafkan aku. Aku tak bisa melindungimu saat itu." Ucap Aiden lemah.

Benar. Itu nama yang pria ini berikan saat mereka bertemu kembali untuk kedua kalinya. Dia bilang nama asli milikku sangat susah dan aneh oleh karena itu dia memanggilku Rose karena aku suka menanam pohon mawar baru di pekarangan rumah. Sejak saat itu dia terus memanggil aku dengan panggilan Rose dan aku memanggilnya Willi karena dia memperkenalkan dirinya padaku sebagai Willi.

Kenangan itu terasa sangat indah sekali sampai Lova ingin sekali melupakannya.

Tapi kini dia tidak ingin melupakannya lagi. Semua kenangan itu terlalu berharga untuk dia lupakan.

Jika selama ini kamu selalu mengingat semua kenangan kita maka sekarang lupakanlah semuanya.

Biarkan aku saja yang mengingat semua kenangan ini.

Sendirian.

"Aku memanggilnya Rose karena dia menyukai mawar." Ucap Aiden sambil tersenyum getir.

Lova menahan kuat air matanya. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Aiden. Bukankah pertemuan mereka untuk pertama kalinya setelah sekian lama harusnya diisi dengan kebahagiaan?. Tapi hati kecilnya merasakan perasaan yang lain. Hatinya tidak merasa bahagia. Hatinya sedang bersedih. Karena pertemuan mereka kali ini sudah membawa banyak perubahan. Terutama perasaan yang mereka rasakan satu sama lain.

Ponsel Aiden berbunyi. Pria itu maupun Lova sama-sama menatap ponsel milik pria itu yang berbunyi diatas meja. Aiden mengambil ponselnya lalu menerima panggilan telpon dari seseorang. Lova tidak tau siapa itu tapi yang jelas seseorang itu menyampaikan sesuatu yang sangat penting.

"Ada apa?." Tanya Aiden pada orang tersebut.

"Dimana kau menemukan dia?!." Teriak Aiden yang tiba-tiba bangkit dari kursinya.

"Kau sudah pastikan kalau dia ada di Kanada?!." Tanya Aiden bersemangat.

"Aku akan segera kesana." Ucap Aiden sebelum menutup sambungan telpon.

Pria itu mendekati Lova lalu memeluk wanita itu dengan sangat erat. Senyuman bahagia terbit di bibir pria itu dan Lova juga turut bahagia melihat pria itu kembali bersemangat.

"Mereka menemukan Zeline!." Teriak Aiden senang.

"Pergilah. Pergi kejar kebahagiaan mu." Ucap Lova pelan.

"Maafkan aku. Aku pergi duluan. Nanti Sekretaris ku akan menjemputmu untuk pulang ke New York. Sampai ketemu nanti." Ucap Aiden lalu mencium pipi Lova.

Lova menatap kepergiaan Aiden dengan sedih. Tangisannya langsung pecah. Dia tak dapat lagi menahan rasa sesak di dadanya. Tubuhnya langsung terjatuh keatas lantai dan tangannya terus bergetar. Isakan yang ia tahan dari tadi akhirnya terlepas juga. Lova terus menangis di dalam kesunyian dan kesendirian nya.

Kini kisah mereka telah usai.

Dan akan terlupakan.

___________

To be continuous