Seperti biasa, keheningan kembali menyelimuti istana Ghaur sebelum informasi tentang Fiyyin sampai.
Di dalam ruangan khusus raja, Vaqsyi tengah menatap lukisan dirinya bersama Fiyyin ketika masih kecil. Tanpa ia sadari, bibirnya bergetir. Dadanya terasa sesak. Air mata menumpuk di kelopak matanya yang berusaha ia tahan agar tidak tumpah.
Tak lama suara ketukan terdengar dan menyadarkan. Vaqsyi mengerjap, tertawa tak percaya akan dirinya, "Hh! Ada apa denganku?"
Ketukan kembali terdengar. Vaqsyi menoleh dan segera berjalan menuju pintu gerbang kamarnya.
"Ampun, Raja. Singgasana telah siap." tunduk pelayan setelah melihat Rajanya keluar.
Vaqsyi menghentikan langkahnya, "Apakah Qoy'an sudah kembali?"
"Ampun, Raja. Thawab yang sedang menunggu anda di sana." jawab pelayan.
Vaqsyi membulatkan matanya. Yang seharusnya datang padanya adalah Qoy'an. Vaqsyi bergegas berjalan menuju singgasana memastikan.
Thawab melihat kehadiran Vaqsyi menundukkan kepalanya. Tubuhnya gemetaran merasakan aura emosi yang kuat dari Rajanya.
Vaqsyi lekas duduk di kursi singgasana dengan sigap. Seluruh penghuni istana di sekitar tertunduk hormat. Sementara pamannya-Randi, tetap dengan posisinya di sebelah singgasana Raja sebagai penasihat Raja.
"Apa kau akan terus seperti itu? Cepat beritahu aku, di mana qoy'an?!" kata Vaqsyi tegas. Menatap Thawab tajam.
Thawab semakin menundukkan kepalanya lebih rendah dari duduknya, "Ampun, Raja. Hamba datang mewakilkan Jin Qoy'an untuk membawa berita."
Vaqsyi menghentakkan tangannya di kursi singgasana dan berdiri tegas. "Mewakilkan? Dimana Jin Qoy'an! beraninya dia mengabaikanku!"
Semua penghuni isatana semakin takut dengan bola mata Vaqsyi yang kini berubah merah.
Randi berdiri. Mengusap pundak Vaqsyi, berusaha menenangkannya.
"Tenanglah. Kau membuat semua penghuni istana takut."
Vaqsyi menoleh sebentar dan menghela napas kasar. Kembali duduk dengan sigap namun masih menatap Thawab tajam. "Lanjutkan?!"
"Ampun, Raja. Seperti yang sudah di rencanakan, Qoy'an mendorong gadis itu ke sungai dan membuatnya terluka parah, setelah itu Qoy'an meninggalkan gadis itu, ia pikir gadis itu akan mati melihat kondisinya sangat parah."
"Saat Qoy'an hendak kembali ke alam Jin meninggalkannya, ia melihat tuan Fiyyin dan kembali mengikutinya berharap tertawa puas jika tuan Fiyyin mendapati gadis itu mati. Namun keadaan berbanding terbalik, Qoy'an terkejut melihat gadis itu masih bertahan."
"Ketika Qoy'an ingin menyerangnya kembali, tuan Fiyyin sudah membawa gadis itu pergi. Seperti itu ucap Qoy'an."
"Ampuni hamba, Raja. Hamba pikir Qoy'an takut memberitahukan kegagalannya pada Raja, karena takut emas yang Raja berikan lebih padanya akan di tarik kembali." Jelas Thawab.
"Tidak berguna! Percuma aku membayarnya mahal jika membunuh satu manusia lemah saja tidak bisa!" Vaqsyi beralih menatap pengawal di dekatnya, "Pengawal! Cepat cari Qoy'an dan minta seluruh emas di kembalikan, cepat!" teriak Vaqsyi dan segera pengawal terdekatnya melaksanakan tugas darinya.
Vaqsyi kembali menatap Thawab, "Katakan keberadaan Fiyyin?!"
Thawab tergagap, "A-ampun, Raja. Se-setelah dari alam mimpi Fiyyin membawa gadis itu ke alam fana. Sepertinya tuan Fiyyin tidak bisa kembali karena menunggu gadis itu terbangun hingga gelap."
Vaqsyi mengangkat alisnya, "Di alam fana?!" tanya Vaqsyi tegas.
"Benar, Raja."
"Ahh... Kalian semua tidak berguna! Bagaimana kalian bisa terpilih menjadi orang istana jika kerja kalian seperti ini. Apa aku harus mengganti kalian semua? Hah!" teriak Vaqsyi kini lebih lantang.
"Tenangkan dirimu, Vaq. Jangan melampiaskan amarahmu pada orang terpercaya istana. Pikirkanlah baik-baik. Pasti ada orang utusan Fiyyin yang mengorek informasi istana saat ini." Randi menepuk pundak Vaqsyi dari sebelah kursi singgasana.
Vaqsyi membalikkan pandangannya dan mencerna perkataan Randi.
"Orang dalam istana? Kau benar. Aku hampir lupa dengan ancaman internal. Bagus, posisimu semakin berguna untukku." Vaqsyi menyeringai. Randi menunduk sekalia dan tersenyum tipis. Kembali Vaqsyi mengalihkan pandangannya dengan tegas.
"Thawab! Perintahkan seluruh orang terpercaya untuk mencari penghianat itu. Siapapun yang mendapatkannya, aku akan menaikkan jabatannya di istana ini." ucap Vaqsyi menatap Thawab dan penghuni istana bergantian, membuat penghuni istana di sekitarnya gigih. Kecuali Thawab Fiyyin yang kini tengah membersihkan lantai yang tidak jauh dari singgasana Raja. Menelan susah salivanya dan mencoba tak terlihat mencurigakan.
"(Pastikan Fiyyin tidak tahu cara kerja mimpi gadis itu)." kata Vaqsyi melalui telepati bersama Thawabnya.
***
Pagi ini, Nain terbangun dengan penuh keheranan dari mimpinya yang kembali normal, yang kali kedua ia alami. Tak ingin terlalu lama memikirkan mimpi yang hampir membuatnya gila, ia kembali menjalankan aktifitas minggu pagi yang biasa ia lakukan, membersihkan rumah.
"Sudah." Nain menggesekan kedua tangannya menatap kasur yang telah rapi setelah ia selesai mengganti sprei. Kini ia melirik ke sofa dekat pintu dan berjalan dengan sapu lidi di tangannya, hendak membersihkan debu yang menempel di sana.
Nain menggeleng, "Ckckck! Banyak sekali debunya. Aku lupa, kapan terakhir kali membersihkan sofa ini?" gumam Nain.
Ia hendak mulai mengibaskan sofa.
Detik berikutnya ia meluncurkan sapu lidinya dan memukul sofa berulang kali. Fiyyin yang tengah asik tertidur tiba-tiba menjerit, "Aduh!! Apa-apaan ini." teriak Fiyyin membalikkan badannya dan terkejut menatap Nain yang tengah memukulinya dan akhirnya membuat Fiyyin terhempas ke lantai.
"Aduh! Apa-apaan ini! Seperti inikah balasannya setelah aku menolongnya?" tatap Fiyyin sinis dan lekas berdiri.
"Tidak tahu diri! Lihat saja nanti." Fiyyin melirikkan pandangannya ke arah kasur yang telah tertata rapih dan mulai menjalankan rencananya.
"Sepertinya ini cukup untuk menakutinya," tatapnya puas setelah siap mengacak seluruh kasur dengan sempurna dan berpikir kejadian yang akan terjadi selanjutnya dengan khayalannya. Membayangkan saat Nain membalikkan badan dan terkejut, "Kasurku! Kenapa jadi seperti ini? Apa aku memang belum merapikannya? Tidak mungkin. Aku jelas baru saja merapikannya. Apa mungkin... Ha-hantu!!!"
"Ahaha... Pasti seperti itu." tawa Fiyyin lepas.
Fiyyin kembali menatap Nain yang hendak membalikkan badan dan seketika itu juga Nain heran menatap kasur yang kembali berantakan.
"Berantakan? Apa mungkin... Ah, Pasti karet spreinya terlepas, lagi pula sprei ini sudah cukup lama,jadi wajar saja jika karetnya sudah longgar." Nain mulai berjalan ke arah lemari untuk mengambil sprei lainnya.
Fiyyin heran dan kesal dengan reaksi Nain yang berbanding terbalik dari dugaannya. "Reaksi macam apa itu?! Bukan ini yang aku harapkan. Cih!" Fiyyin memperhatikan Nain sejenak, "Apa dia tidak takut hantu? Apa aku coba cari lain yang lebih meyakinkan?" Saat hendak melakukan kejahilan lain, seketika ia tersadar dengan waktu yang telah berubah menjadi pagi. "Tunggu," Fiyyin melihat cahaya matahari pagi. Teringat dengan Galtain yang tengah menunggunya.
Akhirnya Fiyyin memilih melupakan emosinya. Saat ini Galtain lebih penting dari apapun. Detik berikutnya saat Fiyyin hendak menghilang, tanpa ia sadari, tidak sengaja ia menggeser ranjang dan akhirnya menghilang bagaikan asap.
Nain reflek membalikan pandangannya setelah mendengar decitan.
"Suara apa itu?" Nain menghampiri ranjangnya dengan Sprei di tangannya dan menatap ranjang yang sudah bergeser.
"Hantu!!!" teriak Nain menggema seisi kamarnya dan menjatuhkan sprei di tangannya. Nain segera mengambil ponsel yang terletak di meja sebelum berlari ke lantai bawah.
***
"Sial! Beraninya dia membuat Knight Raja sepertiku terlihat bodoh. Tidak takut hantu? Lalu apa yang dia takutkan?" gumam Fiyyin di tengah jalannya menuju pintu yang mengarah langsung ke singgasana Hartis.
Baru melangkahkan kaki ke pintu gerbang, tiba-tiba saja ia mendapatkan Galtain berlari ke arahnya.
"Hantu bodoh! Dari mana saja kau? Aku sungguh mengkhawatirkanmu." Galtain melingkarkan tangannya di leher Fiyyin sambil tersenyum sinis.
"Akhh.. Leherku." Fiyyin segera menepiskan tangan Galtain. Dan membalas melilitkan tangan di leher Galtain, "Kau mengkhawatirkanku atau ingin membunuhku, hah!"
"A-khh... Lepas-kan." Galtain menggeliat dan menepis tangan Fiyyin. Menatap Fiyyin kesal, "Rasanya aku ingin membunuhmu! Kau membuatku khawatir, aku menunggumu tidak pulang seharian. Kau tahu, kau sangat menyebalkan!"
Fiyyin menepuk bahu Galtain, "Ya-ya. Baiklah. Maafkan aku. Selesai." Fiyyin melanjutkan jalannya dan meninggalkan Galtain yang masih menatapnya. "Aku ingin istirahat. Jangan menggangguku.
Galtain kesal. Menatap Fiyyin tajam yang mulai jauh dari tempatnya berdiri.
"Hei! Istirahat kau bilang?! Ini sudah malam, cepat jelaskan padaku apa yang terjadi?" teriak Galtain yang memandang punggung Fiyyin semakin menjauh.
"Hantu sialan itu!"
Saat di kamar Fiyyin sudah siap dengan jubah kebesarannya sebagai Knight istana dan hendak berjalan menuju singgasana memberi hormat pada Hartis. Saat hendak membuka pintu tiba-tiba saja pintu terbuka keras dan membentur jidatnya.
"Ahahah... Rasakan itu!" tawa Galtain puas, lalu berlari pergi.
"Ck! Sialan! Kemari kau Gal!" decak Fiyyin dan berlalu mengejar Galtain.