Saat tengah malam, Flair turun dari kamarnya dan menuju ke lemari pendingin untuk mengambil air dingin. Dari arah ruang tamu Flair melihat Nolan sedang meringkuk di sofa karena sofa itu terlalu kecil untuk tubuh Nolan yang tinggi kekar. Di meja ruang tamu laptop milik Nolan masih menyala menunjukkan tabel- tabel di layar laptop itu.
Mengapa ia tidur di sini? Sampai malam pun dia masih saja terus bekerja? Dia belum pulang ke rumahnya, Owh lama-lama dia akan pidah ke sini!!! Pikir Flair dalam benak.
"Hey, bangunlah!! Kamu harus pulang!!! Jangan tidur di sini!! Apa di rumahmu tidak ada tempat tidur??" Flair mengguncang tubuh Nolan berusaha membangunkannya.
Nolan membalikkan tubuhnya, wajahnya yang biasanya pucat terlihat memerah. "Tidak bisakah aku tetap tidur di sini malam ini??"
"Kamu tidak bisa tidur di sini. Kita ini bukan apa-apa mengapa kamu tidak sopan malah tidur di sini??"
"Sudahlah aku ingin tidur saja, aku tidak akan menganggumu! Sudah tidur sana di ruanganmu!! Kenapa kamu berisik sekali?" Nolan dengan raut muka keberatan.
Flair berusaha menarik tangan Nolan tapi tidak berhasil membuat Nolan bangkit untuk duduk. Flair merasa tangannya panas. Nolan, tubuh Nolan panas. Flair mulanya ragu-ragu namun memberanikan diri untuk menyentuh bagian wajah Nolan di pipi dan di kening. Demam, Nolan sedang demam. Flair segera mengambil termometer dan obat penurun panas dari kotak obat. Demam Nolan mencapai 40 derajat. Flair sangat khawatir dengan keadaan Nolan. Takut jika terjadi apa-apa dan berdampak pada dirinya.
Flair menepuk-nepuk pipi Nolan membangunkannya untuk minum obat. Nolan yang lemas menurut untuk meminum obat. Flair memapah tubuh Nolan untuk membantunya tidur lebih nyaman di kamar tamu. Ia menidurkan Nolan dan menyelimuti tubuhnya. Nolan tampak menggigil dan wajahnya masih merah. Tak tega meninggalkan Nolan tidur sendiri Flair memutuskan untuk tidak tidur malam ini. dan meminumkan obat penurun panas berikutnya beberapa jam setelahnya.
Saat berjalan ke ruang tamu, Flair berniat mematikan laptop milik Nolan, ia mengamati setiap file dan dokumen yang terbuka di layar laptop dan menyimpannya sebelum menutup jendelanya. Dan sampailah Flair pada jendela Website tentang berita kecelakaan orang tuanya lima tahun yang lalu. Flair mengamatinya dan membacanya satu per satu. Ia bertanya dalam hati mengapa Nolan membuka berita tentang orang tuanya? Mencari tahu tentang ayahnya. Walton Winn Bosley, semua kenangan semasa kecilnya, seakan kembali ke depan matanya. Senyum ayahnya yang tampan, foto-foto dan berita tentang ayah ibunya yang keduanya seorang pengusaha. Ayahnya yang seorang CEO salah satu televisi swasta seperti halnya Nolan. Mengapa begitu menarik hal ini bagi Nolan?
********
Nolan membalikkan tubuhnya ketika Flair membangunkannya. Pagi ini demamnya sudah turun, keringat dinginnya membasahi tubuh dan pakaian yang ia pakai. Ia kemudian duduk bersandar di sandaran tempat tidur dan wajahnya kembali putih pucat seperti biasa. Flair sudah membawa nampan berisi semangkuk sup ayam wortel yang masih terlihat berasap panas. Flair mengambilnya dengan sendok bubur dan meniupnya. Lalu menyuapkannya kepada Nolan.
Nolan menikmati suapan-demi suapan bubur ke mulutnya. Flair menyuapinya dengan sabar hingga bubur itu habis. Mengelap ujung-ujung bibir Nolan saat selesai makan dan membantu Nolan meminum obat lagi.
"Terima kasih sudah merawaktu dengan baik. Rupanya kamu sudah siap menjadi istri dan seorang ibu. " Ucap Nolan dengan nada menggoda.
"Aku akan ke kantor melanjutkan persiapan pagelaran, aku sudah siapkan juga sayur dan lauk untuk makan siang, kamu bisa mengambil dan makan sendiri bukan?"
"Sepertinya kamu khawatir sekali kalau aku akan mati." Nolan menyeringai.
"Bukan begitu, kalau kamu mati di sini aku yang akan kena masalah."
"Bagus bukan, semua orang akan berpikir kita punya hubungan spesial begitu kamu masuk berita televisi."
"Hentikan lelucomu!!" Flair membereskan alat makan Nolan dan beranjak berdiri, " Aku akan menyuruh Perry untuk mengantarkanmu pulang. Setelah sehat kamu boleh pulang dan beristirahat di rumahmu sendiri."
"Aku ingin beristirahat di sini. Kamu kejam sekali memaksaku pergi saat tubuhku masih lemas." Ucap Nolan kembali tidur di balik selimut.
"Kau ini!!!" Sudah tidak ada waktu lagi untuk menghiraukan Nolan, Flair keluar begitu saja dari kamar tamu dan berangkat ke kantornya.
Perry sudah menunggu dengan sabar di depan pintu siap mengantarkan Flair.
Ding!! Sebuah pesan masuk ke ponsel Flair.
Pulanglah saat makan siang, aku masih belum bisa makan sendiri. Tulis pesan dari Nolan. Flair hanya bisa mendengus kesal.
*******
Di tempat lain, tepatnya di Thomas Bag Convection House (Rumah Konveksi Tas Thomas), Fayre mengikuti pembuatan tas pesanan Idlina. Tas- tas itu sudah mencapai 70% dari seluruh proses pembuatan. Fayre sangat senang karena pembuatan tas-tas itu selesai lebih cepat dari rencana. Penjahit Thomas pun senang karena mengerjakan tas dengan kualitas bahan yang sangat lentur sehingga memudahkan untuk pembuatannya. Beberapa tas yang sudah selesai pengerjaannya dikirim langsung ke butik Idlina. Pengiriman pertama ini harus sempurna. Setelah itu Fayre akan fokus kepada pesanan spesial edition permintaan Idlina sendiri.
Meskipun terganggu dengan rasa mual karena bau lem di rumah jahit itu terus membayangi Fayre, Fayre merasa harus beradaptasi dengan kondisi barunya ini. Dengan menerapkan beberapa tips kehamilan dari Shandy yang sudah lebih dahulu merasakan hamil, cukup membantu Fayre untuk melaksanakan kegiatan bekerjanya.
Chad menjadi sangat sering menanyakan kabarnya, terlebih lagi seperti sekarang ini yaitu saat ia pergi sendirian tanpa ada Rory yang mendampinginya.
"Aku akan menjemputmu, " Ucap Chad dengan nada bahagia di seberang.
"Baiklah aku akan segera selesai." Sahut Fayre sambil meneliti tas terkahir di tangannya setelah lebih dari tiga ratus tas ia amati satu-per satu.
"Kamu ingin dibelikan sesuatu?" Tanya Chad lagi.
"Entahlah aku ingin sesuatu yang asam dan manis, nanti antarkan aku ke minimarket aku akan mencari sendiri di sana." Jawab Fayre.
"Aku sudah di depan." Ucap Chad sebelum menutup teleponnya.
Setelah menutup teleponya Fayre menandatangani surat tanda checking barang dan pengiriman ke butik milik Idlina. Selanjutnya ia membereskan dokumen dan keluar menemui Chad.
Pria itu tampan sekali siang ini. Rambutnya yang berombak dan lebih panjang di sisi atas disisir rapi ke belakang dan tampak mengkilap dengan pomade. Perutnya yang rata tampak di balik kemeja navy dan dasi panjang di dadanya terikat rapi dengan ujungnya melayang-layang mengikuti angin di siang itu yang cukup kencang.
Chad membukakan pintu mobil untuk Fayre dan setelah ia sendiri masuk ke dalam mobil, Chad melajukan mobilnya. Jalanan siang begitu lengang. Chad melihat Fayre yang tampak kelelahan.
"Entah mengapa aku merasa mudah sekali lelah. Apa ini normal?" Fayre khawatir dengan keadaannya.
"Itu normal sayang, kamu harus sering istirahat begitu lelah. Banyaklah minum air putih bisa membantu mengatasi kelelahanmu." Sahut Chad sambil memutar setirnya memasuki halaman sebuah mini market.
"Biar aku turun sendiri, kamu tunggulah di sini. Aku ingin memilih sesukaku." Ujar Fayre sambil turun dari mobilnya.
"Baiklah, " balas Chad sambil terus mengawasi Fayre bahkan hingga masuk ke dalam mini market.
Gula batu. Ah ini dia! ucap Fayre dalam hati.
" Mau membuat sesuatu Miss Rock Sugar?" Suara Kenrick tiba-tiba dari arah sebelah Fayre.
"Ken? Itu kamu?" Fayre terkejut bertemu dengan Ken.
"Yap!!!"
"Kamu sudah lama tidak hadir di kelas memasak. Apa kamu tidak akan kembali lagi ke sana?" Tanya Kenrick sambil menghampiri Fayre.
"Aku dan Flair sangat sibuk. Kami rasa kami akan kembali ke sana beberapa bulan ke depan."
"Kamu sudah dinanti, aku akan membuat beberapa video memasak di Delicio Class dan penyelenggara di sana setuju jika kamu yang mendampingi aku."
"Mengapa bisa aku? Banyak peserta lain di sana."
"Ya benar, tapi kamu yang mengumpulkan point tertinggi di setiap penilaian jadi kamulah yang terpilih."
"Benarkah??"
"Aku kira kamu sudah tahu. Dan gula sebanyak itu akan kamu bawa ke kelas masak kita." Ucap Kenrick sambil menunjuk sepuluh bungkus gula batu di tas belanja Fayre.
"Ah tidak hanya akan aku makan bersama manisan."
"Manisan?" Ken tersentak saat kata itu keluar dari mulut Fayre.
"Fayre apa ada masalah?" Tanya Chad memotong pembicaraan mereka.
"Tidak, aku akan segera kembali." Ucap Fayre pada Chad.
Chad menatap curiga pada Kenrick. Khawatir jika Fayre dekat dengan orang-orang yang tidak dikenal.
"Bagaimana pria akan dekat denganmu jika kalian terlalu dekat. "Bisik Kenrick pada Fayre.
"Apa kamu yakin ia melihatmu hanya sebagai keponakan?"
"Apa Maksudmu?" Tanya Fayre heran.
"Sudahlah, semoga harimu menyenangkan." Ucap Kenrick sambil membawa plastik belanjanya dan melewati Chad yang mengawasinya dengan tatapan tajam tanpa berkedip. Dan Kenrick pun membalas menatap Chad dengan tatapan tajam juga.
.
.
.
*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas
untuk tahu judul Novel saya yang lain