Bobi kejang-kejang saat memegang gagang pintu. Aku segera menghampiri semak-semak di samping pintu dan mematikan saklar listrik yang terhubung gagang pintu, "Maaf aku lupa melepasnya!" ucapku kepada Bobi yang pingsan.
Aku menyeretnya masuk ke dalam rumah dengan susah payah dan menunggunya hingga sadar. Setelah sadar dia justru marah. Aku marahi dia balik, "Apa itu balasan kepada penyelamatmu!"
Dia bertanya, "Kenapa tanganku tergantung dan kakiku terikat?"
Sambil menghapus keringat, aku bicara,"Oh, aku sudah mengikatnya sekuat tenaga!" Aku mengambil pisau runcing dan mendekatinya,
"Apa hatimu di sini?" ku tusukan pisau ke bahu kirinya membuatnya berteriak kesakitan.
Aku lepaskan hingga darahnya muncrat ke wajahku kemudian menusukannya kembali di bahu kanannya, "Atau di sini!"
Membuatnya semakin menderita, "Apa salahku?" Teriaknya.
"Oh, aku lupa. Kamu tidak punya hati hingga dengan sadisnya memperkosa gadis di bawah umur!"
Dia benar-benar terkejut.
Aku menatap selangkangannya, "Benda ini yang membuat si gadis hancur! Aku akan melenyapkannya"
"JANGAN!!!" Teriaknya semakin membuatku bersemangat mengambil gunting.
"Kenapa jangan, akan adil jika kamu juga mengalami pendarahaan sama seperti si gadis yang kau perkosa!"
Aku kebiri dia tak peduli dengan rasa sakit yang dia alami lalu memperlihatkan di depan wajahnya, "Ini dia, punyamu, buatku ya sebagai kenang-kenangan!" Ucapku polos.
Aku panik saat darah terus mengalir diselangkangannya, "Oh tidak, kamu akan mati dan itu tidak asik lagi!"
Kemudian ku perlihatkan wajah terseramku di depan wajahnya yang mulai pucat, "Takkan ku biarkan kau mati begitu saja!" Aku setrika di bagian selangkangannya terus dan terus,
jeritannya semakin membuat suasana menyenangkan. Baru selesai ku mengeringkan lukanya yang lain tiba-tiba lewat cctv ku lihat kak Pad berada di depan rumah.
Bersambung....