Chereads / IHeart You / Chapter 6 - Masa Lalu Penyesalan

Chapter 6 - Masa Lalu Penyesalan

Mereka semua berjalan dengan cepat. Bahkan tidak ada yang mempedulikan Putri yang sebenarnya juga masih sakit dengan bekas gigitan Mega. Putri, Nada, Fia, Ria duduk menunggu di depan ruang BP. Putri menyadari bahwa dia mendengar suara mobil ambulans yang pergi meninggalkan sekolah.

"Dengan ambulans? Separah itu kah?"Pikir Putri dalam hatinya.

Mereka berempat penuh dengan kesunyian. Tidak ada yang saling bertanya dan menatap. Hanya diam, memikirkan hal buruk apa yang akan terjadi dengan mereka. Bahkan terlihat beberapa siswa siswi yang berkerumun memperhatikan mereka dari jauh.

Kali ini Putri benar-benar sukses, membuat dirinya menjadi tenar di sekolah saat itu. Mereka masih menunggu untuk dipanggil oleh Bu Anggi. Sedangkan di dalam ruangan hanya ada Rian yang menemani Bu Anggi.

Tidak lama Rian keluar, dan memanggil Fia. Tidak cukup lama setelah Fia masuk, kemudian keluar kembali, disusul oleh Ria.

Sampai seterusnya Nada. Putri memperhatikan wajah teman-temannya pada saat keluar. Fia hanya menunjukkan ekspresi datar tanpa melihat Putri, sedangkan Ria pada saat keluar hanya menunjukkan ekspresi takut. Berbeda dengan Nada, yang keluar ruangan BP dengan nangis tersedu-sedu.

Tiba giliran Putri dipanggil. Entah mengapa kali ini dia merasakan ruangan itu sangat tidak menyenangkan. Dilihatnya Bu Anggi sedang menelepon seseorang, begitu juga dengan Rian yang sedang berbicara serius di telepon.

"OK, Wira. Kabarin secepatnya hasil perkembangannya bagaimana." Ucap Rian dengan nada berat, kemudian menutup telepon dan menyadari bahwa Putri memperhatikannya.

Sedangkan Bu Anggi, memberikan kode kepada Putri agar duduk. Kemudian Bu Anggi menutup teleponnya. "Huhhhh, ok sudah di telepon semua. Para orang tua akan datang hari ini." Ucap Bu Anggi kepada Rian.

"Jadi Putri, apa pembelaanmu sekarang?" Tanya Bu Anggi yang sekarang berdiri disamping Putri dan menatap dengan wajah seriusnya.

Putri pun hanya terdiam dan masih dengan tanpa ekspresi. Pembelaan? Pikirnya, bukankah semua sudah tau memang Putri yang bersalah. Apa pentingnya pembelaan saat ini. Rian mendekati Putri dengan kesal.

"Kamu tau Putri, sebagai ketua OSIS disini dan sebagai kakakmu. Sungguh mengecewakan atas perbuatan yang kamu lakukan saat ini." Terlihat Rian melambungkan dadanya, karena kekecewaannya yang besar.

"Kalau bukan Fia yang menyadari, dan melaporkan ini ke Kakak. Entah perbuatan lebih apa lagi yang akan kau lakukan. Tunggu sampai Mama datang kesini." Sebelum Rian mulai berbicara lagi, Bu Anggi sudah memotong pembicaraannya.

"Cukup Rian, kurasa Putri sudah tau kesalahan apa yang dia perbuat." Rian pun terdiam, tapi dengan wajah kesal dan memalingkan wajahnya ke arah jendela luar.

"Putri, teman-temanmu sudah memberitahukan semuanya. Dari mulai buku catatan, baju olahraga, sampai kejadian hari ini." Ucap Bu Anggi yang kemudian berjalan ke samping kiri Putri. Dan menunduk memegang bahu Putri.

"Putri, kamu anak yang pintar dan berbakat. Ibu tidak menyangka kamu bisa bersikap sejauh ini terhadap temanmu." Putri hanya bisa tertunduk malu, hanya bisa diam tanpa bisa berucap satu katapun.

"Maaf membuat kalian semua menjadi repot."Ucap Putri dengan dingin.

Terlihat ekspresi Rian yang kecewa dengan ucapan adiknya.

"Putri sepertinya kamu perlu ke ruang UKS, segera obati luka di tanganmu. Tidak perlu ke ruang hukuman, Dan jangan kemana-mana terlebih dahulu, karena orangtuamu akan menjemputmu." Perintah Bu Anggi. Putri pun menuruti dan berjalan keluar menuju ke ruang UKS.

Penjaga UKS mulai mengobati luka gigitan ditangan Putri. Putri menahan airmatanya untuk tidak keluar, Putri pun menyesal dengan apa yang dia perbuat kepada Mega. Banyak yang ia pikirkan di ruang UKS. Apakah Mega baik-baik saja, apa yang akan terjadi dengannya? Terlalu banyak pertanyaan yang ia pikirkan.

Petugas UKS pun keluar dari ruangan, sepertinya ia menyadari bahwa Putri butuh sendiri. Putri langsung meringkuk di atas tempat tidur kecil di ruang UKS, menutupi wajahnya dengan selimut yang ada.

Putri mulai menitikkan air mata. Entah mengapa sekuat apapun dia menahan air mata ini agar tidak keluar. Tetap dia tidak bisa menahannya. Air mata ketakutan, air mata penyesalan, dia tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

Putri sepertinya tertidur sebentar, terbangun karena ada suara yang tidak asing memanggilnya dengan nada lembut. Putri membuka selimutnya. "Mama?" ucap Putri pelan. Wajah Mama terlihat lelah, dan tidak ada ekpresi sama sekali. Kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.

Putri mengikuti instruksi ibunya, untuk kembali pulang ke rumah. Mama masih mengerjakan pakaian kerja. Sepertinya mama baru kembali dari luar negeri. Sepanjang perjalanan hanya ada Putri dan mama duduk di kursi belakang. Sedangkan Rian dan supir berada di kursi depan.

Apakah tepat jika Putri memberanikan diri, untuk menanyakan kabar Mega. Ketika Putri mencoba untuk membuka mulutnya, tapi ketidakberanian itu datang kembali membuat Putri kembali diam terpaku.

Lagi-lagi hanya ada kesunyian, Mama hanya menatap ke arah jendela luar. Sedangkan Rian sibuk dengan HPnya, entah mengapa Putri meyakini jika Rian berkomunikasi dengan Wira.

Sesampai dirumah, suasana semakin tegang. Apa yang harus dikatakan olehnya kepada Ayahnya. Tapi ternyata Ayah sudah menunggu di ruang keluarga, dan menatap Putri yang tertunduk malu.

Beberapa nasihat dan kecaman dilayangkan, Putri hanya bisa bersikap pasrah dan menerima semua cercaan dari ayahnya. Ketika ayahnya sudah cukup memberikan kemarahan dan kekecewaannya kepada Putri, ayahnya mengijinkan Putri untuk kembali ke kamarnya.

Putri menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, mulai meremas bantal yang ada didekatnya. Kemudian mulai meneteskan airmatanya. Sungguh suasana ini semakin tidak menyenangkan, Putri lebih memilih untuk dimarahi oleh ibu dan kakanya daripada harus didiamkan seperti ini.

Setelah kejadian tersebut, Putri mendapatkan hukuman diskorsing selama dua minggu untuk tidak masuk sekolah. Tapi kenyataannya hukuman dua minggu seperti hukuman dua bulan. Putri pun tidak diperbolehkan untuk keluar rumah.

Putri hanya banyak melakukan aktifitas di dalam kamar, bahkan dia mulai kehilangan sahabatnya. Usai kejadian tersebut. Fita, Ria dan Nada tidak pernah menghubunginya. Bahkan Putri mengetahui bahwa mereka bertiga mulai meninggalkan grup chat. Dan kini di grup tersebut hanya ada Putri seorang, terparahnya Putri tau ketika nomornya diblokir oleh teman-temanya sendiri.

Apa sih yang dipikirkan oleh Putri, sudah pasti dan jelas teman-temannya akan menjauhinya semenjak kejadian tersebut.

Beberapa kali dirinya mencoba menanyakan keadaan Mega kepada Rian, tapi Rian tidak memberikan jawaban apapun. Hanya memberikan nasihat agar Putri bisa lebih intropeksi dan lebih bijaksana dalam menyikapi segala masalah.

Perubahan sikap pun terjadi oleh kakaknya Wira, Wira sekarang bersikap sangat dingin. Tidak ada lagi canda dan tawa yang terlihat, pernah Putri berniat untuk menanyakan kabar Mega, tapi Wira selalu menjauh dari Putri. Putri begitu sedih, ya dia tau inilah hukuman untuknya.

Semenjak saat itu dan selama hukuman dua minggunya, Putri mulai berhenti menanyakan atau bagaimana situasi teman-teman ataupun Mega. Putri lebih banyak mengurung diri di kamar, menyesali perbuatannya. Walaupun dia tau, tidak akan ada yang percaya dengan penyeselannya.

Setelah hukumannya selama dua minggu, Putri mulai kembali bersekolah. Putri sadar dia menjadi pembicaraan teman-temannya. Bukan hanya satu kelas, tapi satu sekolah. Beruntung Putri tidak dikeluarkan, karena keluarganya memang memiliki pengaruh besar untuk sekolah tersebut. Putri masih dalam batas aman dan tidak dikeluarkan.

Fia memilih untuk pindah bangku, Nada dan Ria pun sudah menjauhi.

"Jadi ini rasanya menjadi Mega." Ucap Putri dalam hatinya. Dijauhi teman, bahkan tidak memiliki teman. Perbedaannya Putri dijauhi karena dia melakukan hal yang Jahat, sedangkan Mega hanyalah gadis baik yang pintar, yang tidak pernah terlihat jahat.

Mega pun tidak pernah terlihat semenjak saat itu, dari berbagai rumor yang Putri dengar. Bahwa Mega pindah sekolah, Hal ini makin membuat Putri terlihat menjadi orang yang jahat nomor satu disekolahnya. Bahkan sepintar apapun Putri, pencitraan bully tetap melekat didirinya.

Bahkan dirumah pun Putri masih terlihat canggung. Wira masih bersikap dingin, sedangkan Rian sibuk dengan kegiatan OSIS dan ujian akhirnya. Raja dan Rafa yang mencoba menghibur Putri, sesekali mempraktekkan apa yang dilakukan Putri dengan candaan. Walaupun Putri sama sekali tidak terhibur.

Ayah dan Ibu yang menyadari perubahan sikap Putri mulai khawatir.

Malam itu di Minggu ketiga semenjak kejadian. Putri yang hanya berdiam diri di kamar, mendengar suara ketukan dari balik pintunya. Terdengar suara ibunya yang lembut dan memanggil Putri.

"Putri, mama ganggu gak?" Tanyanya dengan ragu

"Gak Ma, silahkan masuk. Putri lagi belajar aja, mau mengejar pelajaran yang kemarin tertinggal." Ucap Putri dengan senyum manis.

"Ini kan malam minggu, kamu gak keluar?" Tanya mama heran, tidak mungkin Putri menceritakan kalau sekarang ini Putri sudah tidak memiliki teman sama sekali dan Putri hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dari mama.

Ibunya pun seketika memeluk Putri dengan sangat erat, "Anak mama sayang, mama cuman mau bilang kalau mama dan papa tidak pernah marah sama Putri." Putri kaget dengan reaksi mama yang menurutnya berlebihan.

Tapi pelukan mama sangat hangat, pelukan mama membuat hati Putri tenang dan nyaman. Putri sudah sangat mencoba menahannya, tapi air mata itu keluar dan tidak terkendali.

"Ma, maafkan Putri ya. Putri memang egois, gara-gara putri Mega jadi.. jadi.." Ucapan Putri pun terpotong, Putri menyeka hidungnya tidak peduli ingusnya mengenai baju mamanya. Mama semakin memeluk erat Putri.

"Putri gak tau apa yang Putri lakukan, putri menyesal ma. Putri takut ma." Ucap Putri semakin terisak.

"Putri, sayang, mama tau Putri bukan orang jahat. Mama tau Putri itu anak yang baik dan penyayang. Sudah cukup Putri tidak perlu memberikan penjelasan apa-apa ke mama, Mama kesini mau liat kondisi Putri, anak mama jadi kurus karena kurang makan." Ucap Mama mencoba menenangkan Putri.

Putri semakin memeluk erat Ibunya, dan entah mengapa dia pun menjadi sedikit lega. Karena sudah mengutarakan semua perasaannya.

Tanpa Putri dan Ibunya sadari, Wira mendengarkan dari balik pintu kamar Putri. Entah apa yang dipikirkan Wira saat itu. Tapi semenjak kejadian itu Wira mulai menyadari adiknya hanya butuh perhatian lebih.

Tiga bulan berlalu, Putri menjadi sosok yang pendiam. Lebih banyak menyendiri, lebih banyak menghabiskan waktu istirahat di bangku taman sekolah. Setidaknya ditempat itu Putri bisa menghindari tatapan teman-temanya, menghindari bisikan-bisikan temannya soal kejadian mengerikan tersebut.

Fia sudah memiliki teman-teman baru, bahkan Putri melihat Fia banyak memiliki teman dari kelas lainnya. Sedangkan Nada dan Ria, mereka selalu berjalan berdua, sesekali mereka terlihat dengan Fia berada di perpustakaan sekolah.

Putri sadar, bahwa teman-temannya sudah tidak ingin berada didekat Putri. Pernah teman-temannya (Fia, Ria dan Nada), mencoba untuk mendekati Putri. Justru Malah Putri yang memilih untuk menjauhi mereka.