Andi sedikit jengkel dengan sikap jahil Surya, tapi tetap saja ia harus menjaga kesopanan. Alih-alih marah, Andi hanya bisa memberikan senyumnya secara ikhlas.
"Asal jangan sering-sering aja ya kak Surya, bisa-bisa Andi masuk ke rumah sakit." Celetuk Andi dengan senyum dipaksa.
"Aduh, maaf ya Ndi, Kak Surya tuh orangnya begitu – Iseng bangett." Putri kemudian menyodorkan minuman ke arah Andi, "Minum dulu ini."
"Udah banyak minum aku Put, perut sampai kembung begini udah kaya ikan." Ucap Andi, dan Putri kembali mengembalikan gelas ke Meja. Surya yang sudah mengendalikan tawanya, kembali menatap Andi dengan raut wajah yang kali ini berbeda, dan lebih ramah dibandingkan sebelumnya.
"OK, Sorry ya. Gak ada maksud apa-apa kok. Cuman mau test aja, seperti apa teman adik saya ini." Surya tesenyum ramah dan sambil mengambil gelas yang tadi Putri tawarkan untuk Andi, dan meneguknya sedikit.
"Tapi kamu tipe anak yang lucu dan humoris, kok bisa temanan sama Putri yang super judes dan jutek ini." Surya menatap adiknya, "Ih apa sih Kak Surya, Putri udah gak begitu lagi kok." Putri memalingkan wajahnya ke Andi, sadar slyer di kepala Andi tidak ada.
"Andi, slyer tumben di lepas. Rambut depan kamu udah panjang ya." Ucap Putri, dan Andi langsung memegang rambut depannya. "Eh iya ya.. besok aku potong deh." Jawab Andi singkat dan malu.
"Asal kamu dari mana Andi, Kalau Kak Surya lihat sepertinya kamu blesteran ya?" Surya mulai bertanya lagi. "Saya kak, enggak blesteran banget sih, Mama saya dari nenek moyang saya memang ada keturunan dari Cina dan kebetulan nikah sama bule (Andi tidak yakin dengan ini). Kalau Papa saya asli Manado. Ya kalau saya lahir dan besar di Singapura. Pindah Ke Jakarta, karena akhirnya Papa bisa dapat kerjaan di Indonesia." Jawab Andi dengan sangat panjang.
"Ohh pantesan,, dibilang blasteran gak juga sih." Ucapan Surya kali ini berbeda dengan sebelumnya. Membuat Andi jadi bingung, apa Surya sedang bercanda atau sedang serius.
"Kak, udah deh jangan mengalihkan topik. Kok Kakak gak ada kasi kabar soal kondisi kesehatan Kak Leyna." Kali ini Putri memasang wajah kesalnya. Surya menatap adiknya dengan tersenyum.
"Kakak kasi tau kok, tapi ke mama. Lagian kan gak mungkin kaka kasi tau ke papa. Dan segalanya juga sudah membaik. Leyna juga sudah keluar dari rumah sakit" Jawab Surya, dan terlihat raut wajah Putri tetap kecewa.
"Tapi harusnya ka Surya tetap kasi tau Putri, kan bisa chat ke Putri." Bela Putri dengan kesal. "Iya maaf ya, kakak janji kalau ada apa-apa. Kakak akan langsung info ke adik kaka yang cantik ini." (Andi masih jadi pendengar, diam-diam dia mengambil kue yang berada dekat dengan Surya, dan mencipipinya dengan pelan-pelan. Rasanya yang enak membuat Andi ketagihan, tanpa dia sadari dia sudah memeluk erat toples tersebut sambil memperhatikan Surya dan Putri berbicara).
"Kak, yang tau soal ka leyna hamil dan keguguran apa cuman mama?" Tanya Putri kembali. "emmm,,, ya begitulah." Ucap Surya dengan nada tidak yakin. "Gimana enak kan Andi?" Tanya Surya ke Andi yang sedang asik dengan kue ditangannya, mencoba mengalihkan pertanyaan Putri.
Putri yang mengetahui hal itu tidak mempedulikan Andi, "Kak, tapi kondisi ka Leyna baik-baik saja kan kak?" Tanya Putri kembali cemas. Topik Andi tidak berhasil mengalihkan pertanyaan Putri. Surya kembali menatp Putri dengan tersenyum.
"Semuanya sudah baik-baik saja Put, sudah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Leyna juga sudah mulai stabil kondisinya. Kakak tau ini berat untuknya, untuk kehilangan calon anak kami. Apalagi setelah menunggu hampir 2 tahun untuk memiliki anak, tapi kami tetap optimis dan percaya pasti ada hikmah dibalik semua ini." Andi yang mendengar ucapan Surya yang cukup bijaksana, menghentikan kunyahan dimulutnya dan mengangguk setuju, walaupun Putri tidak melihat respon temannya itu.
"Kaka sabar ya, Putri yakin kakak akan diberikan anak yang banyak..." Putri pun memeluk erat kakanya dengan sebentar kemudian melepaskan pelukannya, sadar dia ingin menangis dihadapan kakaknya. Surya melihat wajah adiknya yang mulai memerah dan menahan nangis.
"Kamu ini cengeng banget ya, gitu aja udah nangis." Ledek Surya kepada Putri.
"Putri sedih kak, seandainya kaka tinggal bersama kita lagi. Pasti Putri bisa bantu utuk jaga ka Leyna." Surya pun menunjukkan ekspresi sedih, dan Putri menyadarinya.
"Ka, ini ada titipan dari mama." Putri mengeluarkan amplop yang berada di saku bajunya. Kemudian menyodorkannya ke arah Surya. Tapi tidak ada respon dari kakaknya, dan seperti enggan untuk mengambil amplop tersebut.
"Gak perlu Put, berikan kembali ke mama. Titip pesan, kakak tidak memerlukannya." Ucap Surya dengan nada sedikit marah. Dan mendorong tangan Putri yang memegang amplop. Putri sedikit terkejut dengan reaksi kakanya, tapi alih-alih marah Putri tersenyum.
"Kak, kalau kakak tidak mau terima titipan dari mama. Lebih baik kaka sendiri yang mengembalikan ke mama, Putri hanya diminta tolong untuk memberikan ini ke kakak. Bukan untuk membawa kembali dan diberi ke mama." Gantian Surya yang terkejut dengan jawaban Putri.
Hari sudah menjelang sore, Putri memutuskan untuk segera pulang. Putri pun sadar bahwa Surya juga butuh waktu untuk istirahat. Putri dan Andi memutuskan untuk pamit, dan berjanji di waktu libur untuk kembali lagi, dan menjeguk kakak iparnya.
Andi yang menahan lapar, mengajak Putri untuk makan di restoran cepat saji terdekat yang searah dengan arah pulang. Setelah memesan beberapa minuman, kentang, ayam, es krim dan burger. Putri dan Andi mulai pelan-pelan melahap makanan mereka dengan nikmat.
"Put, sorry ya kalau kepo. Sebenarnya ada apa? Ee.. maksudnya tadi gue liat ka Surya kaya sedih gitu waktu lo kasi tau titipan dari nyokap." Tanya Andi sambil menyeruput minumannya. Putri yang sedang menjilati es krimnya, langsung menatap wajah Andi dengan sangat serius. Berpikir apa perlu bercerita kepada Andi, tapi Andi temannya saat ini. Mungkin ini saat yang tepat untuk meminta sedikit nasihat dari temannya itu.
"Jadi Kak Surya itu memang sengaja pergi ninggalin rumah, karena Papa." Ucap Putri, terlihat Andi langsung berhenti dari aktifitas mengunyah makanan. "Dan?" Tanya Andi semakin penasaran.
"Ka Surya sangat cinta dengan ka leyna, pada dasarnya ka Leyna orang yang sangat baik, cerdas dan mandiri. Sayangnya.." Ucapan Putri terhenti, kemudian menghela nafasnya dengan panjang. "Sayangnya kenapa Put?" Andi menatap serius.
"Sayangnya, ka Leyna itu dari keluarga yang sangat biasa saja. Bukan dari keluarga yang berada, bukan dari keluarga terpandang. Tapi ka Leyna itu mandiri orangnya, dengan dibantu ka Surya. Ka Leyna membuat toko kuenya sendiri. Memang belum terlalu tenar, namanya juga merintis dari awal." Ucap Putri kembali menjilati eskrimnya.
"Memang ada yang salah ya Put, kalau mencintai seseorang bukan dari kondisi yang kamu bilang itu tadi." Andi kembali bertanya, sambil memakan kentangnya.
"Aduhh, bagaimana ya. Papaku itu pada dasarnya orang yang baik, tapi Papa itu karakternya terlalu tegas dan kaku, tidak mudah menerima suatu hal yang baru. Bibit, bebet, dan bobot itu selalu jadi penentu untuk menentukan pasangan untuk anak-anaknya." Putri terlihat sedih ketika menjelaskan.