Mega sangat terkejut melihat reaksi Putri, ia pun tersenyum lebar dan membalas pegangan Putri dengan pelukan. Pelukan sebagai teman yang selama ini Putri jarang rasakan, "Maafin gue ya Mega." Ucap Putri dengan spontan, "Gue juga harus minta maaf sama lo." Ucap Mega yang kali ini melepaskan pelukannya.
"Gue benar-benar khawatir dan merasa bersalah, ketika Wira bilang lo berusaha buat.." ucapan Mega terhenti dan memegang pergelangan tangan Putri. Terlihat goresan sayatan itu sudah mulai memudar, meninggalkan garis-garis putih.
"Gue gak akan ngelakuin hal seperti ini lagi, ini janji gue. Gue udah belajar untuk lebih menjadi dewasa dan bersikap bijak setiap kali ada masalah. Jawabannya hanya satu, Kita harus berani menghadapinya satu persatu." Putri mencoba mengalihkan pandangan Mega yang melihat pergelangannya.
"Hey girls, lagi pada ngapain?" Andi yang tiba-tiba datang, tersenyum lebar menghampiri Putri dan Mega. "Pacar kamu datang tuh." Ledek Mega, Andi yang mendengar ucapan Mega, langsung tersenyum lebar menatap Putri. "Pacar?" Putri yang bingung harus menerangkan bagaimana ke Mega soal hubungannya dengan Andi.
"Hai ladys, gue gak ganggu kalian kan." Sapa Andi yang masih berdiri menatap mereka, Mega pun bangkit dari duduknya. "Gak kok, lagian gue juga udah selesai." Ucap Mega yang kini menatap Putri, "Gue tinggal dulu ya Put, senang bisa ngobrol banyak sama lo." Ucap Mega yang berlalu meninggalkan Putri dan Andi.
"Jangan keGe-Eran." Ucap Putri ketus, dan kini Andi duduk disamping Putri. Andi merentangkan tangannya yang panjang di sisi kursi, mencoba meraih bahu Putri. Putri yang sadar dengan keisengan temannya, menarik mundur tangan Andi.
Istirahat siang itu berlalu dengan sangat cepat, Andi mengeluhkan banyak pekerjaan rumah yang diberikan oleh para guru. Putri hanya memberikan nasihat-nasihat kecil dan mencoba menyemangati temannya agar lebih bersemangat. Tapi sering kali Andi mencoba merayu Putri, Putri yang sadar tentunya tidak cepat terbawa suasana.
Putri pun sadar dengan obrolannya dengan Mega, Mega yang masih bingung dengan perasaannya dengan Wira. Begitu pun dengan Putri, ia masih memandang Andi yang masih bercerita panjang. Menatap wajah temannya dengan sangat seksama, mengingat kejadian demi kejadian yang mereka lewati. Andi selalu setia menemaninya, selalu memberikan dukungan dalam setiap kesedihannya.
Andi yang sadar Putri melihatnya, tersipu malu. "Kamu kenapa, liatin aku kaya begitu?" Ucap Andi bingung. "Gak, aku cuman mau bilang terimakasih ya." Jawab Putri tersenyum manis. Dan Andi pun malah menertawakan ucapan Putri.
Usai istirahat, Putri dan Andi kembali ke kelas mereka. Putri masih harus melewatkan dua mata pelajaran lagi. Dia ingat janjinya dengan ayahnya untuk mengantar ke makam ibunya.
Putri sudah tidak sabar menunggu bel pulang berbunyi, Pak raden tampaknya sudah mulai merapikan tugas yang sudah dikumpulkan oleh Rika. Tidak lama bel pulang pun berbunyi. Para murid pun berhamburan keluar kelas.
Putri yang keluar tergesa, langsung berjalan dengan cepat dan mencari temannya Andi. Tidak lama Putri bisa menemukan Andi di antara kerumunan murid. Mereka pun bergegas pulang. Selama perjalanan Putri banyak berbincang dengan temannya, sesekali Andi melayangkan gurauannya terhadap Putri, walau Putri merasa gurauannya sama sekali tidak lucu.
"Put, kamu tau gak?" Tanya Andi yang sedikit berteriak mengimbangi suaranya yang terhantam oleh angin, "Tau Apa?" Tanya Putri menatap Andi dari spion motornya. "Kalau aku itu sayang kamu." Teriak Andi. Putri yang mendengarnya merasa bingung.
"Apa, aku gak dengar." Ledek Putri, "Aku sayang kamu Put." Teriak Andi yang kini memberhentikan motornya di keramaian kedaraan yang terhenti karena lampu merah. "Kamu mau gak jadi.."Andi terhenti karena melihat reaksi Putri yang melotot ke arahnya.
"Jangan bilang apa-apa,, liat semua orang liat kita. Tuh lampu hijau, buruan jalan." Cubit Putri dengan kesal merasa malu menjadi pusat perhatian orang-orang karena suara Andi yang cukup kencang untuk didengar.
Dan Putri pun tiba di rumah dan tentunya dengan selamat, Andi yang berkali-kali menahan Putri untuk masuk ke dalam rumah. Masih berusaha untuk mencoba mengutarakan perasaannya. Dan meminta belas asih terhadap Putri untuk memberikannya waktu berbicara.
"Put, please sebentar aja, 5 menit." Ucap Andi dengan cepat, dan Putri membalasnya dengan menggelengkan kepala dengan cepat. "4 menit." Andi menawar, Putri menggelengkan. "3 menit," Andi kembali menawar, "1 menit," Ucap Putri tersenyum licik.
"Put, aku serius." Andi yang sedang duduk bersender di motornya, tiba-tiba meraih tangan Putri dan menggenggamnya dengan erat dan menatap tajam ke arah Putri. "Kamu mau kan jadi Pacar aku." Ucap Andi tanpa ragu dan malu.
Putri yang mendengarnya, langsung tersenyum. "Kamu yakin?" Putri memberikan pertanyaan, dan membuat bingung Andi yang mendengarnya. "Loh emang kenapa, maksudnya kenapa juga jadi gak yakin." Andi bertanya dan masih berharap Putri menjawab iya segera.
"Maksud aku kamu yakin sama perasaan kamu, kalau kamu itu sayang aku sebagai teman atau sebagai pacar." Ucap Putri yang kini terdengar seperti Mega yang berbicara. Andi langsung kaget dengan pernyataan Putri, dan terlihat bingung untuk menjawabnya.
"Ehh.. ya aku sayang kamu seutuhnya Put, sebagai teman dan sebagai pac..." Putri pun memotong omongan Andi, "Udah satu menit, udah ah aku mau masuk dulu. Udah janji sama papa." Putri berbalik dan melepaskan genggaman tangan Andi. "Jadi aku ditolak nih Put?" Teriak Andi bingung yang menatap Putri berlalu meninggalkannya.
"Aku gak bilang nolak kamu, dan aku juga gak bilang terima kamu. Kamu pikirin dulu jawaban pertanyaan aku ya." Teriak Putri tersenyum dan benar-benar berlalu meninggalkan Andi. Andi yang masih diam terpaku di balik pagar, memikirkan pertanyaan Putri.
"Sayang sebagai teman atau pacar? jadi harus pilih salah satu." Ucap Andi pada dirinya sendiri. "Kalau pilih sayang sebagai pacar, jadi gak bisa sayang sebagai teman. Jadinya gak bisa temanan." Andi kembali berbicara sendiri. "Arrhhh,, pusing sama pikiran perempuan sekarang." Ucap Andi kesal dan sekarang memilih untuk menjalankan motornya.