Putri menatap dengan senyuman yang aneh, dan Wira tampaknya tidak mempedulikan adiknya yang menyeringai aneh menatapnya.
"Sudah... Cukup... Jangan ganggu adik kalian lagi!" Ucap Mariana melerai, dan menghampiri Putri dengan sikap hati-hati.
"Putri, sepulang sekolah kamu tolong mampir ke rumah Surya ya... Mama titip amplop ini, dan tolong langsung diberikan." Ucap Mariana dengan nada pelan. Bahkan berbicara terlalu dekat dengan wajah Putri, sambil menyelipkan amplop ke dalam saku putrinya.
Wira sedikit melirik ke arah Mariana dan Putri, tapi kemudian dia mulai sibuk dengan membaca bukunya kembali – berpura-pura untuk tidak melihat sikap aneh dari Mariana dan Putri.
Dengan cepat Mariana langsung membalikkan badan, dan kembali terlihat sibuk. Bambang, Rafa dan Raja, tidak menyadari Mariana yang sedang berbicara dengan Putri
Bambang sedang memberikan nasihat kepada putra kembarnya, agar lebih serius dengan kuliah mereka. sedangkan Raja, Rafa mendengarkan ucapan ayahnya dengan sikap terpaksa.
Putri memandang kearah sakunya, dan langsung mengambil amplop tersebut. Sedikit penasaran tapi setelahnya, ia memasukkan kembali ke dalam saku bajunya.
Tidak lama suara bel berbunyi nyaring, dan disusul dengan suara Andi dari balik pintu seraya mengucapkan salam. Dan Putri menegakkan tubuhnya, bangkit dari kursinya dan bersiap-siap untuk berangkat menuju sekolah.
"Andi sudah datang! Putri pamit dulu ya mah, pah..." Ucap Putri. Dan melambai kepada semua yang berada di meja makan.
"Kamu enggak mau diantar sama supir, Put?" Tanya Mariana heran.
"Mmm... Enggak deh ma. Lebih enak kalau Putri berangkat sama Andi." Ucap Putri dengan senyumnya.
Ya, itu adalah jawaban jujur Putri saat ini. Putri lebih baik menghindari tatapan teman-temannya di sekolah, mencoba untuk tidak terlalu mencolok, mengingat apa yang sudah pernah dia lakukan sebelumnya dimasa lalu.
"Rian mana ya ma?" Tanya Wira seketika dia sadar dengan sekelilingnya.
"Sudah berangkat, dan katanya bareng sama Jeremy," Jawab Mariana.
"Kamu mau bareng sama papa atau mau diantar supir?" Bambang menawarkan putranya.
"Kayanya Wira naik ojol aja. Lagian arahnya kan beda, nanti papa malah muter kejauhan." Jawab Wira datar.
"Loh motor kamu?"Tanya Bambang kembali.
"Lagi males aja Pah, lagian sekali-kali merakyat dulu lah pah." Wira pun mulai berdiri sambil mencium tangan kepada kedua orangtuanya, disusul dengan Putri yang tidak mau kalah dengan Wira, dan langsung tergesa-gesa menuju ke pintu luar. Putri tidak menghiraukan kakanya, yang menatap dengan sinis.
Sosok pria tinggi, mengenakan pakaian seragam dengan jaket berwarna orange terang telah menunggu Putri dari balik pintu masuk utama.
Poninya yang cukup panjang, dan rambutnya yang terlalu lurus. Membuat wajah Andi seperti tenggelam bersama rambutnya. Ditambah aksesoris yang dia gunakan di atas kepalanya. Sebuah kaca mata renang terpasang diatas kepalanya layaknya sebuah bandana.
Putri pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat penampilan mentereng teman dekatnya. Sebenarnya Andi cukup tampan, ditambah dengan tingginya yang menjulang. Tapi sifatnya yang tidak mau diatur, dan bergaya sesuka hatinya. Membuat dia jauh dari para wanita yang ingin mendekatinya.
"Andi.. lama banget sihh? Luluran dulu yaa?" Tanya Putri dengan sinis.
"Ih apa sihhh,, tadi bannya kempes, jadi ke tukang ban dulu" Ucap Andi dengan serius. "Ooo.." ucap Putri dengan datar.
"Itu kacamata renang buat apa ya?" Tanya Putri dengan wajah seriusnya, Andi malah tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi depannya.
"Ini (sambil memegang kacamata renang di kepalanya), biar gak silau lah." Andi tertawa kecil dan mengedipkan matanya ke wajah Putri yang keheranan.
"Pagi Ka Wira," Sapa Andi riang. Karena melihat Wira muncul dari balik bahu Putri. Wira pun membalas pagi tanpa menatap Andi, dan masih sibuk dengan menatap kearah ponselnya.
"OK, dapat." Gumam Wira sambil meletakkan ponselnya pada saku baju.
"Kalian berangkat berdua?" Tanya Wira sinis.
"Eh... Iya kak." Ucap Andi dengan senyumnya yang lebar, Putri langsung menyikut perut Andi dan memberikan kode pada temannya agar mereka bisa segera berangkat.
"Kita berangkat dulu ya ka Wira." Potong Putri dengan menyeringai. Wira pun tidak membalas Putri, dan menyenderkan badannya ke dinding tembok sambil tetap memperhatikan layar ponselnya.
Beberapa tukang kebun yang memperhatikan Andi sedari tadi, tersenyum dengan menggelengkan kepala karena melihat penampilan Andi.
Sambil berbisik-bisik menahan senyuman, dan masih memperhatikan. Andi yang sadar dirinya menjadi pusat perhatian, melambaikan tangannya sambil memperagakan gerakan-gerakan aneh yang makin membuat mereka tidak bisa menahan tawa di wajah mereka.
"Andi, apaan sih?! Masa kamu tebar pesona sama bi Lastri dan pak Deden." Ucap Putri dengan ketus dan menarik kemeja Andi, agar segera menuju pintu luar rumah.
"Itulah bedanya Put, pesona lelaki sejati." Andi memberikan senyuman terlebarnya, terlihat reaksi temannya yang jijik. Andi pun menatap Wira, yang juga memperhatikannya, "Bye.. Kakak Ipar, Sampai ketemu di sekolah." Ucap Andi meledek, tetapi Wira semakin memalingkan wajahnya.
"Ka Wira, itu kelewat serius ya Put." Andi berceloteh dengan pelan sambil berjalan menuju pagar rumah. "Hushhh,, bukan urusan kamu, mendingan kita cepat sampai sekolah. Hari ini pelajaran pertama sama Bu Rani." Jawab Putri memperongatkan..
Putri dan Andi sudah meninggal pekarangan rumah, sayangnya motor yang mereka tumpangi ternyata tetap memiliki masalah yang sama.
Ban motor Andi kembali bocor, dan mereka berdua harus bersusah payah menemukan tempat tambal ban motor.
Setelahnya mereka juga harus menunggu waktu lama pada saat perbaikan, dan karena itu mereka berdua akhirnya datang sangat terlambat. Bahkan harus merayu Pak Nano penjaga gerbang sekolah agar mau membukakan pintu sekolah.
Hari itu Putri benar-benar dibuat kesal oleh Andi, dimulai dengan menambal ban motor, kemudian datang terlambat ke sekolah. Dan dihukum oleh Bu Rani – guru Biologi. Sebuah hukuman untuk membuat rangkuman semua pelajaran yang ada dibuku hanya dalam waktu satu minggu.
Sedangkan Andi, yang berbeda kelas dengannya. Bisa terselamatkan, karena guru kesenian tidak hadir saat jam pertama.
Di jam Istirahat sekolah- putri masih berada di kelas sambil memegang buku Biologi. Duduk dengan serius memegangi pulpen dan bukunya,sambil bergumam kesal.
Di dalam hatinya.
"Awasss kau Andi,,, gara-gara telat, gue jadi kena hukum bu Rani (the best killer teacher). Arrgghhh...!!! Rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya"
Putri melempar kertas yang sudah dia lumatkan ke dalam tong sampah kelas.
Putri menatap kearah jendela keluar, suasana siang saat itu tidak begitu panas, awan pun terlihat banyak dan menutupi halaman sekolah yang cukup besar.
Untuk seorang Putri, semuanya adalah sebuah anugrah yang tidak ternilai. Ayahnya Bambang Soedarmo, merupakan direktur utama dari perusahaan f&b industri terbesar di Jakarta, sedangkan ibunya Mariana Soedarmo, merupakan ibu rumah tangga, sekaligus personal assisten direktur dari Bambang Soedarmo.
Dari segi materi putri pun tidak pernah merasa kekurangan, Walaupun Putri adalah anak ke-7, dan wanita satu-satunya selain ibunya. Dia tidak pernah diperlakukan dengan sangat manja atau layaknya seorang Putri.
Kehidupan Putri diharuskan untuk bersikap dewasa, belajar giat, walaupun dari segi materi tetap berlebihan. Ayahnya seorang yang sangat tegas, bahkan lebih mengarah keras kepala. Tidak ada yang bisa menentang kemauan dan pilihan Ayahnya. Hanya Mariana yang dapat meluluhkan hati Bambang yang keras.
Putri kembali mengingat kembali kejadian satu tahun lalu, ketika dia masih duduk di bangku kelas 10. Rasa tidak nyaman itu kemudian muncul, mengingatnya membuat Putri menjadi merasakan ada yang sedang mengganjal di hatinya. Setidaknya dia pun berusaha untuk mulai memperbaiki semua.
Teman, hanya satu kata. Tapi kenapa begitu terdengar sangat menyakitkan pikirnya. Saat ini hanya ada Andi sebagai temannya. "Ahh kenapa mengingat teman membuat air mataku mengalir," Ucap Putri dengan lirih dan menyeka sedikit air matanya.
Putri pun teringat dengan amplop yang berada di sakunya, dengan sangat hati-hati Putri mengeluarkan amplop putih tersebut.
Putri meraba amplop tersebut, bentuknya seperti kartu, ya ini kartu!! Ucap Putri yakin dalam hatinya.
"Put... Hei..." Suara Andi mengejutkan Putri dari lamunannya. Senyum Andi yang manis, sesaat membuat Putri terpesona dan melupakan kalau dia sedang sangat kesal dengannya.
"Andi,, bikin kaget aja!" Ucap Putri Ketus, terlihat Andi belum melepaskan kacamata renangnya. Andi pun menyodorkan sebuah roti dan susu kotak di meja Putri sambil tersenyum dengan lebar.
"Ini buat kamu! Lumayan buat ganjelan. Maaf ya, gue denger lo dihukum bu Rani ya?" Senyum Andi pun semakin lebar.
"Berhubung Putri lapar, Putri terima permintaan maaf Andi. Tapi masih ada satu syarat lagi." Seringai Putri, membuat Andi bingung dan menyadari ada rencana lain yang sedang dipikirkan Putri untuk membalas dendam.
"Elo gak berpikir untuk balik ngerjain gue kan?" Tanya Andi dengan wajah seriusnya. "Pulang sekolah antar gue ke tempat Kak Surya ya? "
"Okee--yy tapi.." Omongan Andi pun terpotong. " Udah enggak usah tanya kenapanya, pulang sekolah di bangku taman belakang yaa." Potong Putri dengan sengaja, dan terdengar suara bel masuk diseluruh kelas.
"Tuh uda bel masuk! Cepat keluar! Kembali ke habitat masing-masing!" Ucap Putri sambil mendorong Andi keluar kelas. "Iya Put, ehh jangan dorong-dorong, dong! Lagian kalau lama-lama disini juga gak apa-apa, sekalian cuci mata." Ucap Andi dengan meledek Putri, dan Putri hanya membalas dengan tatapan melotot.
Andi pun keluar kelas, dan disaat yang bersamaan. Ada beberapa siswi yang mulai masuk dan berdatangan ke dalam kelas, sesekali Putri melihat Andi melemparkan senyum dan sedikit menggoda ke arah siswi. Walaupun balasan siswi tersebut, malah semakin menjauhi Andi.
Suasana kelas 11 sudah kembali seperti biasa, para murid mulai mengeluarkan buku pelajaran untuk kelas berikutnya.
Pak Raden, guru matematika datang sesuai dengan waktunya. Pak Raden juga termasuk wali kelas dari kelas Putri.
Tidak mengherankan selama sesi pengajaran kelasnya, Pak Raden selalu memberikan perhatian lebih kepada muridnya di kelas. Mulai menegur beberapa murid yang kurang di beberapa pelajaran bahasa, kimia, fisika, bahkan sedikit memberikan ceramah agama.
Kelas terakhir pun dimulai, kelas Bahasa. Putri sudah mulai merasa bosan, bukan untuk bermaksud sombong atau lainnya. Tapi Putri merupakan juara umum di sekolahnya,
Sambil mendengarkan guru bahasa, yang masih menjelaskan materi. Putri mengeluarkan buku kecilnya yang selalu dibawa. Dan mulai menuliskan apa yang ada di pikirannya.
_
_
Bagaikan angin yang berjalan tanpa arah.
Mengikuti kemana ruang hampa dan kosong berada.
Bagaikan Air yang mengalir, hingga menemukan tempat perhentian.
Hampa, kosong dan perhentian itulah kesunyian sebenarnya.
Akankah aku menjadi bagian dari kesunyian itu.
Akankah ada yang mengisi kesunyian ini?
Sunyi, apakah dia akan menjadi teman terbaikku.
_
_
"Putri, bisa jelaskan arti dari paragraf ke empat?" Suara Bu Dara sontak mengagetkan Putri, dan Putri pun membalas dengan senyuman. Dan memberikan penjelasan sambil berdiri kepada teman-teman yang langsung menyoroti Putri.
_
Sekilas Mengenai Keluarga Soedarmo
Bambang Soedarmo : Kepala Keluarga, Ayah, Direksi Utama dari PT. Elang Industri (Di bidang f&B)
Mariana Soedarmo : Istri, Personal Assistant dari suaminya sendiri Bambang Soedarmo. Sudah mulai bekerja dari sebelum menikah dan mengenal suaminya di tempat kerja hingga saat ini.
Anak dan Menantu.
Surya Putra Soedarmo : Status menikah, Istri Leyna Sari
Roy Putra Soedarmo : Status baru menikah, Istri Renata Indriani
Raja Putra Soedarmo : Kuliah semester Akhir dengan adik kembarnya.
Rafa Putra Soedarmo : Kuliah semester Akhir dengan kakak kembarnya
Rian Putra Soedarmo : Kuliah tingkat semester 1.
Wirawan Putra Soedarmo : Tingkat SMA, kelas 12.
Indah Putri Soedarmo : Tingkat SMA, Kelas 11.
Hal apa yang lebih berharga dari emas. Tidak membutuhkan biaya, sulit dicari tetapi mudah untuk hilang. ( jawabanya hanya satu , TEMAN.)