Masih ada rasa kesal di hati Putri, dan dirinya sudah tidak bisa menampung semua kekesalan itu. Putri menatap kearah luar jendela kelas. Sedang memikirkan apa yang harus dilakukannya saat ini? Putri pun mulai berdiri dan bergerak ke arah keluar kelas, pandangannya mulai mencari-cari. Dan Akhirnya tertuju pada seorang siswi yang sedang duduk
"Fia, sini!" Panggil Putri setelah menemukan temannya yang sedang asik menyeruput segelas jus di kantin. "Put, bikin kaget aja!"Ucap Fia menatap Putri yang berdiri diseberang mejanya, dan tidak lama kemudian menghampiri dengan wajah yang gelisah.
Fia memutuskan untuk duduk disamping Putri, "Elo kenapa? Kaya kebakaran jenggot gitu?" Tanya Fia heran melihat wajah masam Putri.
Tidak lama ada dua siswi lainnya yang datang, dengan semangat ikut duduk bersampingan dengan Putri dan Fia.
"Put, kamu dicari bu Anggi." Nada menepuk pundak Putri, wajahnya terlihat cemas saat memberitahukan informasi. Mengenai guru pembimbing, yang sedang mencari Putri.
"Iya, tapi tenang kok. Kita enggak bicara apapun mengenai kejadian kemarin." Bisik Ria pelan sambil melihat keadaan sekeliling, khawatir ada orang lain yang ikut mendengar pembicaraan mereka.
Wajah Fia sudah berubah menjadi penasaran, mulai memperhatikan kedua temannya dengan mimik muka yang teramat serius.
"Kayanya, Mega makin lama makin bikin gue kesel. Makin lama makin kebanyakan tingkah." Ucap Putri dengan nada kesal.
"Put, kayanya kita kemarin sudah keterlaluan banget deh sama Mega." Ucap Fia dengan perasaan bersalah.
"Iya Put, apa kita enggak berlebihan ya?" Timpal Nada sambil memeluk erat buku catatannya. Ria pun ikut mengagguk dengan serius.
"Apaan sih, kalian gitu aja takut! Seharusnya dengan sudah apa yang kita lakukan, justru harusnya dia yang takut sama kita. Pokoknya gue enggak akan berhenti begitu saja!" Ucap Putri dengan nada semakin meninggi.
"Putri, gue rasa sudah cukup dengan semua ini! Lo sebenarnya ada masalah apa sama Mega?" Tanya Fia. Menggerakan botol jus yang sudah habis, sedikit kesal dengan sikap Putri yang keras kepala.
"Awalnya gue pikir ini cuman sebatas keisengan kita aja. Pertama buku pelajaran... Lo inget kan kita sudah rusak buku catatannya! Dan kemarin baju olahraga!?" Ucapan Fia pun terhenti. Karena melihat wajah Putri yang semakin kesal, dan tidak suka dengan sikap Fia yang berbalik arah.
"Lo kenapa sih Fi? Kan lo juga ikut tuang saos ke bajunya, dan elo juga yang gunting celana olahraganya kan Ria!" Tatapan Putri berpindah dari Fia ke Ria.
"Ehh... Gue kan cuman terbawa suasana aja Put." Ria berusaha membela dirinya sendiri.
"Udah jangan berantem dong... Sekarang ada hal lain yang harus kita pikirkan." Nada yang terlihat khawatir mencoba untuk merelai pertengkaran yang terjadi diantara temannya.
"Disini kita harus bikin rencana, karena tadi gue sempat dengar di ruang BP. Kalau Mega ada sebut nama kamu Put." Jelas Nada dengan Serius.
"Kok Bisa?" Tanya Ria dengan polos, sedangkan Fia melipat tangan dengan wajah serius sambil menatap ketiga temannya.
"Mungkin...? karena yang keluar kelas belakangan adalah gue, dan saat itu... Gue berpapasan dengan Mega didepan pintu kelas." Ucap Putri tanpa sengaja dia pun menggigit bibirnya dengan kesal.
"Ooo... Bisa jadi karena itu. Lalu? Sekarang bagaimana nih? Kalau sampai nanti kita ketahuan... Kalau kita adalah pelakunya." Ucapan Ria semakin terlihat khawatir.
"Mmm... Gue punya ide." Putri menjetikkan jarinya.
"Nada, nanti gue kan bakal menghadap Bu Anggi. Gue akan bilang kalau gue lagi sama elo di perpus OK? Sama Ria juga ya.. dan Fia?" Tanya Putri menoleh ke arah Fia yang masih tampak tidak senang, dan tidak setuju dengan apapun rencana Putri yang berikutnya.
Ruangan BP,
Tidak lama setelah Putri dan ketiga temannya membicarakan rencana apa yang harus dilakukan. Putri berjalan kearah ruang BP, putri memandang pintu ruang BP dan dia menyadari bahwa ada kegelisahan yang sedang dia rasakan.
Putri mengangkat tangan kanannya, dan mengetuk pintu beberapa kali. Tapi tidak ada respon atau apapun dari dalam ruangan tersebut. Sekali lagi Putri melakukan hal yang sama, akan tetapi hasilnya tetap sama.
Putri pun memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut dengan pelan, dilihatnya ternyata ruangan itu masih kosong.
"Apa mungkin bu Anggi belum datang ya?" Pikir Putri sambil berjalan pelan dan masuk kedalam ruangan tersebut.
Sebenarnya ruangan itu cukup luas, jika tidak ada meja yang cukup besar ditengah ruangan tersebut. Sofa panjang dengan warna cokelatnya yang kontras dengan warna cat dinding,diletakkan dipojok ruangan. Belum ditambah lemari buku yang cukup besar, dengan buku-buku besar yang memenuhi isi lemari tersebut.
Ini pertama kalinya Putri masuk ke ruangan BP. Ternyata tidak seseram yang dibayangkan oleh Putri.
Tidak lama terdengar suara pintu dibuka, dan Putri melihat sosok Bu Anggi masuk dan memandang dari balik kacamatanya yang tebal.
"Maaf menunggu lama ya Putri," Ucap Bu Anggi, sambil duduk di bangku kerjanya. Kemudian menyilangkan kedua tanggannya sambil menatap dengan tersenyum.
"Fine mam, I've just come."Ucap Putri menjawab dengan manis, kemudian langsung duduk tanpa menunggu instruksi dari Bu Anggi.
"Semoga, dengan ibu panggil kamu ke ruang BP, tidak membuat kamu jadi takut ya Put?" Ucap Bu Anggi masih dengan senyumannya yang terlalu lebar, dan malah membuat Putri merasa menjadi aneh.
"Tidak kok bu," Jawab Putri dengan singkat.
"Jadi begini Putri," Bu Anggi mulai menegakkan posisi tubuhnya dan mengeluarkan baju olahraga dari bawah meja. Baju itu terlihat lebih kotor penuh dengan berbagai kotoran, dan dengan kondisi yang compang camping. Putri pun agak terkejut karena bu Anggi menyimpan baju tersebut.
Baju tersebut diletakkan di atas meja, Putri berpikir apakah ini rencana bu Anggi untuk mengetahui reaksinya. "Ok put, be calmn." Pikir Putri dalam hatinya.
"Bu, maaf boleh langsung ke point-nya. Saya tidak mau ketinggalan jam pelajaran matematika." Ucap Putri dengan angkuh sambil menegakkan kepalanya.
"OK, Ibu pikir kamu sudah tahu soal kejadian kemarin. Ada teman sekelas kamu, yang mendapat perlakuan buruk dari seseorang yang tidak bertanggung jawab." Bu Anggi pun mulai menarik napasnya dengan panjang.
"Mega kemarin datang keruangan ini dengan menangis, dia melaporkan ke saya bahwa ada seseorang yang dengan sengaja merusak baju olahraga ,miliknya."Bu Anggi mulai menatap dengan sinis terhadap Putri, Putri pun hanya menunjukkan ekspresi datar.
"Oh kejadian kemarin," Ucap Putri tanpa nada.
Bu Anggi pun berdiri dan berjalan di samping Putri, kemudian berjalan ke arah meja dan sekarang posisinya bersandar, sambil berdiri dan tetap menatap kearah Putri.
"Mega juga bilang, bahwa ini bukan kejadian pertama kalinya. Sebelumnya dia menemukan buku catatan miliknya rusak, dan robek oleh orang yang tidak bertanggung jawab." Ucapnya dan Putri tetap mempertahankan wajah datar, seolah-olah tidak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa Mega.
"Lalu, hubungannya dengan saya apa bu?", tanya Putri masih datar.
"Ibu dapat informasi dari Mega, sebelum masuk kelas. Ternyata Mega bertemu kamu di depan kelas, apa benar itu?" Tanya Bu Anggi. matanya menatap seperti sedang menaruh kecurigaan terhadap Putri.
"Maksudnya?Ibu tuduh... Kalau saya adalah pelakunya?" Kali ini Putri menjawab dengan nada tinggi. Walaupun hal itu memang benar, Putri tetap menunjukkan wajah tidak bersalahnya agar guru BP tersebut tidak mencurigai dirinya.
"Tidak! Ibu tidak bilang seperti itu." Suara Bu Anggi menjadi lebih lembut dari sebelumnya. "Maksud Ibu, apa kamu melihat sesuatu yang mencurigakan. Mega hanya bilang... Bahwa dia bertemu kamu di depan kelas, dan bukan di dalam kelas. Jadi Siapa tahu... Mungkin Putri melihat sesuatu yang mencurigakan di dalam kelas." Jelas Bu Anggi, tapi entah mengapa Putri menjadi menunjukkan senyum kepuasan.
"Maaf ya Bu Anggi, saya sama sekali tidak tau." Putri tiba-tiba bangkit dari duduknya, dan Bu Anggi memperlihatkan raut tidak senang pada wajahnya.
"Dan tanpa mengurangi rasa hormat." Putri sedikit membungkukkan badannya, kemudian kembali tegak dan menatap guru BPnya – tetap dengan wajah tanpa ekspresi.
"Saya rasa pembicaraan kita sudah cukup bu, saya sudah tertinggal jam pelajaran. Mungkin kita bisa mengatur ulang kembali pertemuan ini." Putri kemudian tersenyum. Tapi Putri tahu bahwa gurunya memandang dirinya dengan pandangan yang tidak suka.
"Lagi pula sebelumnya saya berada di perpus bersama teman saya Fia, Ria, dan Nada." Lanjut Putri dengan bohong tapi tetap dengan nada meyakinkan.
"Saya rasa Mega mengarang cerita, dan hanya ingin mencari perhatian saja." Ucap Putri masih dengan nada angkuh.
"Sekali lagi tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya harus kembali ke kelas. Tugas saya bukan hanya untuk mengurusi gadis beasiswa itu bu." Putri pun langsung membalikkan badannya dan menuju ke arah pintu luar.
"Putri, tidak sopan memanggil temanmu dengan sebutan yang tidak menyenangkan." Ucap Bu Anggi sesaat sebelum Putri memegang gagang pintu. Putri hanya terdiam sejenak dengan perkataan guru BPnya, dan hanya sedikit menengok sambil tersenyum sinis lalu berjalan keluar.
Sepanjang perjalanan menuju kelas Putri benar-benar dibuat kesal. Bahkan dia merasa reaksi Bu Anggi terlalu berlebihan kepada Mega
Bukan tanpa alasan Putri sangat membenci Mega, di tahun pertama Mega dan Putri merebutkan posisi juara umum di sekolah. Perselisihan ini terus berlanjut, awalnya Putri tidak terlalu memikirkan, tapi semakin lama banyak teman-temannya yang membandingkan dia dengan Mega.
Banyak rumor yang beredar semenjak teman-temannya membandingkan, antara dia dan Mega. Beberapa siswa mengatakan karena Putri adalah anak orang yang berada, sudah jelas hal yang sangat mudah untuk mendapatkan juara umum. Belum lagi rumor yang mengatakan bahwa Putri tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumahnya, karena banyaknya materi yang dimiliki oleh keluarganya.
Putri sempat berpikir, bahwa teman-temannya hanyalah sebuah pajangan yang bisa dia beli kapanpun. Toh kenyataannya, teman-temannya tersebut juga tidak pernah peduli dengan Mega. Mega terlalu banyak diam, Dilain hal Putri mengetahui kalau Mega memang sengaja tidak mau berhubungan dengan teman-teman di kelas.
Belum lagi tingkah laku para siswa putra baik yang satu angkatan ataupun kakak kelas. Menjadikan Putri sebagai pacar adalah pilihan nomor dua bagi mereka, para siswa Putra yang cintanya ditolak oleh Mega, kemudian mencoba menyatakan cintanya kepada Putri.
Tentu saja Putri menolak semua dengan tindakan angkuh yang dia miliki. Para guru juga menyukai Mega, walaupun nilai pelajaran hanya berbeda sedikit. Selalu saja Mega yang diberi tanggung jawab lebih oleh para guru.
Mega adalah tipe anak penurut, parasnya yang manis, posturnya lebih tinggi dibandingkan Putri. Bisa dibilang Mega lebih cantik daripada Putri. Tapi bagi Putri Mega bukanlah siapa-siapa.
Mega hanya seorang siswa yang sedikit berprestasi dan bisa berkesempatan mendapatkan beasiswa, Sehingga bisa bersekolah dan mendapatkan beasiswa di sekolah swasta terbaik.
Tapi Mega memiliki kelemahan, dia tidak mudah berbaur dengan temannya. Penampilannya terlalu biasa, bahkan sederhana.
Mega bukan lahir dari keluarga yang berlebihan, Putri bisa melihat itu sebagai kelemahannya. Sehingga Putri menjadikan ini sebagai senjatanya.
Sebagai contohnya, setiap ada teman yang ingin menanyakan pelajaran yang sulit. Selalu Putri yang muncul sebagai dewi penolong. Tidak segan Putri untuk royal kepada temannya. Sedangkan Mega hanya bisa berdiam, tanpa menawarkan bantuan hanya menunggu seseorang yang datang untuk bertanya atau memberikan instruksi kepadanya.
Bagi Putri mengeluarkan sedikit ataupun banyak uang bukanlah masalah utama. Asalkan bisa membuatnya menjadi orang yang selalu dielukan dan dinomor satukan oleh teman-temannya.
Putri sangat senang jika Mega terlihat sangat jauh dari teman-teman kelasnya. Bahkan Putri juga senang jika teman kelasnya menganggap Mega tidak ada.
Usai pulang sekolah, Putri tidak bisa banyak mengobrol dengan temannya. Jadwal les yang terlalu padat, membuat Putri harus kembali ke rumah dan bersiap-siap untuk aktivitas berikutnya. Hari itu adalah hari dimana membuatnya terlalu banyak berpikir, terlalu banyak rencana yang ingin ia jalankan. Dan tanpa disadari, dia akan membuat kesalahan terbesar di masanya.