Pagi menghembuskan nafas kehidupan para warga di kota kecil yang masih asri di Bogor. Burung-burung bernyanyi dan bunga-bunga pohon mulai bermekaran.
Seorang wanita dengan motor bututnya bergandeng gerobak kecil menyusuri jalanan mulus perkebunan karet pagi itu. Wajah letih, tegar, dan sedikit kusam tak mengurangi kecantikannya. Dengan perlengkapan untuk mengambil hasil sadapan karetnya. Dia kembali ke perkebunan setelah subuh tadi menyadap.
Kegesitan dan keuletan wanita itu sangat baik walau seorang wanita. Membawa berbagai ember untuk mengangkut hasil sadapannya. Setelah ini dia akan mengantar anaknya ke sekolah. Dengan memakai ikat kepala juga topi lebar dan masker kain. Wanita itu tetap mengambil satu persatu hasil sadapannya. Walau banyak dan berat. Dia tidak merasa jengah. Demi menghidupi anak satu-satunya.
Bahkan walau sudah selesai mengangkut, dia sempat kembali menyadap dengan membuat sayatan di pohon karet itu. Lalu memasang mangluk lateks di dekat bawah sayatan untuk menampung getah karetnya. Senyum terbit di wajahnya sambil mengusap peluh. Setelah itu membawa satu persatu ember-ember besar menuju tempat penampung hasil.
.................
Suara deru mesin motor butut terdengar sampai halaman sekolah. Seorang anak lelaki berseragam putih biru hanya memandang dingin ibunya yang berpakaian kaos dan celana jeans butut yang sobek di beberapa bagian. "Genta, maaf ya ibu lama." Ucap wanita itu lembut. Raut cerianya berubah ketika melihat wajah tampan anaknya terdapat bekas pukulan di beberapa sisi wajahnya. "Nak, kamu berantem lagi? Ibu bilang jangan suka berantem! Kamu itu harus belajar daripada sok preman!" Wanita itu bisa bersikap tegas, galak dan lembut sesuai situasi yang tepat.
Wajah anak itu mengeras. "Bu, kenapa kita miskin?! Aku muak bu! Aku...
Plak
Satu tamparan ibunya dengan wajah yang berubah menahan amarah. Membuat anak lelaki itu terperangah. Dia mengusap pipinya menatap tak percaya pada ibunya. Ini adalah tamparan pertama setelah dua belas tahun hidupnya.
................
Di sebuah kota metropolitan, malam kembali menjelang. Seorang pria dewasa hanya menghabiskan waktunya dengan berbicara pada sebuah bingkai foto wanita cantik dengan gaun mewah melilit di tubuhnya. Wajah pria itu tampak sedih, lelah dan putus asa jika di malam hari.
"Sampai kapan kamu bersembunyi dariku sayang? Hampir tiga belas tahun, tidakkah kamu merasa itu sudah cukup menghukumku?" ucap lirih pria itu.
Prolog
Tbc