Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 69 - it's Mine

Chapter 69 - it's Mine

"KALIAN TIDAK BISA MEMAKSAKU UNTUK IKUT BERSAMA KALIAN."

Ucap Ella lantang dan kesal. Calvin bahkan sudah bangkit, dan sudah bersiap-siap jika harus berkelahi dengan gerombolan orang-orang besar tersebut.

"Kalian tidak bisa memperlakukan Ella seperti ini, sungguh pengecut Alfred melakukan hal ini pada seorang wanita!!" Teriak Calvin.

"Nyonya, lebih baik anda ikut kami. Kami tidak akan melukai anda ataupun teman anda. Tapi tuan Alfred mengijinkan kami menggunakan kekerasan jika anda tidak bisa diajak untuk bekerja sama." Jelas pria besar tersebut.

"Apa!!!?" Ucap Ella lebih lantang dan kesal.

Calvin sudah dengan cepat melayangkan tinjunya, tapi ternyata pria tersebut dengan sigap bisa menghindari. Bahkan beberapa orang mulai memegani Calvin yang masih meronta-ronta.

"Hei!! KALAU BERANI....MAJU SATU PERSATU!!" Tantang Calvin masih meronta-ronta mencoba lepas dari pegangan pria-pria berbadan besar tersebut.

"Lepaskan temanku!! SEKARANG!!" Perintah Ella.

"Semua ada ditangan anda Nyonya, seperti yang anda dengar tadi. Saya tidak akan melukai anda ataupun teman anda. Kecuali, jika anda ingin ada kekerasan disini. Anda hanya ikut bersama kami untuk pulang, hanya itu saja." Jelas pria tersebut.

Ella kembali memandang Calvin, dilihat dari jumlah. Mereka pastinya sudah kalah, dan dilihat dari bagaimana pria tersebut menghindari tinju Calvin. Terlihat jelas, bahwa mereka adalah orang-orang yang terlatih.

"Ella... kau tidak boleh PULANG ke sana!!" Teriak Calvin kesal, karena tau Ella akan menjawab apa.

"Maafkan aku Calvin.. aku tidak ingin kau terluka.." Jawab Ella sedih.

"Ella.... TIDAK... KAU TIDAK BOLEH...!!!"

***

Ella sudah berada dalam sebuah mobil limousin hitam, dia tau keputusannya adalah salah. Tapi akan lebih salah jika ia membiarkan Calvin terluka atau berada dalam situasi bahaya yang dia tidak inginkan.

Sebuah mobil sedan hitam berada didepan mobil limousine hitam yang Ella naiki. Mobil sedan itu seperti yang memberikan arahan dan komando kemana Ella seharusnya berada.

Ella masih diam, menunggu sampai ia tiba di kediaman Alfred. Sepanjang perjalanan pulang, ia masih tampak berpikir keras. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Alfred? Apa lagi yang sedang ia rencanakan kali ini.

Sore itu Ella sudah tiba, menarik nafasnya dengan dalam. Mengatur kembali suasana hatinya, jangan sampai nanti ia melihat Alfred kemudian amarahnya menjadi tidak terkontrol.

Tapi perkiraan Ella ternyata salah, Alfred tidak berada di balik pintu ataupun diruang utama untuk menyambut kehadirannya. Ella bisa bernafas lega, setidaknya ia sudah lelah untuk mulai berdebat hari ini.

Baru saja Ella melangkahkan kaki beberapa langkah, kepala Beatrix muncul dari balik tumpukan selimut yang berada ditangannya.

"Selamat sore Nyonya.." Sapa Beatrix dengan sopan.

"Sore Beatrix, apa Alfred ada disini?" Tanya Ella ragu dan mencoba memastikan kembali.

"Tuan Alfred tidak ada, setelah nyonya pergi Steward datang menjemput. Sepertinya ada beberapa urusan pekerjaan. Apakah nyonya ingin saya siapkan sesuatu?"

"Tidak Beatrix, terimakasih. Aku akan segera beristirahat." Jawab Ella. Dan Beatrix pun mulai berjalan kembali dengan tumpukan selimutnya.

"Oh ya Nyonya, maaf saya lupa memberitahukan." Beatrix membalikkan badannya, masih memasang sebuah senyuman kecil. Ella kembali menyimak pada kepala pelayan tersebut.

"Mulai sekarang, menjelang malam. Semua pekerja yang menginap bisa pulang dan kembali kerja esok paginya. Tersisa saya dan satu perawat, yang khusus menjaga Nyonya. Vivian."

"Tapi.. bagaimana bisa.. bukankah kau akan menjadi repot...?" Ella masih bingung.

"Tuan Alfred sendiri yang memerintahkannya, dia tidak suka jika terlalu banyak orang. Dan jika di malam hari anda membutuhkan saya. Kamar saya berada di sudut belakang rumah ini. Tolong jangan sungkan." Beatrix sedikit membungkuk dengan sopan.

"Baiklah Beatrix, terimakasih.." Jawab Ella lelah, dan segera saja ia menuju kamarnya.

***

Setelah membersihkan dirinya, Ella sadar bahwa Alfred belum juga pulang. Ella langsung merebahkan dirinya, kembali menutup matanya sebentar. Hari ini pikirannya terlalu penuh dan penat.

Ella tampaknya tertidur, pejaman matanya ternyata telah menghanyutkan dirinya. Membuatnya lupa untuk bangun dan terjaga.

Sampai akhir ia terbangun, dan cukup terkejut waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam.

Ella pun baru sadar jika suasana rumah tampak sunyi dan tepi, sampai akhirnya ia juga tersadar bahwa ia harus segera mengabari Nancy mengenai hari ini dan jadwal kerjanya besok.

Ella meraih tasnya, mulai mencari-cari ponselnya. Tapi setelah cukup lama berkutat dengan tasnya. Ella tidak menemukan ponselnya, ia sangat yakin kalau ia meletakkan ponsel didalam tasnya.

Ella menghamburkan semua isi tasnya dengan cepat, mengacak-ngacaknya diatas tempat tidur. Tapi tetap saja dia tidak menemukan apapun.

"Aaarrgghh.... dimana ponselku??!!" Pekik Ella kesal dan kembali mengingat, "Pria itu..."

"Yahh pasti si pria besar itu yang mengambilnya," Ella ingat pria besar itu memegangi tas Ella saat keluar dari restoran.

"Awas saja dia... apa maunya dia dengan ponselku..!!"

Ella masih saja mengumpat kesal, pertama karena ponselnya yang hilang, dan kedua dia tidak tau keberadaan si pria besar dan ponselnya. Umpatan Ella terhenti, ketika ia tersadar mendengar suara deru mobil yang baru saja tiba.

Ella mengintip dari balik jendela, dan melihat Alfred yang baru saja turun dari mobil. Jantung Ella mencelos, ketika sepasang mata balik memandangnya. Ella langsung saja bersembunyi dari balik tembok. Tau Alfred yang sedang menatap ke arah jendela kamarnya.

Ella langsung saja berlari kearah pintu kamarnya, yang ia pikirkan saat itu adalah dia harus cepat mengunci kamarnya.

Ella sudah mengunci pintu kamarnya, dan ia masih terus menempelkan tubuhnya pada sisi pintu kamarnya. Mencoba mencuri dengar derap langkah kaki Alfred dari balik pintu kamarnya.

Ya.. Ella bisa sangat jelas mendengar langkah kaki, tapi entah mengapa ia yakin tidak hanya sepasang langkah kaki yang terdengar. Ella seperti mendengar ada sepasang langkah kaki lainnya yang ia yakini, merupakan langkah kaki dengan menggunakan sepatu heels.

Walau ia sendiri kembali tidak yakin, tapi jantungnya semakin berdebar. Berharap Alfred tidak memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya, entah hal gila apa yang akan ia lakukan jika pria itu berhasil masuk ke kamarnya.

Samar-samar Ella seperti mendengar suara seorang wanita. "Hahh...?"

"Sayang... aku senang sekali kau mengajakku malam ini." Suara wanita itu kini terdengar sangat jelas, "Tapi bukankah kau sudah menikah, bagaimana dengan istrimu?"

"Kalau kau keberatan, kau bisa pulang malam ini. Aku tidak akan memaksa." Jawab Alfred datar.

"Maafkan aku, tentu saja tidak. Mana mungkin aku akan melewatkan malam ini begitu saja." Ucap wanita itu dengan sangat manja.

("Apa ???!! Dia membawa seorang wanita?") batin Ella.

Tidak lama terdengar suara pintu terbuka dan seketika tertutup. Ella sekarang ini sadar, kalau Alfred dan wanita asing itu masuk kedalam kamar.

Sebuah kamar yang berhadapan persis dengan kamarnya saat ini. Ella yang sudah kesal langsung saja membuka kunci pintu kamarnya, bergegas menuju pintu kamar yang bersebrangan dengan kamarnya.

"ALFRED!!!" Teriak Ella dengan lantang dan mengetuk pintu dengan amat kuat.

"DUG...DUG...DUG...DUG....ALFRED BUKA PINTUMU!!!"

"Sayang...apa itu istrimu?" Ucap wanita itu dari dalam kamar.

"Mmm.... sudah kubilang kalau kau keberatan kau bisa pulang." Ucapan Alfred sangat jelas terdengar oleh Ella.

"Sayang, kalau aku pulang malam ini kau akan membuatku sangat penasaran." Pekik wanita dengan desahan yang lantang.

Ella yang mendengarnya langsung sangat jijik dibuat. Berkali-kali ia menggedor pintu dengan kuat, bahkan terlalu kuat. Tapi tetap saja pintu itu tidak serapuh yang Ella bayangkan.

Jangankan terbuka, bergeser sedikitpun tidak. Justru Ella semakin mendengar suara-suara yang seharusnya tidak ia dengar saat ini.

Tangan Ella sudah mulai memar, Alfred – suaminya benar-benar sudah tidak peduli. Nafas Ella saling memburu dengan emosinya.

Suara-suara yang saling beradu dari dalam kamar tersebut, semakin terdengar.

Ella berjalan mundur dengan goyah dan lemah, sudah tidak ada gunanya ia marah ataupun harus menggedor pintu kamar tersebut.

Inilah yang Alfred inginkan, membuat Ella merasa tersiksa. Langkah Ella semakin mundur, sampai ia kembali masuk ke dalam kamarnya.

"AAAAAARRRRRRRRGGGGHHHHHHHHHHHH... BAJINGAN KAU ALFRED!!!!!"

Ella langsung saja membanting pintu kamarnya, mengunci kamarnya dan langsung saja berlari ke arah tempat tidur.

Dua suara parau dan desah dari kedua orang tersebut masih saja terdengar. Ella menutup telinganya dengan bantal, dan langsung menyelimuti tubuhnya.

Suara-suara itu memang sudah tidak terdengar, tapi anehnya pikirannya masih terus mengingatkannya untuk mengingat suara-suara yang membuat hatinya menjadi terlalu sakit.

Ella kali ini benar-benar tidak bisa menahan air matanya, mengapa Alfred bisa setega ini melakukan hal tersebut padanya. Isak tangis itu terus saja keluar, tangannya yang sakit tidak lagi ia rasakan. Karena ada lubang hitam yang semakin lama menjadi besar tertambat di hatinya.