Edward menatap dingin ke arah wanita berambut pirang yang ada di depannya. Tapi sikap wanita tersebut malah justru menikmati Edward yang terlihat misteri baginya.
"Terimakasih Edward, kau sudah mau datang memenuhi undangan untuk makan malam bersamaku." Ucap Abigail, ia mengenakan dress bewarna silver, dress itu cukup pendek tapi tidak terlalu ketat.
Dan sedikit loggar di bagian dadanya, dua utas tali kecil tertahan di pundaknya untuk menahan dress-nya yang sangat tipis dan pedek. Ia juga mengenakan mantel bulu yang tebal.
"Itu semua karena kau bilang, akan ada hal penting yang ingin kau bicarakan." Jawab Edward datar.
Abigail melepas mantel bulunya dengan sengaja, ia meletakkan di sisi kursi di sebelahnya. Terlihat sekali ia sedang menggoda pria yang ada dihadapannya.
"Mengenai rencanca pertunangan kita.."
"Itu hanya sebuah rencana, dan sudah kukatakan aku menolaknya." Edward sudah bisa menebak kemana arah pembicaran abigail.
Abigail meminum wine merahnya dengan sedikit, lipstiknya yang terlalu tebal dan berwarna merah langsung meninggalkan noda di bibir di ujung gelas wine.
"Apa aku tidak cukup membuatmu menjadi tertarik Edward?" Ucap Abigail masih sedikit menggoda. " Seorang Edward Huxley, kau sudah sangat terkenal dengan banyaknya wanita yang selalu mengelilingimu." Ucap Abigail lagi.
"Apa kau tau, wanita seperti apa yang sering berada di dekatku?" Tanya Edward dengan menyeringai.
"Dan kalau aku lihat kau sudah mulai terlihat seperti wanita-wanita tersebut." Sindir Edward, Abigail langsung tersinggung, ia pun berhenti dari aksi menggodanya.
"Kau!!?" Ucap Abigail kesal.
"Sudahlah Abigail, kau tidak perlu memaksakan diri. Ayahku ingin aku bertunangan, agar aku tidak terus melakukan hal bodoh dengan para wanita penggoda." Edward memberikan pandangan mencela.
"Aku harap kau tau, bahwa aku tidak akan berhenti melakukan itu. Walaupun aku bertunangan denganmu. Dan tapi perlu kuingatkan kembali, tidak ada yang bisa memaksaku termasuk ayahku sendiri." Ucap Edward dengan sombong.
Edward sudah bangkit dari kursinya, ia merapikan setelan jasnya tapi matanya masih menatap dingin ke arah Abigail.
"Aku harap kau berhenti mengejarku, dan berhentilah menggodaku seperti tadi. Kau justru malah terlihat lebih rendah dari pada wanita yang pernah kutiduri."
Abigail mengcengkram tangannya dengan kesal, Edward sudah melangkah ke luar meja tapi masih berdiri di samping Abigail.
"Gadis pintar sepertimu, tidak cocok berperan sebagai wanita penggoda." Ucap Edward kembali, dan langsung pergi meninggalkan Abigail.
Abigail menggebrak mejanya sendiri, ia sangat kesal dengan sikap Edward. Merasa sangat dipermalukan, "Lihat saja nanti Edward Huxley, kau akan jatuh di pangkuanku."
Ella sedang tidak bisa tidur, ia baru saja selesai di jam belajar malamnya. Tapi anehnya, walau ia sudah belajar cukup lama untuk menghadapi ujiannya. Matanya masih saja segar dan terjaga.
Ella tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan Mrs.Huxley bersama Clarissa di sore itu, saat Mr. & Mrs. Huxley berpamitan karena mereka akan melakukan perjalanan keluar kota.
Mereka mengatakan bahwa Edward akan keluar untuk makan malam bersama Abigail, dan itu benar-benar membuat Mr & Mrs. Huxley sangat senang.
Tengah malam itu Ella masih saja melamun, kembali memikirkan Edward Huxley. Ella merasakan beberapa minggu ini pria itu yang justru menghindarinya, harusnya ia bisa merasa senang. Tapi kenapa ada rasa kecewa yang ia rasakan.
Edward hampir tidak menegurnya, tidak menggodanya lagi. Bahkan terburuknya, Ella tidak diberikan hukuman lagi.
Ella menghela nafasnya dengan panjang, ia mulai meminum teh hangatnya.
"Ahh... kenapa situasinya menjadi canggung. Tuan Edward, kenapa kau bersikap seperti itu. Lebih baik kau memberikanku hukuman yang berat... Hhhhh...." Ella tampak putus asa dengan berbicara sendiri.
Edward tampak belum pulang, sungguh bodoh untuk Ella karena harus menunggu dengan cemas. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Baru saja ia melangkahkan kakinya di ruang keluarga, ia sudah mendengar sebuah suara yang berteriak-teriak di lantai dua.
Awalnya Ella mengira apa itu hantu?
Tapi setelah ia menaiki tangga, suara tersebut terdengar dari kamar Clarissa.
"Nona Clarissa?" Ucap Ella masih dan mengetuk pintu dengan keras.
"Nona Clarissa, apa anda tidak apa-apa?"
Clarissa tidak menjawab sama sekali, terdengar sekali ia masih menjerit-jerit. Walaupun suara jeritannya samar.
Ella pun dengan terpaksa masuk kedalam kamar Clarissa.
Ia berjalan mendekati tempar tidur Clarissa, matanya masih terpejam. Tapi terlihat sekali ia sedang mengigau atau sedang bermimpi buruk.
"Nona, apa anda tidak apa-apa?" Ella berusaha membangungkan Clarissa yang mulai mengamuk dalam tidurnya.
"NONA!!" Ella lebih keras memanggilnya
.
Mata Clarissa terbuka, tapi airmatanya mulai deras mengalir. Clarissa sepertinya masih belum sadar sepenuhnya. Tatapannya mata kosong.
"Nona, apa anda tidak apa-apa?" Ella mulai khawatir dan duduk di sisi Clarissa.
"Aaahhh..... darah... darah.... ibu..... ibu....." Clarissa masih saja mengigau, "Nona anda mulai lagi." Ucap Ella yang tau Clarissa mulai berbicara dengan tidak jelas.
"Aku akan bangunkan ibu atau Alvin." Ucap Ella yang sudah akan pergi, tapi Clarissa menarik lengannya. Matanya mulai melotot dengan marah.
"Ibu... ibu.... bangun.... ibu...." Ucap Clarissa dengan marah dan mulai mengguncang tubuh Ella. "Nona, nona sadarlah... Anda pasti lupa meminum obat anda." Ucap Ella.
"Ada apa ini?" Edward sudah masuk ke dalam ruangan, dan memandang ke arah Ella dan Clarissa.
Edward menghampiri Clarissa yang masih mengcengkram lengan Ella, "Clarissa??" Ucap Edward.
Clarissa menatap ke arag Edward, ia mulai menjerit dengan kesal.
Edward mememeluk adiknya dengan erat, "Ella, coba kau cari di laci, ada obat milik Clarissa disana." Perintah Edward.
Ella mulai mencari dengan cepat, dan mulai mencari-mencari. Tapi ia menemukan tabung kecil berisi cairan,
"Apa ini tuan Edward?" Tanya Ella menunjukkan ke arag Edward yang masih merangkul erat adiknya.
"Apa kau lihat suntikannya, cepat bawa kemari." Peritah Edward kembali.
Dan benar saja Ella sudah menemukan jarum suntik yang masih tersegel rapi di sebuah kotak berwarna biru. Dengan cepat Ella memberikan kepada Edward.
Edward dengan sigap, mengambil jarum suntik yang diberikan oleh Edward. Tangannya masih sibuk menusukkan jarum suntik ke dalam tabung cairan, dan Edward dengan hati-hati menyuntikkannya ke lengan adiknya.
Tidak perlu menunggu waktu lama, obat penenang sudah mulai bereaksi. Clarissa sudah tidak memberontak, ia langsung menutup kelopak matanya dan kembali tertidur.
Terlihat sekali Edward sangat khawatir dengan adiknya, pertama kalinya Ella melihat Edward yang menunjukkan kepeduliannya terhadap Clarissa.
Edward sudah menyelimuti Clarissa, mereka berdua pun meninggalkan kamar Clarissa.
"Hh... pasti dia melewatkan jadwal kunjungannya ke dokter." Keluh Edward sambil memijat bagian belakang lehernya sendiri.
Tapi Edward langsung menatap ke arah Ella, yang sedang berdiri diam di sampingnya.
"Kasihan nona Clarissa, besok saya akan pastikan dan mengingatkan Nona untuk jadwal rutinnya dengan Dokter Mike. Permisi tuan Edward, saya akan kembali ke kamar saya, dan anda beristirahatlah" Ucap Ella mulai berjalan melewati Edward.
Edward dengan cepat meraih tangan Ella, ia menarik Ella ke arahnya. Tangannya sudah memegang pinggang Ella, sedangkan tangan satunya lagi memegang bagian belakang leher Ella.
Edward mendorong wajah Ella ke arah wajahnya, ia tampaknya sudah tidak bisa menahan keinginannya.
Dengan lembut ia sudah mulai mencium bibir Ella. Edward menciumnya dengan lembut, dan Ella bisa merasakan dari gerakan bibir Edward yang masih terus mencumbunya.
Ella pun sepertinya juga sudah tidak bisa membohongi perasaannya, ia membalas ciuman Edward.
Ella bisa merasakan aroma minuman di bibir Edward Huxley. Ella tau pria itu tampak sedikit mabuk.
Larut malam di depan kamar Clarissa, mereka masih sibuk saling memberikan dan membalas ciuman satu sama lain.
Ini adalah ciuman terlama mereka dan ciuman ini berbeda dari yang sebelumnya.
Masing-masing dari mereka, seperti tidak peduli dan masih terus saling bercumbu.
Tidak lama Edward berhenti, ia menempelkan dahinya di kening Ella. Tangannya menyentuh bibir yang baru saja ia cium.
"Tuan Edward.. apa anda sedang mabuk?" Tanya Ella sambil memegangi jari Edward yang masih menempel di bibirnya.
Edward menurunkan tangannya, ia memegagi keningnya. Usai makan malam dengan abigail, Edward memang memutuskan untuk pergi ke salah satu club malam. Dan berusaha menghibur dirinya sendiri dengan banyak minim.
"Maafkan aku Ella.." Ucap Edward, yang langsung berjalan mundur, dan meninggalkan Ella begitu saja. Ella hanya menatap tidak percaya ke arah pria yang baru saja menciumnya, dan pergi begitu saja telah mengatakan maaf.