Kediaman Keluarga Lewis - Pagi Hari
Cahaya matahari masuk dengan memaksa, menembus sisi jendela kamar yang tembus pandang. Pantulan cahaya tersebut langsung saja memenuhi selurus isi kamar yang sangat luas.
Beatrix menyingkap tirai jendela, dengan terpaksa iaharus membangunkan majikannya yang masih terlelap dan terbaring nyaman pada ranjangnya.
Alfred terbaring dengan posisi menelungkup, tanpa mengenakan pakaian atasan yang menempel.
Kembali Beatrix mengingat kejadian semalam, dima a ia dan Ella bersusah payah untuk menggantikan pakaian Alfred.
Tapi lelaki itu berkali-kali terus mengeluarkan isi perutnya. Sampai akhirnya ia dan Ella memutuskan untuk menutupi tubuh alfred hanya dengan selimut yang tebal, itupun setelah ketiga kalinya Alfred berganti pakaian.
"Tuan Alfred.." Panggil Beatrix,
suaranya tidak terlalu nyaring tapi cukup terdengar jelas pada telinga Alfred. Alfred mengerjapkan matanya, telapak tangannya masih berusaha menutupi sebagian besar wajahnya yang tersorot sinar. Pantulan sinar yang terang, cukup membuat penglihatannya memudar.
Bayangan Beatrix lama kelamaan semakin jelas. Wanita itu mengenakan dress hitam dengan kancing bulat putih besar yang berjejer rapi pada bagian tengah dress-nya.
"Beatrix..? apa yang sedang kau lakukan?"
Alfred sudah membuka kedua matanya, seketika merasakan rasa pusing dibagian kepalanya. Ia merasa kepalanya masih terus berputar-putar, rasa mual tiba-tiba melandanya.
Alfred langsung saja memegangi tengkuknya sendiri, memijat-mijat dengan perlahan.
"Akhirnya anda terbangun, maafkan saya harus membangunkan anda seperti ini. Tapi Steward sudah menunggu anda dibawah selama satu jam ini." Beatrix berjalan mendekati Alfred, sedikit menunduk untuk memastikan bahwa Alfred tidak dalam pengaruh minuman lagi.
"Mungkin segelas susu hangat, dan obat untuk mengurangi rasa pengar. Akan sangat berguna untuk anda saat ini." Saran Beatrix, dan mulai membalikkan badannya.
Alfred masih duduk di sisi tempat tidurnya, dia merasa ada beberapa kejadian penting yang ia lewatkan tadi malam.
"Sungguh BODOH!!" Kalimat itu terus mengiang dalam pikirannya saat ini.
Bagaimana bisa dia semabuk tadi malam, sampai ia kehilangan kontrol atas tubuh dan akalnya sendiri.
"Ahhh....." Pekik Alfred, kembali merasakan pusing. Dan kembali ia memijat punggung lehernya.
Saat yang bersamaan, sebuah benda menjadi perhatiannya. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya, memandangi sebuah kapak yang berada dekat dengan sisi tempat tidurnya.
Kapak itu tersender dengan kokoh. Ya, dia tidak salah lihat, benar itu adalah sebuah kapak.
"Beatrix.. Apa itu kapak?" Tanya Alfred meyakinkan kembali, Beatrix berdecak dan sedikit menggeleng.
"Apa aku yang membawanya semalam?" Tanya Alfred dengan bingung.
Alfred mengamati kapak tersebut, kapak yang cukup besar dengan kehati-hatiannya ia menggenggam kapak tersebut dengan erat.
"Anda tidak ingat dengan kejadian tadi malam, Tuan Alfred?"
Alfred memandangi Beatrix dan kapaknya secara bersamaan,
"Semalam? Kejadian semalam? Ada apa dengan kejadian semalam?"
"Hmmm.. ingatan anda benar-benar payah Tuan Alfred, saya mohon anda tidak berencana untuk minum banyak lagi malam ini." Sindir Beatrix, walaupun masih dengan nada sopan. Ia sedang membuka lemari majikannya, mencoba mencari semacam mantel agar dada bidang Alfred bisa tertutup seluruhnya.
"Apa maksudmu Beatrix, ada apa dengan semalam."
Beatrix sedikit mengerucutkan bibirnya yang kecil, sedikit bergeser untuk memberikan pemandangan lain pada Alfred. "Apa anda bisa melihat pintu itu?" Tunjuk Beatrix kearah pintu kamar.
Pintu kayu tersebut bisa dikatakan "Hancur". Beberapa engsel sudah mulai terlepas, membuat kemiringan pintu hingga 45 derajat.
Pintu tersebut tidak dapat tertutup rapat, sisi kayu menyender asal pada dinding tembok sebagai pondasinya.
Dengan sekuat tenaga Alfred mencoba untuk menangkat tubuhnya sendiri, tangannya yang satu lagi bertopang pada sisi kayu tempat tidurnya.
Beatrix menjulurkan tangannya, mengarahkan sebuah mantel putih yang terkait pada lengannya.
"Tuan, silahkan anda kenakan ini." Ucap Beatrix, dan Alfred langsung meraih mantel panjangnya, dan ia berjalan semakin mendekat ke arah pintu.
Kali ini Alfred bisa melihat dengan jelas, pintu tersebut benar-benar dalam keadaan hancur. Banyak sekali jejak sayatan besar dan kecil yang tertinggal, ia masih berusaha keras untuk mengingat. Kejadian demi kejadian, mulai berputar pada pikirannya saat ini.
Rose, ya dia pulang bersamanya. Wanita itu datang dan pulang bersamanya, setelahnya ia kembali mengingat sosok wajah lainnya.
"Ella?"
Benar, Ella masuk kedalam kamarnya secara paksa. Tanpa harus meminta ijin, atau meminta bantuan orang lain untuk mendobrak masuk kedalam kamarnya. Alfred melirik kapak yang tergeletak, menghampirinya dan memegangi kapak tersebut.
"Ohh... Tuan Alfred. Berikan kapak tersebut pada saya. Sepertinya anda sudah mengingat kejadian semalam bukan? Lebih baik saya harus menyembunyikan kapak ini, sebelum ada pintu lain atau mungkin orang lain yang akan menjadi korban."
Tangan Beatrix menengadah kearah Alfred, tersenyum kecil berharap Alfred cepat memberikan kapak tersebut pada dirinya.
Alfred pun dengan hati-hati memberikan kapak tersebut, ia semakin mengingat bagaimana kejadian semalam.
Sebuah wajah Ella tergambar dalam pikirannya, wajah yang menegang dan marah seraya membawa sebuah kapak besar.
"Beatrix.." Panggil Alfred,
Langkah kepala pelayan itu terhenti, membalikkan tubuh rentanya dan menatap tegak ke arah majikannya.
"Apa ada hal lain yang ingin saya bantu, Tuan Alfred?"
"Dimana Ella?"
Alis Beatrix sedikit terangkat, wanita itu sedikit terheran karena Alfred masih ingat atau peduli pada istrinya. "mmm..." Beatrix kembali mengerucutkan bibirnya.
"Nyonya Ella pagi sekali sudah pergi untuk bekerja. Dan untung anda mengingatkan saya, nyonya berpesan agar pelajaran malam ini bisa membuat anda jera untuk tidak membawa wanita lain."
"Apa..?" Alfred sedikit tersinggung dengan apa yang disampaikan Beatrix, tapi Alfred kemudian menyeringai dengan senyumannya yang cukup aneh bagi Beatrix yang melihatnya.
***
Steward, pria dengan jas hitamnya yang panjang, dan kemeja birunya ditambah dasi panjangnya yang berwarna navy.
Duduk dengan sikap sempurna, sambil menatap deretan koleksi buku milik keluarga Lewis. Entah berapa lama lagi ia harus terus menunggu Alfred di ruang baca yang sekaligus merupakan ruang kerja Alfred.
Seringkali pria itu melirik ke arah jam tangannya, dan berkali-kali ia memeriksa ponselnya. Memperhatikan, jikalau ada info, pesan, email, atau apapun yang dianggap penting untuknya.
Setelah hampir satu jam ia menunggu, Alfred muncul dari balik pintu berjalan santai kearah meja kerjanya.
"Mr. Alfred."
Sapa Steward,merasa lega akhirnya ia bisa bertemu dengan atasannya. Alfred tidak menyapa balik, tangan kanannya sedang memegani segelas susu hangat yang baru saja dibuat oleh Beatrix.
Ia sedang menyeruput susu hangatnya dengan hati-hati saat Steward menyapanya.
Alfred meletakkan hati-hati gelas susunya, setidaknya ia sedikit lebih segar dari sebelumnya disaat ia bangun tadi.
"Halo Steward, aku harap kau tidak begitu kesal untuk menungguku."
"Tentu saja tidak tuan Alfred, hari ini saya datang untuk memyampaikan beberapa hal penting untuk anda." Jelas Steward,
ia langsung menarik koper hitam kecil yang ia letakkan disebelah kursi duduknya.
Meletakkan dengan pelan diatas meja, Alfred masih sibuk mengamati Steward yang mulai membuka kopernya.
"Mr. Wade Huxley sudah tiba di London beberapa waktu lalu. Informasi yang saya dapatkan dan kumpulkan, bahwa dia akan menghadiri rapat penting yang akan diadakan oleh Huxley Cooperation."
Steward mengeluarkan beberapa lembar kertas, mengecek terlebih dahulu sebelum ia memberikan lembaran tersebut pada atasannya.
"Ternyata Mr. Wade masih terdaftar sebagai pemegang saham Huxley Cooperation, walaupun nilainya sangat kecil. Dan Alan Smith juga akan hadir pada rapat penting tersebut."
"Mmm... Menarik..."
Alfred ikut duduk dan sibuk mengamati beberapa lembar kertas yang baru saja disodorkan oleh Steward, membaca perlahan setiap lembaran yang ia pegang.
"Jadi isu itu benar, bahwa Alan Smith bekerja sama dengan perusahaan Huxley?" Tanya Alfred, walaupun ia sudah tau jawaban yang akan keluar dari mulut Sewardnya.
"Ya, anda benar sekali. Taktik anda untuk melakukan kerjasama singkat dengam Smith Bank selama dua tahun ini ternyata sangat berguna Mr. Alfred. " Stewar mulai memuji dengan senyum dan wajahnya yang pucat.
" Kali ini kita bisa dengan mudah membaca dan menebak pergerakan Smith." Lanjut Steward.
"Bagaimana dengan Ella? Kau sudah mengatur pemutusan kontrak kerjanya?" Tanya Alfred kembali, kali ini ia menatap sinis ke arah Steward.
"Saya sudah bertemu dengan pimpinannya, menjelaskan semua yang harus saya jelaskan. Tapi wanita itu tampak tidak senang dengan apa yang saya jelaskan dan tawarkan." Jawab Steward.
"Teruskan..." Ucap Alfred menyeringai, pria dihadapannya menatap bingung.
"Maaf Mr. Alfred? Maksud anda?"
"Teruskan tindakanmu, kalau perlu kita ambil tindakan hukum. Aku ingin Ella kehilangan pekerjaannya, karena itu adalah satu-satunya cara untuk kita bisa melangkah lebih maju." Jelas Alfred dengan puas.
"Baik Mr. Alfred."
Jawab Steward sedikit ragu, merasa bingung dengan rencana atasannya sendiri. Tapi pria itu tidak berani untuk bertanya alasan dibalik Alfred melakukan semua ini.