Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 77 - Mencintaiku?

Chapter 77 - Mencintaiku?

Pagi sebelumnya

Ella menggerakkan lehernya yang kaku, dia tidak ingat sudah berapa lama ia tertidur di samping tempat tidur Alfred. Bahkan ia tersadar jika ia masih terus menggenggam tangan Alfred selama semalaman.

Pria itu masih tertidur pulas, wajahnya terlihat amat polos. Mengingatkan Ella akan sosok Alfred yang dulu, yang sangat ia rindukan.

Ella menegakkan tubuhnya, wajahnya mulai mendekat ke arah wajah Alfred. Menyingkap beberpa helai poni Alfred yang menutupi dahinya.

"Alfred..." panggilnya pelan dan lembut.

Ella menghela nafasnya, mengusap perlahan kepala suaminya. Banyak yang ia pikirkan saat itu, rasa sedih, kecewa, bahkan rasa menyayangi itu masih ada. Bagaimanapun, pria itu adalah suaminya.

"Alfred, apakah kau masih mencintaiku." Ucap Ella teramat pelan, seraya menarik nafasnya dengan lelah.

Setelah puas memandangi wajah suaminya, Ella mulai bangkit dari duduknya. Ella menarik selimut Alfred lebih dalam dan memberikan sebuah kecupan pada dahi Alfres.

Hanya ada sedikit pergerakan dari Alfred, selebihnya kedua mata itu masih terpejam dan terlelap.

Ella kembali ke kamarnya, dan mulai merapikan dirinya. Setelah mengirim pesan singkat pada Calvin, dan memastikan temannya menerima pesan tersebut.

Barulah Ella mulai berjalan keluar dari kamarnya.

Beatrix terlihat sibuk memberikan beberapa arahan kepada para pelayan yang baru tiba, kehadiran Ella yang sudah berada ditengah-tengah mereka. Membuatnya terhenti untuk berbicara, dan memberikan sapaan hormat seperti biasanya.

"Selamat Pagi, Nyonya Ella." Ucap Beatrix, rambutnya ia tata dengan amat rapi bahkan tidak bergerak sedikitpun, saat ia mulai menunduk.

"Pagi Beatrix, Aku harap tidurmu nyenyak semalam. Maaf sekali kau menjadi lembur dan bekerja ekstra, tapi aku sangat menghargai semua bantuanmu tadi malam." Ucap Ella sungguh-sungguh.

Beatrix menjetikkan jarinya sebanyak tiga kali kepada para pelayan yang berjejer rapi, menginstruksikan bahwa briefing pagi mereka sudah usai.

"Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu anda. Apa anda akan melewatkan sarapan anda kembali Nyonya?" Tanya Beatrix.

"Mungkin aku bisa membawanya sebagai bekal pagi ini, Jika kau tidak keberatan?" Ella memberikan senyumnya yang sangat lebar.

"Ada yang harus aku lakukan pagi ini. Mmm... Dimana Vivian?" Tanya Ella teringat dengan ibu mertuanya.

"Nyonya Vivian tidak dalam keadaan baik, Pagi ini Wendy membawa nyonya ke taman bunga." Jawab Beatrix.

"Apa maksudmu, tidak dalam keadaan baik? Apa karena kejadian semalam? Apa Vivian mengetahui kejadian semalam?" Tanya Ella kembali.

"Sepertinya Nyonya Vivian terbangun semalam, tapi semalam Wendy bisa langsung menangani nyonya dengan baik." Ucap Beatrix.

"Hmmm... Jadi begitu. Baiklah aku akan menemuinya, Oh ya satu lagi." Ella membalikkan badannya, menatap Beatrix dan kembali tersenyum.

"Jika suamiku terbangun, katakan kepadanya kalau dia masih membawa wanita lain. Aku tidak akan segan melakukan hal yang lebih dari semalam." Ella tersenyum dengan percaya diri, sedangkan Beatrix merasakan ada sebuah gencatan dan ancaman besar pada pernyataan Ella.

***

Hujan deras semalam, menyisakan beberapa kubangan air di setiap sudut jalan dan Ella harus ekstra hati-hati melangkah. Ia tidak ingin celananya menjadi basah ataupun kotor.

Celana hitam panjang dengan blouse putih yang memiliki dasi besar dengan motif polkadot hitam, menjadi pilihan outfitnya pada hari itu.

Ella bahkan menguncir rambutnya dengan tinggi, terlalu malas dengan menata rambutnya yang panjang.

Sesuai dengan informasi Beatrix, Ella bisa menemukan Vivian dan perawatnya berada ditaman bunga. Vivian terduduk di kursi rodanya, dengan Wendy yang berada disampingnya. Terlihat perawat tersebut, sedang membacakan sebuah buku.

"Selamat pagi..." Sapa Ella.

Wendy langsung menutup buku bacaannya, menunduk dengan hormat pada Ella yang baru tiba. Perawat itu ingat sekali bagaimana kejadian semalam. Melihat Ella dengan sebuah kapak sambil menyeret Rose, sungguh pemandangan yang mengerikan untuknya.

"P-pa-pagi Nyonya Ella." Jawab Wendy terbata, dan Ella menatap heran padanya.

"Aku dengar kondisi Vivian sedang tidak baik? Apakah benar?" Tanya Ella menatap tajam kearah Wendy, perawat itu kembali menunduk dan masih ragu apakah harus dia menceritakan apa yang terjadi semalam?

"Wendy? Apa kau mendengarku?" Panggil Ella, dan perawat tersebut seketika terperanjat. Wajahnya menjadi semakin menegang.

"Maafkan saya nyonya Ella, semalam Nyonya Vivian terbangun saat kejadian dimana anda mulai mengamuk." Ucap Wendy, dan masih takut dengan jawabannya sendiri.

"Saya terpaksa melakukannya, sekali lagi mohon maafkan saya." Ucap Wendy, langsung saja perawat tersebut bertekuk lutut di hadapan Ella, meremas pakaiannya sendiri dengan rasa cemas dan takut.

"Apa maksudmu? Apa yang sudah kau lakukan?" Tanya Ella sambil menatap ke arah Vivian, Ella juga mulai merasakan aneh dengan tingkah Vivian.

Wanita itu seperti tidak menyadari kehadiran Ella, masih saja menatap ke arah petak bunga.

Pandangannya tampak kosong, wanita itu masih duduk dengan tenang di kursi rodanya.

Sebuah selimut dengan motif kotak berwarna biru dan merah, menutupi pundaknya. Suasana pagi itu terlalu dingin, Ella merasakan ada sesuatu yang canggung dengan situasi saat ini.

"Vivian... " Panggil Ella, tapi wanita itu tidak bergeming, walaupun Ella berada persis di depannya.

"Apa yang kau lakukan Wendy!!" Ucap Ella sudah mulai terpancing emosinya dengan Wendy yang terlalu berbelit-belit untuk memberikan sebuah penjelasan.

"Nyonya, maafkan saya. Tapi semalam Nyonya Vivian benar-benar mengamuk. Saya tidak bisa mengatasinya sendirian, sedangkan Beatrix sedang sibuk membantu anda."

"Sebelum nyonya Vivian mengamuk, saya memberikan obat penenang seperti biasa dan beberapa obat lainnya. Tapi saya terlalu lengah, Nyonya melihat Tuan Alfred pulang bersama dengan wanita lain, ditambah keributan semalam."

"Kejadian semalam, membuat nyonya mengingat traumanya kembali. Saya memberikan dosis penenang, dosis yang harusnya tidak saya berikan pada masa penyembuhan ini."

"Tapi Nyonya Ella, jika saya tidak melakukan itu Nyonya Vivian akan kembali ke rumah sakit jiwa. Tolong maafkan saya nyonya, saya lakukan ini karena untuk kebaikan nyonya Vivian sendiri."

Wendy kembali memohon, raut wajahnya menunjukkan dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya.

Ella memegangi tangan Vivian, tangan itu sangat dingin dan Ella semakin merapatkan selimut Vivian.

"Berikan catatan medis Vivian segera padaku, Wendy." Ucap Ella.

Wendy mendongak menatap Ella, matanya berputar dan terlihat bingung. "Tapi nyonya, tuan Alfred melarang saya untuk memberikan...."

"Wendy... Apa yang akan dilakukan oleh suamiku jika dia tau kau melakukan hal itu semalam?" Pertanyaan Ella lebih terdengar seperti sebuah ancaman.

Wendy kembali meremas pakaiannya, hatinya semakin menjadi menciut. Keduanya bukanlah pilihan yang baik, tapi dia tau kalau Alfred bukanlah orang yang bisa diajak bekerja sama jika mengenai kesehatan ibunya.

"B-ba-baik Nyonya Ella, saya akan berikan laporannya kepada anda."

"Tenang saja, aku akan memastikan Alfred tidak mengetahuinya. Asalkan kau mau bekerja sama denganku, tapi satu hal jangan pernah kau memberikan dosis yang tidak seharusnya pada Vivian." Ucap Ella, melirik kearah wajah Vivian. Wajah itu masih memiliki pandangan yang kosong, Vivian seperti berada didunianya sendiri.

"Kapan pengaruh obat itu akan hilang?" Tanya Ella khawatir.

"Ee...mm... seharusnya besok nyonya Vivian sudah mulai bisa beraktifitas seperti biasa." Jawaban Wendy tampak meragukan, Ella menaruh kecurigaan pada perawat tersebut.

"Jangan terlalu lama berada disini, udara diluar tidak baik untuk Vivian saat ini." Perintah Ella.

"Baik, nyonya Ella."

Ella kembali menggenggam tangan Vivian yang sangat dingin, mengelus wajah Vivian yang pucat dengan perlahan.

"Aku harap kau baik-baik saja Vivian, aku tidak tau apa yang sudah kau lewati selama ini. Tapi aku berjanji akan berusaha untuk melindungimu."

Setelah salam perpisahannya dengan Vivian, segera saja Ella beranjak pergi dengan mobilnya yang mulai ia lanjukan ke arah gerbang luar rumah.

Disaat bersamaan sebuah sedan hitam berpas-pasan dengan mobilnya, Ella bisa melihat siapa pria yang baru saja tiba. Pria yang bisa dikataan sebagai tangan kanan Alfred, pria yang juga membuat Nancy-atasannya menjadi geram dan kesal.

"Steward?" batin Ella melihat mobil itu sudah melewatinya, dan sudah memasuki pekarangan keluarga lewis.