Chereads / Not a Cinder-Ella / Chapter 70 - Suamimu Yang Mengundangku Untuk Datang, Ella!

Chapter 70 - Suamimu Yang Mengundangku Untuk Datang, Ella!

Kalau bukan karena Beatrix yang menegurnya di pintu masuk, mungkin Ella sudah keluar rumah dan melajukan mobilnya secepat mungkin.

Beatrix masih menunjukkan sikap sopannya, meminta Ella agar dapat hadir diruang makan untuk sebuah sarapan pagi yang sama sekali tidak ia inginkan.

Dan juga kalau bukan karena Beatrix menyebutkan bahwa Vivian sudah berada disana, Ella mungkin tidak akan mempedulikan ajakan dari kepala pelayan tersebut.

Sesampainya di ruang makan. Vivian langsung tersenyum lebar ketika melihat Ella yang baru saja tiba, Ella pun membalas dengan seutas senyum kecil yang hambar.

"Ella, akhirnya kita bisa bertemu kembali," sapa Vivian. Pagi itu wajahnya terlihat sangat cerah.

Seorang perawat wanita muda, terlihat berada disampingnya. Sibuk menyiapkan beberapa obat berwarna warni yang ia letakkan dengan rapi diatas piring cawat berwarna putih.

Ella melangkah dengan ragu, dia tidak melihat Alfred berada diruangan tersebut. Pikirannya saat itu menyimpulkan bahwa pria itu mungkin saja masih terbaring di atas tempat tidurnya yang empuk bersama dengan wanita asing yang sudah tidur dengannya.

"Huh... rasanya aku ingin memaki seseorang," ucap Ella pelan. 

Seketika Ella merasa hatinya menjadi kesal. Ingin sekali ia kembali ke atas, dan mulai mengumpat serapah kepada Alfred.

"Ella, apa bisa kau duduk bersebelahan denganku?" Pinta Vivian dengan sopan. Matanya masih berbinar-binar dan membuyarkan lamunan kesal Ella.

Vivian terlihat senang melihatnya, seakan-akan Ella adalah sebuah boneka yang siap ia mainkan. "Tenang saja Ella, aku tidak akan menggigit."

Ella pun menarik kursi makannya, dengan ragu ia mulai membalas tatapan Vivian, wanita itu kini menyentuh rambut Ella yang hitam.

"Kau menguncir rambutmu sendiri, Ella?" Tanya Vivian. Dia melihat kuncir kuda menjadi pilihan gaya rambut Ella saat itu.

Ella membalas dengan sebuah anggukan kecil, sedikit berdeham dan memikirkan percakapan apa yang harus ia mulai dengan Vivian.

"Akan terlihat cantik kalau kau membiarkan rambutmu terurai," lanjut Vivian.

Beatrix tiba dengan membawa sepiring besar roti yang sudah ia bakar dengan warna cokelat yang indah, ditambah sepiring besar pancake.

Seketika aroma makanan yang wangi mememuhi ruang makan tersebut. Tidak hanya itu saja, sebuah salah buah sudah tersaji di hadapan Ella. 

Beatrix meletakkan dengan perlahan semua hidangan yang ada ditangannya.

"Vivian..?" Ucap Ella tiba-tiba, dan mata Vivian kembali memandangi Ella.

"Mmm... ?" Ucap Vivian di saat bersamaan sedang mengunyah sepotong besar buah apel.

"Nyonya... apa anda ingin saya tuangkan madu diatasnya?" Tanya perawat yang berada disampingnya Vivian, sedang meletakkan selembar pancake diatas piring Vivian.

"Tolong jangan terlalu banyak... Ada apa, Ella? Oh ya, Dimana Alfred?" Vivian yang sudah sadar dengan tidak adanya kehadiran Alfred diruang tersebut.

Baru saja Ella ingin membuka suaranya. Tapi Alfred tiba-tiba saja muncul, ia sudah rapi dengan setelan jasnya yang berwarna navy.

"Alfred..! Baru saja kami membicarakanmu," ucap Vivian. Dan pria tersebut langsung menghampiri Vivian. Sebuah kecupan ia berikan pada dahi Vivian.

"Selamat pagi Ibu, aku harap tidur ibu nyenyak semalam." Ucap Alfred, walaupun matanya sesaat melirik ke arah Ella yang berada disamping Vivian.

"Tidurku sangat nyenyak sekali, Asha sangat membantuku." Puji Vivian, perawatnya pun hanya tertunduk malu dengan sebuah senyum yang ia sembunyikan.

"Bagaimana dengan tidurmu semalam, Alfred? Sepertinya jika ibu lihat pagi ini. Kau pasti sangat menikmati tidurmu, bukan? Iya kan Ella?" Sindir Vivian dengan sengaja, sebuah senyuman menggoda terpancar dari wajah Vivian.

Ella menggenggam pisau irisnya dengan erat, kembali teringat kejadian semalam. Alfred menghampiri Ella, dan tidak hanya itu saja. Sebuah kecupan di bibir ia berikan dengan tiba-tiba, Ella langsung saja memundurkan posisi wajahnya.

Tapi Alfred langsung saja memegangi tengkuk leher Ella, Ella menutup mulutnya dengan rapat. Disaat yang bersamaan, ia memikirkan bagaimana Alfred yang juga bercumbu dengan wanita lain semalam.

Alfred berhenti untuk mencium Ella, karena ia tahu jika Ia seperti mencium seorang patung yang tidak membalas kecupannya.

Bibirnya terhenti hanya beberapa inci dari bibir Ella, sedangkan Ella mencoba memberikan tatapan ternanarnya.

"Apa yang kau lakukan Alfred? Hentikan sikapmu yang seperti ini!" Ucap Ella teramat pelan dengan mata melotot kesal. 

"Alfred? lihat Ella. Sepertinya dia masih malu bersikap mesra dihadapan ibu mertuanya." Ucap Vivian yang senang dengan kemesraan antara Alfred dan Ella.

"Ya, sepertinya kau masih terlihat malu Ella." Alfred menegakkan tubuhnya dan memilih untuk duduk berhadapan dengan Ella yang masih saja menyorotinya dengan tatapan keji.

"Tidur kami sangat nyenyak sekali, semalam. Aku harap ibu tidak terganggu." Ucap Alfred menyeringai.

Ella menarik napasnya, memalingkan wajahnya untuk tidak melihat pria yang saat ini paling ia benci.

Dalam hatinya ia sedang mengumpat kesal, mengeluarkan semua sumpah serapah yang  seandainya bisa ia utarakan saat itu juga.

Vivian tersenyum lebar, dan kali ini menggenggam tangan Ella. "Tentu saja aku tidak akan terganggu. Aku berharap kalian berdua bisa memberikanku seorang cucu."

Mata Ella semakin melebar, menatap wajah ibu mertuanya. Vivian menunjukkan sikap teramat serius saat mengucapkannya. Ella spontan saja melepas genggaman tangan Vivian,

"Gila..!!!" pikirnya.

"Ada apa, Ella?" Tanya Vivian polos dan bingung.

  Alfred semakin menyeringai, menatap Ella dengan liar dan tatapan menggoda.

"Uhm... Maafkan aku Vivian. Aku lupa kalau hari ini aku harus tiba lebih cepat di tempat kerja." Ella langsung saja melepas napkin-nya, dengan cepat ia sudah bangkit dari duduknya.

"Maafkan aku Vivian, aku harap kita bisa mengobrol lebih banyak lagi."

"Apa kau ingin aku antar, Ella?" Ajakan Alfred membuat langkah Ella terhenti. Ella langsung menegakkan tubuhnya, dan memasang wajah tegasnya.

"Tidak! Terimakasih. Aku tidak akan merepotkanmu, Alfred." jawab Ella tegas.

"Apa kau tidak melupakan sesuatu, Ella?" Pertanyaan Alfred terdengar mencurigakan.

"Mmm.... apa maksudmu Alfred?" Jawab Ella dan memberikan sebuah senyuman yang terlalu dipaksakan.

Alfred mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya yang mewah. Mata Ella langsung fokus pada benda hitam yang berada digenggaman Alfred.

"Aku rasa kau akan membutuhkan ponselmu, bukan?"

***

Suara ketukan sepatu terdengar beradu dengan lantai, menciptakan irama yang cepat. Ella dengan sepatu haknya berjalan meninggalkan ruang makan.

Berkali-kali pungung tangan kanannya menyentuh bibirnya, seakan-akan mencoba menghapus bekas kecupan dari Alfred.

Seorang wanita bertabrakan tanpa sengaja di pintu keluar, wanita berambut pirang dengan gaun yang teramat pendek berwarna hitam.

Beberapa hiasan permata tersemat diantara bagian dadanya yang teramat rendah.

"Ahh... maafkan aku." Ucap wanita tersebut dan tampak sekali ia tidak bersungguh-sungguh mengucapkan maaf.

Wanita itu berjalan sambil mencoba mengenakan sepatu haknya yang teramat runcing.

Ella langsung bisa menebak siapa wanita yang berada didepannya. "Kau...?" Ucap Ella kesal.

"Ya..?" Wanita itu balik memandang Ella, ia pun merasa seperti mengenali wajah Ella. Tangannya mulai memegangi dagunya tampak berpikir keras.

"Ella? ELLA!" Tebak wanita tersebut.

"Kenapa kau bisa ada disini?" Wanita itu masih berpikir keras, dan tidak lama matanya mulai melebar. Wajahnya sudah menunjukkan rasa menduga yang ia harap tidak benar.

Wanita itu terus memandangi Ella yang tampak banyak berubah, Ella yang lebih terlihat fashion dengan baju yang saat ini ia kenakan. Ditambah riasan wajah yang hampir memalingkan wajahnya.

"Jangan bilang kalau kau adalah...??? APA KAU ISTRI ALFRED?" Tebak wanita itu lagi.

Ella mendengus kesal, bagaimana tidak? Ia sangat mengenal siapa wanita yang berada di hadapannya. Ingatannya masih sangat bagus.

Rose berdiri memandang tidak percaya pada dirinya. Mantan kekasih Edward itu tidak banyak berubah, bahkan sama sekali tidak berubah.

"Rose?? Kau.....!!"

"Hahaha.... (Rose tertawa geli) Aku benar-benar tidak menyangka. Ella? Seorang anak pelayan? Dan lihat kau sekarang ini? Hahh..... Menjadi seorang istri dari seorang jutawan?"

"Jaga ucapanmu, Rose..!!" Ella sudah tampak kesal.

"Sayang sekali, Alfred tampaknya tidak tau mana barang bagus dan mana barang sampah sepertimu Ella."

Plaakkkk... sebuah tamparan keras baru saja diberikan. 

Ella sudah tidak bisa bersabar, tangannya sudah menampar pipi Rose yang langsung memerah. 

"Berani-beraninya kau!!! Dasar anak PELAYAN TIDAK TAU ETIKA."

Rose baru saja ingin membalas balik, tapi dengan cepat Ella sudah berhasil menghindar. Langkah pertama Rose, langsung Ella patahkan. Seketika wanita itu jatuh terjerembab di atas lantai.

Beatrix tiba diruang utama, terperangah melihat wanita asing yang terjatuh dilantai. Dan bingung dengan Ella yang terlihat kesal. 

"Nyonya Ella, ada apa ini?"

"Beatrix, Apa kau bisa membantu mengurus tamu tidak diundang ini? Dan apa bisa kau tunjukkan jalan keluar yang benar untuknya, aku yakin jika dia sedang tersesat saat ini." perintah Ella dengan sikap tegas. 

"Kau tidak bisa melakukannya, Ella! Kau tidak bisa mengusirku!" ucap Rose semakin menantang. 

"Kenapa tidak, lagi pula bukan kau istri dari pemilik rumah ini!" balas Ella semakin kesal. 

"Kalau begitu kau tanyakan saja langsung pada suamimu, kenapa dia mengundangku untuk datang?" Rose sudah berdiri tegak sambil merapikan rambutnya yang berantakan. 

"Apa? Sial... kau masih saja kerasa kepala. Hanya karena Alfred mengundangmu, bukan berarti kau diterima ditempat ini," ucap Ella mendekat ke arah Rose. 

"Aku sudah menahan kesabaranku, tapi... kau benar-benar ingin merasakan bagaimana aku marah, ya?" 

"Baiklah, rasakan ini!"

Ella sudah sangat kesal, ketika dia menarik rambut Rose dan membuat wanita itu berteriak kesakitan. 

Memaksakan langkah kaki Rose agar keluar dari kediaman Lewis. 

"Lepaskan aku, wanita gila!" umpat Rose. Dia berusaha untuk melepaskan tangan Ella yang mencengkram kuat rambutnya saat itu.