"Tidak! Tidak! Tidak!" Arvin berseru sembari melepaskan pelukan Salma.
"Kau! Kau harus mendengarkan penjelaskanku!" sambungnya. "A-aku ... Aku juga tidak mengerti apa yang terjadi padaku, aku ... Aku takut, aku khawatir, aku ... Aku mencintaimu. Salma, aku mencintaimu, semua ini kulakukan karena aku mencintaimu."
"Kita akan membicarakan hal ini lain waktu, ya? Jangan sekarang," ucap Salma sambil melemparkan senyuman palsu.
"Tidak! Harus sekarang! Kau harus mendengarkan penjelasanku!"
"Jika kau mencintaiku, tolong dengarkan aku."
Arvin seketika terdiam.
"Ok," ujar Arvin dengan nada yang sangat pelan.
'Bagus, semuanya terjadi sesuai dengan apa yang Khansa dan aku mau. Khansa harus melihat ini, dia juga harus tahu kalau semua ini terjadi karena dia, aku tidak melanggar perjanjian dan dia harus segera memberikan uang-uang itu padaku,' batin Wanda, ia merekam momen putusnya hubungan Arvin dan Salma tadi untuk dijadikan bukti kepada Khansa nanti.
Sesaat kemudian Pak Toni datang bersamaan dengan Andra.
"Bersikap seolah tidak ada masalah di sini," ucap Yahya, yang lain hanya mengangguk.
Beberapa jam kemudian, tepatnya pada siang hari, Tamara tampak baru pulang berbelanja berbagai macam barang, mulai dari pakaian sampai susu untuk menambah kalsium. Ia pun menaruh beberapa kotak susu di laci yang ada di dapur, dan kebetulan Jhana sedang berada di ruangan yang sama untuk minum.
"Baru pulang berbelanja, Nyonya?" tanya Jhana.
"Hmh." Tamara menjawab tanpa membuka mulutnya.
"Termasuk membeli racun juga?" sindir Jhana. Mendengar hal itu, Tamara pun menghentikan aktifitasnya.
"Apa maksudmu?" tanya Tamara sembari mengernyitkan dahinya.
Jhana hanya menjawab wanita tua itu dengan menunjukkan bekas luka di pipinya yang diakibatkan oleh tamparan Arvin. Ia lalu pergi dari dapur dan membiarkan Tamara berpikir banyak hal tentang Karin.
"Dia menantangku. Tapi kenapa dia begitu berani?" gumam Tamara.
Jhana secara tidak sengaja bertemu dengan Ny. Zemira ketika ia hendak berjalan keluar dari mansion. Ny. Zemira mencoba untuk mengabaikan Jhana, dan Jhana sendiri ragu untuk memulai percakapan dengan sosok yang pernah menjadi ibunya itu, sehingga Ny. Zemira berlalu begitu saja.
Namun ternyata Jhana berhasil mengumpulkan keberaniannya untuk memulai percakapan dengan Ny. Zemira.
"Nyonya!" panggil Jhana, Ny. Zemira berhenti melangkah dan berbalik badan, berhadapan dengan Jhana. Jhana sendiri terlihat sangat sulit untuk memulai percakapan.
"Berhati-hatilah," ucap Jhana dengan mata yang berkaca-kaca. Ia sangat sedih mengetahui begitu banyak orang yang berusaha menyingkirkan ibunya dengan cara-cara iblis.
Dan yang membuatnya hampir meneteskan air mata sekarang adalah, karena ia tidak bisa melindungi ibunya dari Kevlar, Tamara dan Raya sekaligus. Jhana benar-benar hampir menyerah untuk melindungi keluarganya, terlalu banyak orang jahat yang mengharapakan kehancuran setiap anggota di keluarga itu, dan yang mendukungnya tak banyak.
Jadi yang ia bisa lakukan saat ini untuk ibunya hanyalah memperingatkannya. Usai mengatakan itu, Jhana pun keluar dari dalam mansion dan berhasil membuat air matanya menetes.
Wanita itu sangat menyayangi ibunya meskipun setelah semua yang terjadi dalam 10 tahun terakhir. Ia benar-benar tak sanggup untuk menyembunyikan kesedihannya dibalik sosok Karin yang dikenal misterius dan mengancam juga berbahaya.
"Itu ... Itu bukan sebuah ancaman," gumam Ny. Zemira. "Kupikir awalnya dia akan meminta maaf dengan mata yang seperti itu, tapi ... Kenapa dia malah menyuruhku untuk berhati-hati? Kenapa dia tidak meminta maaf saja dan terlihat sangat sedih? Ada apa dengannya?" sambungnya.
"Ibu? Ada apa?" ujar Bunga yang sedang menuruni tangga.
"Engh, tidak ada. Bunga, apa kau melihat obat-obat ibu? Ibu tidak menemukannya di kamar dan di ruang tamu, ini adalah saatnya ibu untuk meminum obat lagi," kata Ny. Zemira.
"Sudah cek ruang kerja ibu?" tanya Bunga.
"Belum, coba ibu cek dulu, ya."
"Zemira!" Tamara memanggil Ny. Zemira dari dapur saat ia melihat besannya itu akan masuk ke dalam ruangan kerjanya. Ibu Raya itu lantas menghampiri mertua anaknya tersebut.
"Ini obat-obatmu, kan?" ucap Tamara sambil memberikan beberapa botol obat, sebab obat-obat Ny. Zemira memang semuanya pakai botol.
"Iya, kau dapat di mana? Aku mencarinya ke mana-mana," tanya Ny. Zemira seraya mengambil obat-obatnya dari tangan Tamara.
"Di dapur, sepertinya kau meninggalkannya di sana."
"Tapi ... Aku tidak pergi ke dapur sejak sarapan."
"Mungkin kau lupa, pikun di usia kita adalah hal yang biasa, kan?"
"Ooh, mungkin saja, ya, hehehe."
"Yasudah, ibu. Sekarang minum obatnya, karena kalau ibu minumnya kelamaan, nanti malam ibu harus meminumnya pada tengah malam," ujar Bunga.
"Baiklah." Ny. Zemira lalu pergi ke ruang tamu bersama putrinya.
'Ya, minumlah semua itu, habiskan sampai kau tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah lagi, sampai akhirnya kau mati perlahan, mulai dari kaki, tangan, sampai otakmu,' batin Tamara.
Sindiran Jhana sebenarnya benar, mertua Rasyid itu juga membeli beberapa racun dalam bentuk obat yang mirip dengan obat-obat yang dikonsumsi oleh Ny. Zemira, kemudian ia membuang semua obat-obat besannya itu dan mengisi botol kosongnya dengan semua racun itu. Racun-racun itu tidak terlalu berbahaya memang, namun jika Ny. Zemira menghabiskannya, tetap saja akan berakhir dengan kematian.
Sindiran Jhana mungkin benar, tapi Jhana tak yakin dengan hal itu, makanya ia tidak terlalu curiga pada Tamara sebab ia memang tidak berpikir bahwa Tamara juga bisa senekat Raya, bahkan mungkin jauh lebih nekat.
Sementara itu, Jhana pergi ke kamarnya dan menutup wajahnya bantal sehingga ia bisa menangis tanpa mengeluarkan suara, meskipun pada akhirnya make upnya jadi luntur akibat sentuhan bantal dan air matanya.
Ia mengingat masa kecilnya yang bahagia dan tidak pernah berpikir kalau di hidupnya ia akan melewati semua ini.
Ia mengingat bagaimana kasih sayang yang ia terima dari Tn. Farzin dan Ny. Zemira tidak ada bedanya dengan kasih sayang yang mereka berikan kepada keempat anak kandung mereka.
Ia mengingat bagaimana kebaikan Ny. Zemira sangat mempengaruhi kehidupannya yang penuh kebahagiaan pada masa kecil dan remajanya.
Namun sekarang, wanita yang sangat disayangi dan dihormatinya itu benar-benar sedang diserang dari 3 sisi yang mana membuat fokus Jhana terpecah untuk melindungi ibunya dari siapa.
Salma mungkin membantu, namun itu baru 2 hari lagi, tepatnya saat Salma berada di hari liburnya. Sementara Mona dan adik-adiknya sama sekali tidak bisa membawa bantuan besar untuk Jhana, sehingga Jhana sekarang benar-benar merasa lelah secara fisik dan pikiran. Ia kehabisan ide untuk menang dari Raya dan Kevlar, dan sekarang ditambah lagi Tamara.
'Kenapa banyak sekali orang jahat? Kenapa selalu ada orang jahat? Kenapa orang menjadi jahat? Kenapa mereka jahat?' batin Jhana.
Dan disaat kondisi seperti ini, ia akhirnya memutuskan untuk menulis surat untuk Dina yang berisi:
Untuk Dinaku tersayang.
Aku benar-benar merindukanmu, aku rindu saat di mana kita bercanda dan tertawa bersama, aku rindu saat di mana kita berbicara hal-hal yang tidak penting dan yang penting.
Aku sangat berharap bahwa hari-hari seperti itu akan datang lagi, karena aku benar-benar ingin menceritakan banyak hal padamu saat ini.
Kutulis surat ini dengan air mata yang terus mengalir.
Aku mengirim cinta untukmu.
Jhana.
'Rasyid, kenapa kau meninggalkanku? Kenapa kau membiarkanku melewati semua ini? Kenapa kau pergi begitu saja? Karena aku benar-benar butuh dukunganmu sekarang, aku membutuhkannya, sangat,' batin Jhana.
Lain Jhana, lain pula anak-anaknya. Mona, Fina dan Zhani sedang bermain bersama Arka dan Shirina sekarang di kolam ikan yang berada di halaman depan.
"Kalian tahu? Aku mulai bosan dengan ikan-ikan ini," ujar Mona.
"Aku selalu bosan dengan kalian berempat," ucap Shirina.
"Kenapa kita tidak ke tempat yang lebih menarik saja dari pada kolam ikan?" usul Mona.
"Aku tidak berpikir ada banyak tempat menarik di sini," kata Arka.
"Ada satu," timpal Fina. "Halaman belakang, kita belum pernah melihat-lihat halaman belakang akhir-akhir ini," lanjutnya.
"Ya Tuhan! Yang benar saja! Kita dilarang untuk berada di sana!" sergah Shirina.
"Sebenarnya menurutku tidak, asalkan kita tidak mengganggu dan membuat kekacauan di sana," ucap Mona.
"Kuperingatkan pada kalian, jangan cari masalah."
"Untuk berada di sana, kita juga harus bersikap dewasa seperti orang-orang dewasa di sana, dan itu mudah saja. Siapa yang mau ikut ke halaman belakang? Ayo," ajak Mona.
Semuanya mengangkat tangan kecuali Shirina.
"Selalu aku yang terpaksa. Baiklah, aku akan ikut. Tapi kau harus bertanggung jawab jika kita dimarahi," ujar Shirina dengan sedikit rasa kesal.
"Tentu saja aku akan bertanggung jawab, lagi pula yang sering melarang kita itu paman Isa, dan sekarang dia sedang pergi menyebar undangan, hanya ada kak Dina yang sedang mengawasi halaman belakang, dan dia tidak pernah melarang kita, jadi kita akan aman, lagi pula aku punya rencana yang akan membuatnya tidak bisa melarang kita."
"Kau yakin?"
"Cek saja garasi, dan lihat apa di sana ada mobil paman Isa atau tidak.
"Baiklah, baiklah, aku ikut bersama kalian."
Kelima bocah itu kemudian masuk ke dalam mansion untuk pergi ke halaman belakang. Keadaan sudah benar-benar berubah sekarang. Jika dulu Mona dan adik-adiknya dilarang keras untuk masuk ke dalam mansion dan hanya boleh berjarak 1 meter dari tangga (oleh Raya), maka sekarang mereka sangat bebas keluar-masuk mansion.
Bunga dan Raya tak lagi benar-benar memperhatikan mereka, sehingga mereka tidak lagi melarang ketiga bocah itu untuk masuk ke dalam mansion, sementara Shirina mengizinkan mereka menginjakkan kaki ke dalam mansion karena terpaksa.
Sesampainya di halaman belakang, kelimanya langsung berpencar, dan ini adalah rencana dari Mona untuk memecahkan perhatian Dina yang tidak mungkin mengejar mereka satu persatu.
"Hei! Hei! Hei! Kalian mau ke mana?!" tanya Dina, namun tidak ada yang menjawabnya.
"Dasar anak-anak nakal," sambung Dina.
"Sudah hampir jadi, ya?" kata Mona yang berdiri di samping Dina, ia menilai dekorasi pernikahan Isa dan Dina.
"Jangan banyak basa-basi, bantu aku untuk mengusir anak-anak itu dari sini," ujar Dina, ia tampak sedang banyak pikiran sekarang.
"Biarkan saja mereka, memangnya kenapa jika mereka ingin melihat-lihat?"
"Tempat ini tidak aman bagi anak-anak seperti kalian."
"Tidak ada bom di sini, kan?"
"Turuti saja perkataanku! Ibumu menyuruh kau untuk menuruti perkataanku!"
"O-ok." Mona pun hanya bisa pasrah karena ia tidak ingin membuat emosi Dina meledak, sebab gadis kecil itu tampaknya paham jika Dina sedang banyak pikiran sekarang.
Mereka berdua lantas berjalan di sekitaran kolam, dan secara tidak sengaja Mona teringat saat dirinya di dorong oleh Raya ke dalam kolam itu.
Mona tiba-tiba merasa shock dan langsung terduduk.
"Mona, ada apa?" tanya Dina.
"Kolam ini ... Aku ..." Mona terlihat kesulitan untuk menjawab.
"Ada apa?"
"Tolong aku."
"Hah?"
"Bibi Raya."
Dina sontak mengernyitkan dahinya ketika melihat Mona yang berbicara melantur.
++++++++++++++++
So, bagi yang udah cek fanpage facebook saya, pasti sudah tahu kalau kuisnya akan diadakan pada bab ini.
Ok langsung kita mulai saja kuisnya.
PADA TANGGAL BERAPA KAH KONSEKUENSI DI PUBLISH PERTAMA KALI?
A) 5
B) 6
C) 7
D) 8
Siapa yang menjawab paling cepat dan tepat, itulah pemenangnya.
PERATURAN : 1 AKUN HANYA BOLEH MEMBERIKAN 1 JAWABAN. Jika saya lihat masih ada yang menjawab 2 atau bahkan semua pilihan, maka saya akan menghitung jawaban yang pertama sebagai jawaban kalian.
Pertanyaannya sangat mudah sebenarnya jika para pembaca mengikuti cerita ini sejak hari pertama cerita ini di publish, jadi selamat kepada para pembaca yang sudah mengikuti cerita ini sejak awal, kalian mungkin mendapatkan keuntungan đ.
Tapi bagi yang bingung haru jawab apa, kalian masih bisa punya kesempatan untuk menang, loh!
Caranya? Like fanpage facebook Sihansiregar, jika pembaca teliti, di sana saya secara nggak langsung pernah menyebutkan tanggal di publishnya cerita ini untuk pertama kali di salah satu postingan.
Intinya, jawaban dari kuis ini ada di fanpage facebook Sihansiregar, tapi ingat ya, saya tidak benar-benar menyebutkan tanggalnya di sana, jadi pembaca harus teliti.
Pemenang akan diumumkan pada bab 88, jadi, sampai bertemu di bab 88!.