"Kenapa kau diam disitu? Ayo, berikan itu pada kami," suruh Ny. Zemira pada Jhana. Dan Gusiana memilih diam. Jhana akhirnya memantapkan langkahnya untuk masuk ke ruang tamu.
Gusiana tampak malas melihat Jhana, jadi ia melihat ke segala arah untuk menghindari wajah Jhana yang memuakkan baginya. Ya, ia melihat ke segala arah, termasuk ke Raya. Wanita itu kontan saja merasa heran dengan Raya yang tersenyum melihat mereka.
'Kenapa dia tersenyum seperti itu? Tidak ada hal yang lucu disini,' batin Gusiana.
Usai meletakkan 2 gelas jus itu, Jhana pun langsung pergi, dan berhenti melangkah ketika ia melihat Raya yang berdiri di samping tangga. Jhana pun mengabaikan wanita gila itu.
"Kenapa kau tidak menciptakan keributan lagi? Kau memiliki kesempatan yang besar sekarang, kan?" sindir Raya.
"Saya selalu punya kesempatan yang besar untuk menciptakan sebuah keributan, dan saya bisa mengendalikan keributan yang saya buat sendiri. Saya memiliki hak untuk mengatur kapan saya harus memulai keributan. Ketika saya tidak menginginkannya, jangan buat saya menginginkannya. Anda tahu persis bagaimana saya, mengajak saya untuk bermain bukanlah ide yang bagus. Iya, kan?" pungkas Jhana. Ucapannya itu sontak saja mengejutkan Ny. Zemira, Gusiana dan tentunya Raya. Terlebih lagi, Jhana langsung pergi ke dapur setelah membungkam mulut Raya.
Gusiana dan Ny. Zemira kemudian saling melirik.
"Bisa aku meninggalkanmu sebentar?" ucap Ny. Zemira pada Gusiana, Gusiana tampaknya mengerti apa maksud Ny. Zemira, jadi ia pun mengangguk.
"Mari lihat apa yang akan terjadi," gumam Raya, ia lalu masuk ke ruang tamu dan duduk di sebuah sofa. Gusiana lalu tersenyum padanya, ia pun membalas senyuman itu dengan sebuah senyuman juga.
"Dimana suamimu?" tanya Gusiana
'Wanita ini, mulutnya agak lancip,' batin Raya.
"Oh, astaga, hahaha. Pasti sudah berangkat kerja, ya? Kutebak, pasti dia mengurus bisnis investasi yang besar, kan? Makanya sejak sarapan dimulai tadi, aku tidak melihatnya. Kau sepertinya sangat beruntung menikahinya dan menjadi menantu disini, semoga keponakanku bisa sangat beruntung sepertimu juga, maksudku, aku berdoa agar suatu saat Arvin bisa menjadi pemimpin di keluarga ini," sambung Gusiana.
"Rasyid, putra sulung di keluarga ini, adalah suamiku, dia sudah lama meninggal. Dan jika kau mendoakan Arvin agar bisa sama dengan Rasyid, artinya kau mendoakannya agar cepat mati," papar Raya.
"Engh?" Gusiana tersentak.
'Si Rasyid sudah lama meninggal, tapi wanita ini masih tinggal disini?' batin Gusiana.
"Katakan saja apa yang kau pikir tentangku, anggap aku sebagai temanmu," ujar Raya.
"Serius?" Gusiana memastikan.
"Tentu, diantara hubungan pertemanan tidak boleh ada rahasia, kan? Katakan saja."
"Maksudmu berteman seperti apa?"
"Entahlah, pergi ke salon dan spa bersama, mungkin?"
'Salon? Spa? Waaah! Wanita ini memiliki selera yang tinggi ternyata,' batin Gusiana.
"Ok, kita berteman. Jadi, kau ingin tahu apa yang kupikirkan tentang dirimu?" tanya Gusiana.
"Ya, karena aku selalu tahu kesan pertama orang-orang padaku ketika mereka baru berkenalan denganku. Semua orang menceritakannya padaku, jadi aku juga ingin tahu kesanmu terhadapku," ucap Raya yang sangat pandai menyedapkan ucapannya, tampaknya ia sedang merencanakan sesuatu untuk Gusiana.
"Baiklah. Kesan pertamaku saat berkenalan denganmu adalah, kau terlihat berkelas, sangat pantas untuk kujadikan panutan dalam berpakaian," ujar Gusiana.
"Apa yang kau pikir tentangku? Hm? Aku tahu kau memiliki kesan lain selain yang kau katakan barusan."
"Apa itu penting?"
"Kita berteman, diantara hubungan pertemanan tidak boleh ada rahasia, kan?"
Gusiana terlihat menimbang-nimbang. "Kenapa kau masih tinggal disini?" tanyanya.
'Wanita ini gampang dipengaruhi, dia bisa menjadi alatku,' batin Raya.
"Maksudku, setelah kematian suamimu, tidak seharusnya kau masih tinggal disini, kan? Ya walaupun kau memiliki anak," sambung Gusiana.
"Menurutmu kenapa?" tanya Raya balik.
Gusiana mengernyitkan dahinya.
"Nyonya Gucci, namamu mewah, kan? Tapi masih terlalu awal bagimu untuk paham akan segala situasi disini. Untuk memahami segalanya, kau harus benar-benar mengenal kami semua, termasuk aku, dan itu tidak akan mudah," pungkas Raya, ia lalu bangkit dari duduknya, kemudian pergi, meninggalkan Gusiana yang larut dalam kebingungan.
Sementara itu, Ny. Zemira berhasil mengejar Jhana yang berada di dapur. Jhana tidak terkejut saat mengetahui dirinya diikuti, apa lagi diikuti oleh Ny. Zemira, terlebih lagi di dapur sekarang hanya ada mereka berdua. Ny. Zemira lantas menutup pintu dapur.
"Apa yang kau mau?" tanya Ny. Zemira, namun Jhana tidak menjawab.
"Jika kau tidak mau apa-apa, lalu katakan padaku, siapa kau sebenarnya?" sambungnya.
"Katakan saja jika Anda tidak bisa memecat saya karena aturan yang anda terapkan disini," ujar Jhana.
"Kita sedang tidak membahas tentang peraturan apapun disini. Jawab pertanyaanku!" tekan Ny. Zemira.
"Saya Karin, dan saya pekerja disini," jawab Jhana.
"Katakan yang sejujur-jujurnya tentang dirimu, aku tahu kau berbohong tentang dirimu. Siapa kau? Apa kau seorang mata-mata?"
"Kenapa tidak anda tanyakan saja hal itu kepada Tuan Kevlar? Bukankah dia tahu tentang identitas saya? Anda mengetahui segala hal tentang saya melalui dia, kan? Lalu anda berusaha membuat saya menceritakan hal yang tidak benar, itu artinya anda tidak mempercayai menantu anda sendiri. Benar begitu?" kata Jhana. Ny. Zemira semakin terkejut dengan bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Jhana, ia semakin yakin bahwa Karin bukanlah sembarang orang.
Sementara Jhana mulai memberikan perlawanan sebab ia mulai bosan dengan keadaan yang ada saat ini. Ia mulai bosan menyamar dan membiarkan permainan berjalan dengan lambat namun selalu pasti. Ingin sekali rasanya Jhana membongkar identitasnya sendiri di hadapan semua orang dan mengakhiri permainannya. Wanita itu sangat ingin menyelesaikan semuanya, mengatakan pada semua orang bahwa Kevlar dan Raya adalah ancaman, membawa anak-anaknya pergi, dan hidup bahagia bersama ketiganya selamanya tanpa gangguan dari keluarga Dhananjaya.
Dia ingin. Sangat menginginkan hal itu.
Karena terkadang, Jhana merasa kalau kebenaran terlalu lambat bergerak, sehingga membuat permainan ini tak kunjung usai. Jadi dirinya mulai menunjukkan perlawanan, agar para anggota keluarga itu mulai tersadar bahwa Karin adalah Jhana. Namun terkadang, ia sadar kalau dirinya tidak bisa terlalu menggebu-gebu.
Sebab jika semuanya berakhir sesuai nafsunya, pasti dirinya akan terdepak untuk kedua kalinya, sedangkan Raya dan Kevlar tetap bertahan. Semuanya tidak berakhir dengan baik jika Jhana melakukan keinginan terkadangnya itu.
"Dengar, siapapun dirimu, aku ingin tahu kenapa kau datang, apa salah kami padamu? Apa yang berusaha kau lakukan pada kami?" ucap Ny. Zemira, ia mulai menjaga jarak dari Jhana dan wajahnya benar-benar menunjukkan bahwa ia sedikit takut.
"Aku tidak bisa memecatmu," sambung Ny. Zemira.
"Karena peraturan itu?" sambar Jhana.
"Anda membuat kontrak pada semua pembantu disini, kecuali saya. Anda tidak bisa memecat pembantu anda sebelum mereka bekerja untuk anda selama satu bulan, kan? Tapi kenapa hal itu berlaku juga untuk saya?" tanya Jhana.
"Siapa yang memberitahumu soal itu?" Ny. Zemira terlihat tidak menyangka, matanya menatap mata Jhana dengan seksama, berharap dirinya bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya: siapa sebenarnya Karin.
"Tidak ada. Dapat ide siapa saya?"
Suasana kemudian menjadi tegang.
"Jangan khawatir, saya tidak memiliki niat buruk pada keluarga anda. Jika ada orang yang harus anda awasi di rumah ini, bukan saya orangnya. Permisi," ujar Jhana.
Ny. Zemira lantas menahan tangan Jhana.
"Kau tahu soal kontrak itu, aku membuat kontrak itu pada setiap pekerja disini, tapi aku tidak membuatnya denganmu, jadi aku sangat berhak untuk memecatmu kapanpun," kata Ny. Zemira.
"Tapi aku menahanmu disini, aku menahanmu agar rencana-rencana burukmu pada kami, akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri," sambungnya.
Jhana lalu terkekeh kecil. "Anda baik sekali, berbohong untuk menutupi kebaikan anda, itu luar biasa sekali. Saya tahu kalau anda tidak memecat saya karena anda merasa iba pada saya. Anda memikirkan bagaimana hidup saya jika saya tidak bekerja, kan? Dan sekarang anda berusaha membohongi perasaan anda sendiri." Ia lalu keluar dari dapur dan berpapasan dengan Gusiana yang ternyata dari tadi menguping percakapannya dengan Ny. Zemira. Namun Jhana mengabaikannya.
'Kenapa aku tidak mendapatkan ide tentang identitasnya yang sebenarnya? Dia pasti dekat dengan orang dalam di keluarga ini,' batin Ny. Zemira.
"Aku mendengar tadi. Apa memang itu alasanmu tidak memecatnya?" tanya Gusiana.
"Kuharap begitu, tapi mungkin pada kenyataannya tidak. Gucci, kau cukup beruntung karena sudah tidak menyukainya sejak awal kalian bertemu, berbeda denganku, pada awalnya aku sangat percaya padanya, tapi ternyata, dia adalah orang misterius yang tengah mengancam kami," jawab Ny. Zemira.
"Sekarang kau tahu alasanku dan tahu tentang kontrak yang kubuat dengan para pekerja disini. Ya, mereka harus bekerja selama satu bulan dulu baru mereka bisa mengundurkan diri jika mereka mau, atau aku pecat. Aku tidak membuat kontrak itu dengannya sebab saat dia mendaftar, dia tidak memiliki data diri yang lengkap, tapi aku masih tidak mengerti kenapa hati kecilku berkata kalau aku harus membuatnya menetap," lanjutnya.
"Lakukan saja apa yang menurutmu tindakan yang terbaik," ucap Gusiana.
Ny. Zemira tersenyum. "Pasti. Tapi aku ingin kau melakukan sesuatu."
"Apa?" tanya Gusiana.
"Tolong jangan katakan apapun tentang pembicaraanku dengan Karin pada siapapun."
"Kenapa?"
"Pembicaraanku dengannya tadi membuatku sadar bahwa dia memiliki hubungan dekat dengan kami. Aku ingin menyelidiki dirinya, tapi aku ingin melakukannya sendiri, jika ada orang lain yang tahu tentang isi percakapan kami, mereka juga akan menyelidiki wanita itu. Aku tidak mau diganggu, campur tangan orang lain akan membuatku tidak fokus padanya. Aku yang membuatnya berada disini sekarang, dan aku juga yang akan membuatnya terpental dari sini."
"Baiklah, aku akan bekerja sama."
Dari luar, Jhana mendengar perjanjian itu.
'Ibu mulai bertindak serius pada diriku, waktuku semakin sedikit sebagai Karin. Ketika identitasku terkuak, aku harus memastikan kalau borok Raya dan Kevlar juga terkuak. Kevlar tidak akan mudah dihadapi, karena itu aku butuh orang lain selain anak-anakku disisiku, tapi entah siapa yang bisa mendukungku selain mereka,' batin Jhana.