Chereads / Konsekuensi / Chapter 51 - Mengakhiri Perjodohan Ini

Chapter 51 - Mengakhiri Perjodohan Ini

"Belenggu apa?" Ny. Zemira tampak bingung.

"Karakter ibu yang sekarang tercipta karena kakek dan nenek yang memaksa ibu melakukannya, sehingga itu menjadi belenggu bagi ibu. Setelah mereka meninggal, kenapa ibu tidak kembali seperti semula?"

"Karena dengan seperti ini, ibu merasa kuat. Terus menerus disiksa selama tujuh tahun membuat ibu sadar kalau ibu harus bersikap seperti mereka agar ibu bisa kuat."

"Tidak, itu hanya sugesti di pikiran ibu yang timbul akibat perasaan trauma ibu setelah disiksa selama tujuh tahun."

"Kau tidak mengerti, nak."

"Mereka sudah tiada ibu, ayah sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Lepaskan belenggu itu, ibu tidak perlu menjadi seperti ini lagi."

"Sayangnya ini bukan sugesti atau pun trauma, Arvin, jadi ibu tidak bisa berubah."

"Lalu, apa?"

"Selama ibu menikah dengan ayahmu, ibu sudah mengenal banyak orang dengan berbagai macam karakter. Ibu lebih banyak mengenal orang saat menikah dengan ayahmu ketimbang ketika ibu masih tinggal di panti asuhan. Menjadi orang kelas atas memang bukanlah suatu hal yang mudah. Ibu pernah membantu seseorang, tapi dia justru mencuri harta keluarga kita, dan itu lebih sering terjadi pada pembantu disini, bahkan Karin saja melakukannya. Ibu tidak punya alasan lagi untuk berbuat baik pada orang lain selain keluarga ibu. Orang kelas bawah hanya akan menggantungkan kehidupannya pada orang kelas atas setelah menerima bantuan dari kita, lalu mereka menusuk kita dari belakang tanpa ragu."

"Jadi itukah alasan ibu menolak Salma?" tanya Arvin.

"Ya."

"Lalu bagaimana dengan ibu? Ibu pernah menjadi orang yang kurang beruntung. Apa ibu dulu adalah orang kelas bawah seperti orang kelas bawah yang ibu pikirkan?"

"Tidak."

"Jadi apa yang membuat ibu berubah dari diri ibu yang asli? Aku ingin melihat ibu yang asli. Ibu mengatakan kalau ibu pernah membantu beberapa orang, terlebih pada orang-orang yang pernah menjadi asisten rumah tangga kita, lalu apa yang membuat ibu berhenti melakukan hal seperti itu? Bahkan ibu paham, bahwa tidak semua orang kelas bawah menjadi benalu seperti yang ibu pikirkan sekarang, karena ibu tidak seperti itu dulu."

"Ibu tahu."

"Nak, umur ibu lebih banyak dua kali lipat dari dirimu. Terlalu banyak orang kelas bawah yang bersikap seperti itu pada ibu," sambung Ny. Zemira.

"Jadi ibu trauma untuk membantu mereka? Jadi karena pengalaman pribadi ibu itu, ibu jadi membenci orang-orang kelas bawah?"

"Tidak, ibu tidak membenci mereka, mungkin trauma."

"Aku tahu ibu, aku tahu ibu membenci orang-orang kelas bawah, dan aku tahu, kapan ibu mulai membenci mereka," kata Arvin dengan nada bicara yang sangat pelan.

Ny. Zemira kemudian kembali meneteskan air mata. Jhana lantas menundukkan kepalanya.

'Itu salahku,' batin Jhana.

"Ibu takut, Arvin, sangat takut," lirih Ny. Zemira, Arvin pun langsung memeluk wanita yang telah melahirkannya itu.

"Aku tahu, kak Jhana lah yang telah menciptakan rasa takut ibu itu. Karena dia, ibu jadi membenci orang-orang kelas bawah. Aku mengerti kalau pengaruh terbesar sifat ibu adalah kak Jhana, aku sadar kalau sebelum semua kejadian itu, ibu sudah menjaga jarak dari rakyat kecil, namun aku tidak tahu alasannya, dan aku terkejut dengan sikap ibu terhadap rakyat kecil yang benar-benar berubah setelah ibu mengusirnya," ucap Arvin.

"Dan sekarang, aku mengerti kalau ibu mulai menjaga jarak dari rakyat kecil setelah sekian banyak pengalaman ibu disakiti oleh mereka. Ibu menjadi bingung ketika ayah ingin mengadopsi seorang anak, kan? Dan sepertinya ibu berjanji pada diri ibu sendiri kalau ibu akan marah besar jika kak Jhana melakukan kesalahan yang sangat fatal, dan itu terjadi, kemudian ibu menjadi trauma untuk membantu rakyat kecil, sehingga ibu menjauhi mereka. Bukan begitu, ibu?" sambung Arvin, Ny. Zemira menjawabnya dengan 3 anggukkan.

"Aku juga membencinya. Aku disini untuk ibu," ujar Arvin seraya memeluk erat ibunya.

Wajah Jhana lalu memelas, selama ini ia tidak sadar kalau rasa sakit Ny. Zemira yang dibuatnya setelah ia menjalin hubungan dengan Rasyid itu berganda. Pertama ibu angkatnya itu tersakiti karena hubungan yang mereka jalin, dan yang kedua Ny. Zemira memiliki 'koleksi' trauma yang bertambah karena ia sangat sering disakiti oleh rakyat kecil, dan yang paling parah adalah oleh Jhana. Sehingga Ny. Zemira yang awalnya dibelenggu oleh kedua mertuanya, menjadi tidak bisa melepaskan belenggu itu karena Jhana yang menjadi pengaruh terbesarnya.

'Terlalu banyak rasa takut dan rasa sakit yang dirasakan ibu. Dia mengatakan dengan bersikap tinggi hati, dirinya merasa menjadi kuat, padahal tidak. Ibu, ibu selalu lemah, dan ibu tidak memiliki kesempatan untuk menjadi kuat. Aku disini, ibu, aku akan selalu berada di sisi ibu dan aku akan menjadi pelindung yang tak bisa dihancurkan untukmu,' batin Arvin. Pria itu lantas mencium pipi kanan Ny. Zemira.

"Semua yang akan kulakukan mulai sekarang hanya untuk kebahagiaan ibu. Aku akan melakukan segala hal yang ibu inginkan, asalkan ibu bahagia," kata Arvin.

"Termasuk putus dari Salma?" tanya Ny. Zemira, Arvin lalu terdiam dan menunduk. Kemudian dengan berat hati, pria itu memberikan jawabannya.

"Ya," jawab Arvin dengan nada suara yang sedih.

"Hahahaha," Ny. Zemira justru terkekeh.

"Apa? Ada hal yang lucu?" Arvin bertanya.

"Tidak, tidak ada. Sejak awal, ibu tahu kalau kau sama baiknya dengan Rasyid dan Isa. Bunga, dia ikut terbelenggu karena ibu, dia tumbuh dengan melihat sikap ibu kepada rakyat kecil yang tidak menaruh rasa hormat sama sekali, dan hal itu diturunkannya ke Shirina. Arvin, ibu tahu bagaimana buruknya perilaku ibu kepada orang kelas bawah, dan ibu tidak bisa mengakhiri hal itu, ibu minta maaf."

"Tidak apa, aku mengerti sekarang."

Ny. Zemira lalu memegangi kedua pipi putranya tersebut sembari tersenyum, dan senyumannya dibalas oleh pria itu.

"Tapi ibu akan berusaha untuk berubah. Untukmu, dan untuk Salma," ucap Ny. Zemira, sontak saja Arvin terkejut.

"Apa?!" Terlihat sekali Arvin terkejut dengan ucapan ibunya barusan.

"Kenapa? Itu bagus, kan?"

"Aku tahu, tapi, bagaimana ... bisa?"

"Mungkin kau benar, pendapat ibu tentang rakyat kecil sudah menjadi sugesti di pikiran ibu sekarang, dan ibu akan mulai melepaskan belenggu itu dengan cara ini."

"Tapi, bagaimana dengan ketakutan ibu?"

"Jhana lah yang telah menciptakan rasa takut itu. Karenanya, rasa sakit yang ibu terima karena disakiti oleh rakyat kecil yang sudah ibu tolong, menjadi begitu besar, sehingga menciptakan rasa takut itu. Bodohnya ibu karena telah membiarkan rasa takut itu bersarang di diri ibu, sebab seharusnya, dengan mengusirnya, ibu tidak memiliki rasa takut itu. Jadi mulai saat ini, secara perlahan ibu akan mencoba untuk terbebas dari dua hal itu."

"Mwah! Terima kasih, ibu!" pekik Arvin sambil menciumi kedua pipi Ny. Zemira.

"Ibu lah yang seharusnya berterima kasih padamu. Berkat pembicaraan ini, pikiran ibu sudah lebih terbuka sekarang," ucap Ny. Zemira.

"Kita saling melengkapi."

"Tunggu, bagaimana dengan Khansa? Bukankah ibu meminta bantuannya?" sambung Arvin.

"Ibu akan membicarakannya padanya nanti. Lagi pula dia adalah gadis yang kurang baik, kau tahu itu."

"Sejak awal kita mengenalnya, kita sangat tahu keburukannya, makanya awalnya aku heran kenapa ibu ingin menjodohkanku dengannya."

"Haha, maaf soal itu, ibu tidak kepikiran orang lain. Dan juga, dia tidak bisa menjaga rahasia, ibu kurang suka hal itu."

"Aku tahu kalau pada dasarnya ibu adalah orang yang sangat baik," ujar Arvin seraya tersenyum. Senyuman itu lalu dibalas oleh Ny. Zemira.

"Astaga! Jam berapa ini?! Kau tidak bekerja?!" Ny. Zemira lalu menjadi panik ketika ia melihat matahari yang sudah terbit sempurna.

Tanpa pikir panjang, Arvin pun langsung mencium tangan ibunya.

"Aku pergi dulu!" seru Arvin sembari berlari keluar. Pria itu sempat melihat Jhana yang berada di sebelah kiri, begitu pula sebaliknya, namun ia tidak menggubrisnya karena takut telat, jadi Arvin terus berlari.

'Kenapa wajahnya berubah ketika dia melihat ke kiri?' batin Ny. Zemira. Wanita tua itu lalu memutuskan untuk keluar dari dapur untuk memastikan apa yang dilihat Arvin tadi.

Betapa terkejutnya Ny. Zemira saat ia melihat Karin dari belakang, karena Jhana terlihat pergi ke belakang, seperti ia baru dari ruang makan.

"Dia menguping?" gumam Ny. Zemira.

"Wanita ini mencurigakan, sebaiknya aku segera pergi ke kantor dinas kependudukan untuk mencari tahu tentangnya," sambungnya.

Dikamar Raya, Raya dan Khansa sedang berdua. Mereka saling bertukar cerita dan bergosip, sementara Bunga tidak berada bersama mereka karena tadi ia sedang mengurus Kevlar yang akan berangkat bekerja.

Mereka berdua kemudian dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang diciptakan oleh seseorang yang berada di luar.

"Masuk saja," suruh Raya. Terlihatlah sosok Ny. Zemira yang membuka pintu, lalu masuk kedalam kamar tersebut.

"Apa aku mengganggu?" tanya Ny. Zemira.

"Tidak, memangnya ada apa, bu?" Raya bertanya balik.

"Sebenarnya, aku ingin berbicara dengan Khansa, tapi, kurasa tidak apa jika kau mendengarnya."

"Baiklah, aku hanya akan diam."

"Ada apa, bibi? Bagaimana dengan Arvin?"

Ny. Zemira lalu berjalan dan duduk di sebelah Khansa, di atas ranjang Raya.

"Aku ingin meminta maaf sebelumnya, karena ini mendadak," ucap Ny. Zemira sebagai pembuka pembicaraannya kali ini bersama Khansa.

Khansa lantas mengernyitkan dahinya. "Memangnya ada apa, bibi? Jangan buat aku penasaran," tanya Khansa.

"Aku ingin kita mengakhiri perjodohan ini," ujar Ny. Zemira. Kontan saja Raya dan Khansa terkejut dengan permintaan Ny. Zemira itu.

Sementara itu, Jhana kini sedang berdiri di depan pintu kamar Tn. Farzin dan Ny. Zemira, ia terlihat sedang mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu tersebut.

'Ok, aku harus siap, ini saatnya bagiku untuk bertemu lagi dengan ayah, dan mengetahui segala kebenaran tentang ibu dari pengakuannya,' batin Jhana.

Jhana lalu menarik nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya. Setelah itu, wanita tersebut membuka pintu kamar itu dan melihat ayah angkatnya yang sedang duduk menghadap teras kamar itu. Pantulan wajah Jhana terlihat di kaca yang memisahkan teras dan kamar tersebut, namun tidak begitu jelas bagi Tn. Farzin.

"Aku minta maaf, ayah," ucap Jhana.