Chereads / Konsekuensi / Chapter 52 - Kau Putriku!

Chapter 52 - Kau Putriku!

Raya mengernyitkan dahinya.

"Hahaha, itu lelucon yang sangat bagus, bibi," ujar Khansa pada Ny. Zemira.

"Ini bukan lelucon, Khansa, aku serius," kata Ny. Zemira.

"Ibu, apa ibu sadar dengan apa yang ibu katakan?" tanya Raya.

"Tentu saja!" jawab Ny. Zemira dengan tegas.

"Apa yang Arvin katakan padamu, bibi?" tanya Khansa, ia tampak mulai serius sekarang.

"Ini tidak ada hubungannya dengan Arvin sama sekali, ini keputusan yang kubuat sendiri," ucap Ny. Zemira.

"Kenapa ibu mengambil keputusan seperti itu? Ini tidak lucu," Raya berusaha untuk mengubah keputusan Ny. Zemira.

"Perjodohan ini adalah hal yang salah, Raya, aku tidak bisa melanjutkannya."

"Lalu bagaimana jika aku menolak untuk mengakhirinya? Perjodohan ini kita lakukan atas keputusan aku dan ibuku juga, termasuk kak Bunga, dan perjodohan ini bisa terjadi berkat ide kak Raya tentang sandiwara itu. Bibi tidak bisa mengambil keputusan sendiri disaat kami tetap ingin melanjutkannya," protes Khansa.

"Bagaimana kau tahu kalau mereka tetap ingin melanjutkan perjodohan ini? Ingat, ibumu bahkan tidak menyetujuinya."

"Ya, tapi ibuku tetap akan menyetujuinya selama aku ingin menjalankannya."

"Ada apa disini? Kenapa kalian ribut?" tanya Bunga yang masuk tanpa ketukan pintu.

"Ibu ingin mengakhiri perjodohan Khansa dan Arvin," jawab Raya.

Bunga lantas menutup pintu kamar tersebut.

"Jangan katakan kalau ibu telah dibuat takut oleh Arvin karena umpatannya. Itu hal yang salah, ibu," ujar Bunga.

"Tidak, ini tidak ada hubungannya dengan Arvin," bantah Ny. Zemira.

"Lalu apa? Apa alasan ibu? Aku yakin ibu memiliki alasan yang masuk akal."

'Apa pun itu, aku harus memastikan perjodohan ini tidak akan pernah berakhir. Keluarga ini harus hancur, dan perjodohan ini tidak boleh terhenti,' batin Raya.

"Aku tidak bisa mengatakannya."

"Kalau begitu perjodohan ini tidak akam diakhiri."

"Tidak bisa, Bunga, perjodohan ini harus berakhir."

"Kalau begitu, beri kami alasan, ibu. Ibu tidak bisa mengakhirinya begitu saja tanpa sebuah alasan."

"Baiklah. Ini kulakukan karena aku menikah bukan karena cinta, itu yang harus kalian ketahui," jelas Ny. Zemira.

"Jadi maksud ibu, ibu ingin menyaksikan anak-anak ibu menikah karena cinta? Kenapa Arvin harus dengan Salma? Arvin harus belajar mencintai Khansa."

"Kenapa ibu menikah bukan karena cinta?" Raya akhirnya bertanya.

"Aku tidak bisa menjelaskan hal itu, Raya, aku sudah mengatakan yang harus kalian ketahui. Dan Bunga, ya. Ibu ingin menyaksikan anak-anak ibu menikah karena cinta agar ibu paham apa sebenarnya arti cinta itu."

'Wanita ini memiliki kisahnya sendiri. Aku harus mengetahui hal itu,' batin Raya.

"Itu artinya bahkan sampai sekarang ibu tidak mencintai ayah?" tanya Raya, Ny. Zemira kemudian terdiam.

"Entahlah, aku tidak mengerti bagaimana sesungguhnya arti dan perasaan cinta itu," jawab Ny. Zemira.

"Kenapa?"

'Karena Farzin sudah menghapus pengertianku tentang cinta. Dia mengajarkanku untuk mengenal dunia yang tidak memiliki cinta. Aku disiksa. Dan penyiksaan itu membuatku tidak mengerti lagi arti cinta. Yang kuketahui hingga kini hanya dunia ini begitu kejam,' batin Ny. Zemira, sebenarnya itulah jawaban dari pertanyaan Raya, namun ia tentu saja tidak bisa mengatakannya.

"Lupakan," pungkas Ny. Zemira.

"Aku tidak mengerti kenapa ibu bisa menikah dengan ayah padahal ibu tidak mencintainya, mungkin hingga kini," ucap Bunga, Ny. Zemira hanya terdiam.

"Dan ibu mengatakan kalau ibu tidak mengerti arti cinta sebenarnya. Itu hanya tidak masuk akal bagiku. Kemudian ibu ingin belajar semua tentang cinta dari anak-anak ibu. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa ibu mengakhiri perjodohan ini dengan alasan agar ibu bisa mengerti arti cinta?" sambung Bunga.

"Karena ibu harus mempelajarinya dari Arvin dan Salma," ujar Ny. Zemira.

"Ibu memiliki empat anak, bu, bukan hanya Arvin."

"Kau tahu pernikahan Rasyid dan Raya terjadi bukan karena cinta berdasarkan surat yang ditulis oleh kakakmu itu. Dan menurut ibu, cintamu dan Kevlar tidak mengajarkan ibu apa-apa, begitu juga dengan Isa dan Dina."

"Lalu apa yang ingin ibu tahu tentang cinta? Apa yang ibu tahu dan ibu ingin pelajari tentang cinta?"

"Entahlah, hal yang ibu tahu tentang cinta adalah tentang perjuangan dan pengorbanan juga ketulusan."

"Itulah arti cinta bagi ibu. Apa lagi yang ibu ingin lakukan? Semuanya sudah cukup, ibu mengerti segala tentang cinta, jangan menghalangi perjodohan ini."

"Tidak, ibu membutuhkan contohnya."

"Jika ibu mengatakan kalau cinta adalah pengorbanan, maka ibu sudah melakukannya untukku dan saudara-saudaraku. Ibu melahirkan kami dengan taruhan nyawa. Apa itu tidak cukup bagi ibu?"

"Ibu tahu hal itu, Bunga. Cinta yang ibu bahas berbeda. Cinta yang ibu maksud adalah cinta seorang pria dan cinta seorang wanita. Mereka saling mencintai dan mereka menerima kekurangan masing-masing tanpa memandang status sosial. Ibu yakin, Salma pasti tahu bagaimana buruknya kehidupan Arvin dulu, dan dia bisa menerimanya. Dan Arvin, dia mencintai Salma tanpa memandang status sosial mereka, dan itulah arti cinta yang sebenarnya. Ibu membutuhkan pengaplikasiannya, dan ibu menemukannya pada anak ibu sendiri. Ibu harus mempelajarinya dari mereka, mungkin agar ibu bisa mencintai ayahmu dengan segala kekurangannya."

"Salma mencintai Arvin karena hartanya, ibu. Ibu tidak akan bisa menemukan cinta sepasang manusia yang seperti ibu bayangkan di dunia ini. Lupakan Salma. Dan jika ibu sebenarnya tidak pernah mencintai ayah, maka aku akan mengajari ibu untuk melakukannya."

"Tapi kau tidak mengetahui penghalangnya."

"Penghalang apa?"

Ny. Zemira lantas terdiam.

"Ibu?" Bunga kembali memastikan.

"Hal apa yang membuat ibu tidak pernah bisa mencintai ayah dan ibu merahasiakannya dari anak-anak ibu sendiri?"

"Cukup! Pembicaraan kita terlalu melebar sampai kemana-mana! Ibu ingin perjodohan ini diakhiri! Terserah kalian jika kalian ingin tetap menjalankannya! Yang kalian harus ketahui adalah, mulai sekarang ibu memihak Salma!" tegas Ny. Zemira. Wanita itu lalu bangkit dari duduknya.

"Ibu, tolong," ucap Bunga.

"Maaf, Bunga. Ibu harus mempelajarinya dari Arvin dan Salma."

"Tapi bagaimana dengan ayah? Ibu bahkan tidak memberitahu penghalang apa yang membuat ibu tidak bisa mencintai ayah! Kenapa ibu mau menikah dengan ayah sedangkan ibu tidak mencintainya?!"

"Pembicaraan ini adalah tentang perjodohan yang ingin ibu akhiri beserta alasan ibu! Bukan tentang kisah ibu dan ayahmu!" seru Ny. Zemira seraya keluar sambil membanting pintu.

"Aku tidak tahu jika bibi Zemira itu sensitif. Apa yang salah? Aku juga ingin tahu kenapa dia tidak mencintai paman Farzin, karena bagiku itu aneh," ujar Khansa.

Sementara itu, di kamar Ny. Zemira dan Tn. Farzin, Jhana sedang menjelaskan segala yang terjadi pada dirinya setelah makan malam itu dan bagaimana ia bisa menyamar seperti sekarang pada ayah angkatnya. Tn. Farzin yang sudah sangat sulit untuk berbicara pun hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda ia mengerti.

"Sekarang, mari kita membahas hal yang lain," kata Jhana.

"Aku sudah mengetahui segala hal tentang masa lalu ibu selama menikah dengan ayah. Apa benar ayah dulu menyiksa ibu selama tujuh tahun pertama pernikahan kalian?" tanya Jhana dengan nada yang bergetar.

"Mengangguk jika jawabannya adalah iya, menggeleng jika jawabannya tidak," suruh Jhana.

Dengan berlinang air mata, Tn. Farzin menjawabnya dengan sebuah anggukkan.

"Aku tahu ibu tidak akan bohong soal itu pada Arvin."

"Lalu kenapa ayah tidak menyiksaku sama seperti ayah menyiksa ibu? Kami sama-sama anak panti asuhan, kan?" tanya Jhana, tapi Tn. Farzin hanya diam karena ia tidak bisa berbicara.

"Huft. Lupakan saja, ayah tidak mungkin bisa menjawabku. Tapi apa pun jawaban ayah, sebisa mungkin aku berusaha untuk tidak membenci ayah karena aku selalu memandang ibu dengan buruk."

Jhana kemudian berdiri dan hendak pergi keluar. Namun tiba-tiba sebuah pikiran gila melintas di kepalanya.

"Tunggu! Ayah memperlakukanku dengan baik karena aku adalah anak kandung ayah?!" ucap Jhana.

"Ayah pernah melecehkan beberapa gadis, kan?! Apa aku adalah anak salah satu dari mereka?! Kemudian aku dititipkan ke panti asuhan?!"

"Jika iya, itu artinya aku dan Rasyid telah menjalin hubungan sedarah?!"

"Katakan ayah! Katakan!" Jhana terlihat mulai panik. Namun Tn. Farzin hanya menangis.

"Oh, tidak," gumam Jhana.

"Kenapa ayah tidak menghentikan kammi dulu?! Kenapa ayah membiarkan semua ini terjadi?! Kenapa ayah membiarkan kami memiliki sampai tiga anak?!"

"Ini gila!"

Jhana menahan air matanya agar tidak tumpah, karena jika sampai ia menangis, maka make upnya akan luntur. Ia menjadi frustasi sekarang dan mentalnya seakan sedang ditusuk oleh ribuan pisau. Perasaannya hancur berkeping-keping.

"Aku butuh waktu," ujar Jhana, ia kembali berjalan menuju pintu.

"Aku tarik kata-kataku, mungkin aku akan sangat membencimu, ayah," sambungnya.

"Kau putriku!" pekik Tn. Farzin.

Di halaman depan, Shirina dan kubu Fina (Fina, Mona dan Zhani) sedang tidak bertatap-tatapan. Mereka saling membelakangi dengan Shirina dan Fina yang memakai seragam sekolah. Kemudian Isa dan Arka keluar dari dalam mansion.

"Kau cantik sekali hari ini, Fina, maksudku, kak Fina!" puji Shirina tiba-tiba, tampak sekali ia melakukannya dengan kepura-puraan hanya di hadapan Isa.

"Kau juga!" puji Fina balik.

"Semoga hari kalian di sekolah menyenangkan, ya!" ucap Mona yang mendukung sandiwara itu.

"Kalian tahu? Walaupun kalian hanya pura-pura berbaikan, tetapi paman sangat senang melihat kalian menjadi akrab seperti ini," ujar Isa.

"Paman bercanda, kan?! Kami tidak pura-pura!" kata Fina.

"Ya!" timpal Shirina yang kemudian memeluk Fina.

'Dasar anak-anak,' batin Isa.