•-----•
Lantas kenapa masih mencintai? Saat tahu cintamu bertepuk sebelah tangan? Lebih baik cintai dulu Allah SWT, baru hambanya...
•-----•
"SubhanAllah... akhirnya sepupu saya menikah. Selamat Khuma, semoga menjadi kelurga sakinah, mawaddah dan warohmah..." ucap Jafar, sepupu Khuma sambil tersenyum lebar.
Jafar langsung mengunjungi Khuma kembali setelah mendengar kabar bahwa sepupunya itu akan melangsungkan pernikahan hari minggu nanti. Sedangkan sekarang sudah hari kamis. Yang berarti tinggal tiga hari lagi.
"Jafaaaar, belum ya... aku kan belum nikah jadi doainnya nanti aja." Khuma memprotes ucapan Jafar.
Mendecih pelan, Jafar bersidekap dada. "Didoain yang baik malah protes. Dasar aneh kamu tuh! Lagian nih ya, kamu tiba - tiba banget udah bagiin undangan gitu. Kapan lamaran dan pacarannya deh? Ah, atau jangan - jangan yang waktu itu ya? Ada suara cowok pas saya hubungin kamu saat di Edinburgh..."
"Ih iya itu dia... kamu harus kenal sama dia Jaf. Pacaran? Kamu lupa? Cita - citaku selain jadi psikolog muda, aku juga pengen langsung dilamar karna dalam agama islam pacaran itu dilarang kan?" sahut Khuma.
Mereka berdua sedang berada di sebuah kafe tak jauh dari kediaman ayah Adnan. Seperti biasa, kalau sudah bertemu sepupunya itu, Khuma bisa lupa waktu. Rasanya ingin main terus seharian.
"Iya sih, yaudah nanti saya langsung lamar perempuan yang saya suka. Ngikutin jejak kak Jeffry, calon suami kamu Khuma," ucap Jafar sekenanya.
Khuma tertawa mendengar penuturan sepupunya itu. "Kamu tuh lulus kuliah aja belum, mantepin dulu karirnya baru berani ngelamar anak orang. Mau dikasih makan apa kalau cuma bermodalkan cinta?"
"Kamu kalau ngomong suka bener deh, ngena di hati gitu..." sahut Jafar yang seperti kehabisan kata - kata untuk menjawab Khuma.
"Ini fakta Jaf. Sebagai laki - laki itu harus punya pegangan dalam artian mapan sebelum memantapkan hati menikahi anak gadis orang lain. Jadi, fokus sama kuliahmu dulu... laki - laki itu tinggal pilih aja, jangan pilih yang paling cantik atau cerdas tapi yang penting agamanya."
Jafar sedikit tercengang. Ternyata sepupu yang biasanya manja dan cengeng itu, sekarang sudah bisa menasehatinya. Dan ucapannya pun benar semua. Jatuh cinta itu pengaruhnya luar biasa ya, apalagi ke hal positif. Menurut Jafar.
"SubhanAllah... Khuma udah dewasa ya. Kayaknya saya akan sering konseling ke kamu deh. Solusinya selalu tepat," goda Jafar pada akhirnya.
Khuma malah menaikkan sudut bibirnya dan menghela napas. "Ujung - ujungnya ada maunya pasti kan. Udah buruan abisin kopinya, kita pulang. Pasti ayah dan bunda udah nyariin aku. Kamu sih main nyulik anak orang aja."
"Ha ha ha, maaf Khuma. Abisnya kapan lagi punya waktu kayak gini setelah kamu nikah nanti kan?" sahut Jafar sambil tertawa.
Sedangkan di sisi lain, lebih tepatnya di kediaman Arnan. Lelaki dengan kerutan di dahi dan bibir yang terkatup itu tengah fokus pada layar laptop. Sejak kepulangannya ke Indonesia tiga hari lalu, Arnan menjadi murung.
Netranya terus menatap sebuah undangan yang ada di akun sosial medianya, khusus alumni sekolah menengah atasnya dulu. Terpampang jelas nama yang tertera di undangan tersebut.
Khuma & Jeffry.
"Secepat itu? Apa yang udah dilakukan Jeffry? Bahkan sampe Aisyah terobsesi sama cowok itu..." gumam Arnan.
Setelah menyeruput kopi panas yang baru saja Arnan seduh, dia kembali mengetik sesuatu yang akan membuatnya terus mengingat perempuan bernama Khumayroh tersebut. Ya, Arnan tengah mengetik untuk novel berikutnya yang mengisahkan tentang Khuma.
Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering. Arnan menghela napas pelan sebab dia sudah tahu siapa yang menelepon. Karena suara dering yang sengaja di bedakan.
"Ya, wa'alaikumsalam..."
Terlihat Arnan menautkan kedua alis matanya. Sebab suara seseorang itu berbeda dari si pemilik ponsel.
"Baik, saya akan segera ke sana. Terima kasih!"
Tanpa menunggu lama, Arnan langsung menyambar kunci motornya dan bergegas menuju suatu tempat entah ke mana.
"Dasar bodoh!" gumamnya sebelum motor kesayangannya melaju.
•-----•

Di sebuah ruangan bernuansa putih, terlihat seorang wanita tengah duduk di kursi roda sambil menatap ke arah luar jendela. Satu tangan yang terinfus, membuatnya sedikit kewalahan saat dia hendak meraih gelas berisikan air mineral di atas nakas.
Tiba - tiba saja ada sebuah tangan yang meraih gelas tersebut lebih dulu. Lalu menyodorkannya pada wanita tersebut. Menoleh, ternyata ada Arnan.
"Kamu tuh ngapain sih sampe nekat kayak gitu?" protesnya.
Wanita itu adalah Aisyah. Bagaimana bisa dia berakhir di sini? Di ruangan yang penuh dengan obat - obatan? Jawabannya adalah, semalam setelah mendapat kabar bahwa Jeffry akan menikah dengan Khuma, Aisyah mencoba untuk melakukan bunuh diri dengan meminum obat tidur sebanyak - banyaknya.
Aisyah terdiam, tak merespon pertanyaan Arnan sama sekali. Setelah mendapat telepon dari pihak rumah sakit, Arnan langsung bergegas menuju ke sini. Mengapa Arnan yang dihubungi? Sebab Aisyah tinggal sendiri di Indonesia. Kedua orang tuanya ada di Edinburgh.
"Aisyah... kamu nggak sayang sama diri kamu sendiri. Gimana orang lain bisa sayang sama kamu?"
Arnan tak habis pikir dengan jalan pikiran Aisyah. Dia terjebak dengan ruang lingkup yang diciptakan Aisyah.
"Kenapa? Kenapa Jeffry nggak pernah liat ke arah aku, Nan? Kenapa dia malah milih adiknya Fathan? Dan sebentar lagi mereka nikah..." lirih Aisyah sambil menatap lurus ke arah luar jendela.
Arnan menghela napas melihat Aisyah yang sudah seperti orang tidak waras. Obsesinya itu membuatnya hilang akal. Benar - benar miris bagi Arnan.
"Itu udah jalannya Jeffry dan Khuma. Kamu harus nerima apa yang udah digariskan sama Allah. Skenario-Nya adalah yang terbaik," jawab Arnan.
"Tapi ini nggak adil buatku! Aku lebih dulu ngenal Jeffry. Bahkan aku nggak ikut papa dan mama saat ke Edinburgh dan tetep milih sekolah di sini biar bisa ketemu Jeffry terus. Aku juga pindah lagi ke Edinburgh itu karna dia! Aku balik lagi ke sini juga karna dia! Tapi kenapa?....
... KENAPA NAN?!" ucap Aisyah yang berakhir dengan teriakan histeris.
Arnan sempat terhenyak saat mendengar semua penuturan Aisyah. Jadi selama ini dugaannya benar. Aisyah mengakhiri hubungan dengannya karena Jeffry.
"Aisyah cukup! Ini bukan cinta namanya! Cinta nggak akan bikin kamu sampe kayak gini! Udah, jangan kayak gitu...." ucap Arnan mencoba untuk menenangkan Aisyah.
Rambut Aisyah yang sudah acak - acakkan itu di sisir menggunakan jemari Arnan. Sungguh, laki - laki itu begitu menyayangi Aisyah. "Jangan kayak gini, Aisyah..."
"Aku... aku sakit hati, Nan. Sakit banget rasanya sampe aku mikir buat apa aku hidup lagi?" lirih Aisyah sambil memeluk satu lengan Arnan. Wanita itu menangis.
Arnan tak pernah memiliki cinta yang sampai berpikir harus memiliki, jadi dia tidak memahami apa yang dirasakan Aisyah. Namun, melihatnya seperti itu, Arnan meyakini bahwa Aisyah benar - benar terpukul.
"Kamu masih punya Allah, Aisyah... Jangan menggantungkan hidup kamu pada seseorang. Kamu berhak bahagia terlepas dari ini semua. Kamu nggak perlu merasa kalau kamu dikhianati. Mungkin Allah udah nyiapin seseorang yang lebih baik dari dia, buat kamu..."
"Aku mohon, jangan diulangin lagi. Sayangi diri kamu sendiri. Aku lebih sakit ngeliat kamu kayak gini, Aisyah..."
Aisyah hanya diam membisu. Dia tak tahu harus menjawab apa. Sebab semua yang diucapkan oleh Arnan ada benarnya. Tapi... Aisyah masih tetap memiliki tujuan lain setelah ini. Akankah dia menyerah setelah Jeffry menikah? Entahlah. Setidaknya, saat ini Aisyah bisa berhenti menyakiti dirinya sendiri.
"Assalamu'alaikum..." ucap Fathan yang baru tiba di ruangan cateliya tersebut.
Terkejut, Fathan diam sebentar di ambang pintu. Sedangkan Arnan malah ikut terdiam.
"Maaf, saya menganggu ya..." Fathan hendak menutup kembali pintu, tapi dicegah oleh Arnan.
"Kak, maaf. Nggak ganggu kok... Saya juga udah mau pulang."
Akhirnya Arnan berpamitan dan tinggallah Fathan seorang diri. Ah, tidak karena ada Aisyah. Dan suster baru saja masuk untuk memberikan makan siang.
"Di makan makanannya, Aisyah..." ucap Fathan.
Aisyah diam tak bergeming. Ia masih sibuk dengan pikirannya. Sungguh, rasa ini masih sangat besar. Karena itu pula sakitnya teramat. Sakit akibat patah hati. Kecewa. Dan merasa dikhianati oleh harapan yang Aisyah gantungkan pada laki - laki bernama Jeffry itu.
Fathan paham. Bahkan dia tahu kalau Aisyah seperti ini karena berita Jeffry akan menikah dengan Khuma. Maka dari itu, dia berkunjung untuk mengecek keadaan wanita yang telah mencuri hatinya.
"Aisyah... saya tau kamu sedih karna Jeffry akan menikah. Tapi, jangan sampai berpikir untuk mengakhiri hidup. Masih ada orang yang tulus mencintai kamu, Aisyah..."
"Saya contohnya..." lanjut Fathan membatin.
Fathan tahu, momen ini tidak tepat untuk dirinya mengungkapkan semua perasaan dan tujuannya pada wanita itu --Aisyah.
"Saya, menyukai kamu, Aisyah... sejak lama. Kamu nggak perlu jawab apa - apa, cukup aku yang mencintai dan kamu tau itu..." ucap Fathan pada akhirnya.
"Fath, Aisyah beneran sampe mau bunuh diri? Ya Allah, saya nggak berniat buat siapa pun sakit hati. Saya harus gimana?" ucap Jeffry sedikit panik setelah mendapat kabar kalau Aisyah dirawat di rumah sakit.
Fathan mengangguk. "Saya juga nggak ngerti. Dia cinta mati sama kamu, Jeff."
"Demi Fath. Saya nggak pernah menaruh hati sedikit pun sama Aisyah. Saya sudah menganggapnya kayak adik. Kamu tau itu kan?"
"Saya paham Jeff. Tapi, hati siapa yang tau kan? Dan anehnya saya udah tau Aisyah cintanya sama kamu, tapi saya tetep cinta sama dia. Ya Allah, maafkan hamba..." ucap Fathan terlihat pasrah.
Jeffry menjadi tak enak hati. "Fath, menurut saya kalau kamu bener - bener tulus mencintai Aisyah. Suatu hari nanti, dia akan buka hatinya buat kamu Fath. Saya yakin itu."
"Semoga aja Jeff. Ya udah, saya mau ke rumah sakit. Kamu mau ikut nggak? Oh iya, nggak usah cerita ke Khuma ya. Saya nggak mau dia jadi sedih dan berujung hal yang nggak diinginkan. Tiga hari lagi kalian menikah."
"Iya Fath. Saya juga mikirnya begitu. Ya udah hati - hati, saya nggak akan ikut. Lebih baik menjauh dari Aisyah dari sekarang, saya nggak mau dia berharap lebih kalau saya tetep kayak biasa aja," ucap Jeffry.
Fathan mengangguk dan pergi meninggalkan Jeffry. Sedangkan laki - laki itu melanjutkan pekerjaannya. Namun sebelum itu, Jeffry sempat bertanya - tanya dalam hati.
"Khuma lagi ngapain ya? Saya heran kenapa Aisyah bisa suka sama saya? Sudah tahu saya hanya menganggapnya sebagai adik...
... Lantas kenapa masih mencintai? Saat tahu cintamu bertepuk sebelah tangan? Lebih baik cintai dulu Allah SWT, baru hambanya..." batin Jeffry.
•-----•