•-----•
Menikah denganmu, adalah salah satu penyempurna separuh agamaku. Terima kasih sudah mengizinkan diri ini untuk mengimami setiap langkahmu, Khumayroh...
•-----•
"Ini udah semua belum? Coba dicek ulang jangan sampe ada yang kurang ya!" titah Fathan sambil berdiri di tengah - tengah sebuah ruangan utama gedung yang terbilang cukup luas tersebut.
Mata elangnya menelisik setiap sudut ruangan tersebut. Dia sedang memeriksa semua perlengkapan hari ini --di acara pernikahan adik tercintanya, Khumayroh. Yang bertemakan modern wedding islamic.
Dekorasi dengan nuansa pink soft dan grey, mendominasi pelaminan juga pakaian seragam antara keluarga Khuma dan Jeffry. Semuanya terlihat begitu serasi.
Di mana Khuma? Perempuan yang baru saja selesai dimake up itu sedang duduk di depan kaca rias sambil tersenyum menatap pantulan dirinya yang terlihat sangat berbeda.
"SubhanAllah... anak bunda sangat cantik. Bunda sampai pangling lho," goda bunda Fatmah.
Khuma menoleh dan mengubah posisi duduknya menjadi menghadap bunda Fatmah.
"Bundaaa..." rengek Khuma. Entah kenapa tiba - tiba saja dia ingin menangis di hadapan bundanya itu.
Belum lagi, ayah Adnan tiba di ruang khusus make up yang ada di salah satu ruangan di gedung pernikahan tersebut. Ayah Adnan berdiri di ambang pintu sambil tersenyum lembut ke arah Khuma.
"Nah kan... hayooo, jangan menangis. Nanti luntur bedaknya lho..." ucap ayah Adnan, sambil menghampiri Khuma.
Bunda Fatmah tersenyum. "Khuma, udah jangan pasang wajah jelek gitu. Coba ngaca deh, cemberut gitu."
"Bundaaa mah, Khuma kan lagi sedih malah dibilang jelek. Ayah juga, Khuma jadi tambah pengen nangis jadinya..." protes Khuma.
Khuma berdiri dan bunda Fatmah menggenggam kedua tangan putrinya itu. "Khuma sayang... sebentar lagi kamu akan jadi istri orang lain. Ingat pesan bunda dan ayah ya....
... jadilah istri yang salehah. Tetap istiqomah dan ubah sikap manjanya di depan suami nanti."
Ayah Adnan mengangguk. Ia pun menambahkan wejangan untuk putrinya itu. "Ingat sayang, kamu udah bukan lagi tanggung jawab kami. Sepenuhnya kamu tanggung jawab suamimu. Jadi, bersikap dewasalah saat memutuskan sesuatu atau pun mengatasinya."
Mendengar penuturan tersebut, membuat Khuma tak kuasa menahan air mata. "Bunda... Ayah... Khuma akan mengingat semua pesan bunda dan ayah. Makasih banyak bun, dan maaf kalau Khuma sering jadi anak yang buat ayah dan bunda kewalahan."
"Khuma sayang bunda..." Khuma memeluk sang bunda, lalu beralih ke ayah Adnan. "Khuma juga sayang ayah..."
Detik berikutnya, Fathan yang baru saja tiba di ruangan tersebut berkata, "jadi nggak sayang kakak nih?"
Khuma melepaskan pelukannya dari ayah Adnan. Lalu menatap Fathan dan menghambur ke dalam pelukan kakak tercintanya itu.
"Kakaaaak... Khuma sayang banget sama kak Fathan. Makasih banyak ya kak udah jadi kakak yang luar biasa buat Khuma. Maaf kalau Khuma banyak salah..." Khuma menangis dan membuat ayah serta bunda ikut terhanyut.
Fathan pun tak luput menitikkan air mata. Dia tak menyangka, bahwa adik kecilnya yang selalu manja padanya kini akan menjadi seorang istri. Fathan tak kuasa menahan haru.
"Udah ih, make upnya luntur tuh. Nanti jas kakak kena noda gimana?" sahut Fathan mencoba untuk tegar.
Khuma melepas pelukannya dan mengerucutkan bibir. "Kak Fathan mah ngeselin deh. Khuma kan lagi sedih - sedihan gini, eh kakak malah ngelawak."
"Siapa juga yang ngelawak sih dek. Beneran itu nanti luntur," sahut Fathan sambil menunjuk ke arah wajah Khuma.
Ayah dan bunda malah tertawa, sambil berpelukan menyamping. Melihat kedua anaknya sudah dewasa, membuat bunda Fatmah berlinang air mata.
Fathan menyadari itu, dia akhirnya menarik Khuma dan menghampiri kedua orang tuanya. Fathan dan Khuma memeluk ayah Adnan dan bunda Fatmah.
"Khuma sayang bunda dan ayah..."
"Fathan sayang bunda dan ayah..."
Ucap mereka berdua bersamaan. Bunda Fatmah dan Ayah Adnan merasa bahagia memiliki putra dan putri seperti Fathan dan Khuma.
Tiba - tiba pintu terbuka dan menampilkan sosok Arnan dengan kemeja biru dongkernya.
"Assalamu'alaikum... maaf saya mengganggu."
"Ah, nggak kok Nan. Masuk aja sini," sahut Khuma mencegah kepergian Arnan.
Bagaimana pun Arnan pernah menjadi kisah lain di kehidupan Khuma saat remaja dulu. Khuma tak ingin tali silaturrahmi dengan laki - laki itu terputus.
Fathan pun mengangguk. "Masuk aja Nan. Eh iya wa'alaikumsalam..."
"Makasih kak."
Arnan pun mencium telapak tangan bunda Fatmah dan ayah Adnan.
"Kamu nggak sama kak Aisyah?" tanya Khuma.
Arnan menggelang pelan lalu melirik Fathan. "Nggak, Aisyah udah kembali ke Edinburgh karna ada urusan mendadak. Dia titip salam buat kamu, semoga kamu bahagia katanya."
"Yaaaah, sayang banget ya kak Aisyah nggak bisa hadir. Tapi nggak apa - apa, yang penting doanya," sahut Khuma.
Terlihat Fathan mengembuskan napas lega. Sebenarnya ada apa? Apa mungkin hanya Khuma yang tidak tahu, karena Arnan sepertinya mengetahui sesuatu.
Sedangkan di sisi lain, Jeffry tengah bersiap bersama kedua orang tuanya. Ayah Firman dan Mama Syifa sudah menunggu di mobil. Tapi, Jeffry masih di dalam kamarnya.
"Astaghfirullah... di mana ya cincinnya? Masa saya lupa..." gumamnya sambil membuka laci.
Jeffry hampir frustasi sebab maharnya entah ke mana. Sebab semalam dia ingat betul, meletakkannya di atas meja kerja di kamarnya. Tapi, kenapa sekarang tidak ada?
Menyisir surai hitamnya ke belakang, Jeffry menghela napas. Laki - laki itu beristighfar dalam hati, lalu bergegas menuju mobil.
"Kenapa Jef? Ada yang ketinggalan?" tanya ayah Firman.
Jeffry mengangguk. "Jeffry lupa naro cincinnya di mana yah..."
"Astaghfirullah, kenapa kamu teledor sih nak?" tukas mama Syifa.
Ayah Firman sudah mengantisipasi hal ini. "Ya sudah, masih ada waktu. Kita pakai cincin nikah yang lain. Nanti baru cari cincin yang udah dipesen itu. Pasti masih ada di dalam rumah."
"Iya bener, ini pakai cincin pernikahan mama dan ayah dulu. Semoga pas di jari Khuma ya..." sahut mama Syifa.
Akhirnya Jeffry bisa bernapas lega. "Alhamdulillah... makasih ayah, mama..."
•-----•
"Saya terima nikah dan kawinnya, Siti Khumayroh binti Muhammad Adnan dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" ucap Jeffry dengan lantang.
"Sah..."
"Sah..."
"Alhamdulillah..."
Jeffry baru saja mengucap Ijab Qobul dengan satu kali hentakkan. Resmilah dimata agama dan Allah SWT, Jeffry sebagai suami Khumayroh.
Setelah pembacaan doa selesai, pengantin wanita diperbolehkan untuk keluar dan duduk berdampingan dengan mempelai pria.
"SubhanAllah... nikmat Allah SWT mana lagi yang bisa kau dustakan," gumam Jeffry.
Khuma di dampingi oleh Fathan dan bunda Fatmah, berjalan dengan pelan untuk menghampiri kursi yang tersedia di depan pelaminan.
Laki - laki dengan setelan jas warna abu - abu itu berdiri dan menatap Khuma yang tengah menghampirinya sambil tersenyum. Jeffry tak melepas pandangannya sekali pun dari perempuan yang kini sudah sah menjadi istrinya.
Setibanya Khuma, Jeffry langsung meraih genggaman tangan Khuma -- diberikan oleh ayah Adnan yang sedaritadi duduk di hadapan Jeffry.
"SubhanAllah... bidadari surgaku," monolog Jeffry tanpa sadar.
Khuma hanya tersenyum malu saat mengetahui dari gerak bibir Jeffry.
"Ayah titip putri ayah padamu, nak Jeffry," ucap ayah Adnan.
Jeffry mengangguk. "Baik ayah."
Kini, Jeffry dan Khuma saling berhadapan. Mereka berdua menatap satu sama lain dan memberikan senyum terbaik mereka.
Siapa pun yang melihatnya, akan merasa iri juga bahagia sekaligus. Sebab dua insan yang kini tengah menjadi raja dan ratu sehari itu seakan - akan dunia hanya milik mereka berdua.
Sekiranya setelah acara penandatanganan surat - surat dan seserahan serta pemasangan cincin, Jeffry dan Khuma kembali ke dalam ruang make up. Mereka berdua akan mengganti pakaian pengantin.
"Kak, ini kenapa cincinnya beda?" tanya Khuma.
Jeffry menundukkan kepalanya. "Nanti akan saya ceritakan. Sebelumnya maafkan saya dulu ya..."
Daripada memperpanjang masalah, Khuma mengangguk. Lagi pula mereka sudah sah menjadi sepasang suami - istri.
"Khuma, mulai saat ini jangan panggil saya kakak ya.."
"Terus apa dong? Hm... mas aja?" sahut Khuma.
Jeffry tersenyum dan mengangguk.
"Ya udah, mas Jeffry..." ucap Khuma sambil tersipu malu.
"Ya Allah, terima kasih sudah mengizinkan hamba untuk bersanding dengan Khuma."
Khuma dibuat tersipu malu. Sebab banyak orang di ruangan tersebut yang tengah me-make up dirinya dan suaminya itu.
"Menikah denganmu, adalah salah satu penyempurna setengah agamaku. Terima kasih sudah mengizinkan diri ini untuk mengimami setiap langkahmu..."
•-----•
[ TAMAT ]