Rae melirik jam dipergelangan tangannya. Satu menit saja sebelum jam dua. Itu artinya Rafelo telah menunggu hampir tiga puluh menit. Jalanan yang dilaluinya sejak dari kantor cukup padat, sementara permintaan Sagara padanya untuk menjemput putra mereka disekolah jelas diterima sangat terlambat. Sementara Sagara terjebak dalam sidang alot yang dihadapinya hingga bahkan dirinya tak akan bisa menjemput Rafelo, Rae pun sempat tertahan oleh klien merepotkan yang membuatnya bahkan tak menyadari Sagara telah berkali kali menghubunginya. Korbannya tentu Rafelo yang menunggu jemputan cukup lama disekolahnya karena sementara waktu supir mereka mengajukan cuti demi keperluan keluarga yang mendesak perlu segera diurusi.
Pria gelisah itu segera berhambur meninggalkan mobil saat akhirnya bisa mencapai tempat parkir sekolah putranya. Rafelo pasti menunggu diruang guru karena Sagara telah memberi tahunya bahwa istrinya itu telah terlebih dahulu menitipkan anak itu untuk kemungkinan baik dirinya atau suaminya akan terlambat menjemput putra mereka. Dan benar saja bocah bermata Phoenix itu dengan sedih duduk terdiam di ruang guru, bersama seorang perempuan yang mengenakan batik bernuansa biru dan ungu. Terlihat wanita itu berkali kali mengajak bicara pada Rafelo yang terus bungkam dan cemberut. Anak itu pastinya benar benar marah, pikir sang ayah yang baru saja mengintip dari balik pintu sebelum mengayunkan tangan dan mengetuk.
"Daddy!" Seru Rafelo saat menoleh mendengar ketukkan di pintu, sang guru tampak jelas merasa lega.
Sedikit diluar dugaan, bocah kelas dua sekolah dasar itu bergegas berlari dan melemparkan diri hingga menubruk dengan sangat keras tubuh ayahnya. Meski bingung Rae segera menariknya dalam pelukan, menggendong tubuhnya yang telah mulai berbobot.
"Maaf sayang, Daddy terlalu lama ya!" bisiknya pada anak itu.
"Ayo Dad, pulang!" pinta Rafelo.
Rae mengangguk pelan, lalu. "Terima kasih sudah menemani Elo menunggu, bu." katanya, dan wanita itu mengiyakan.
Entah kenapa pelukan Rafelo hari ini terasa terlalu kencang bagi sang ayah. Seolah keterlambatan yang dilakukannya, memberikan anak itu sebuah ketakukan. Rafelo bahkan sempat ragu melepaskan ayahnya ketika mereka tiba di mobil. Namun setelah pelukan itu lepas, anak itu terus saja mengabaikan sang Dady bahkan hingga keduanya tiba di rumah, juga ketika sang bunda pulang dan menyesal atas sesal yang sama seperti ayahnya. Hingga saat hari itu berakhir dan Rae mengantar Elo tercintanya kedalam dekapan selimut hangatnya, anak itu tetap tak banyak bicara.
"Daddy." bisik Rafelo, saat sang ayah hendak meninggalkannya setelah memastikan anak itu merasa nyaman ditempat tidurnya.
"Iya sayang?" Rae perlahan kembali mendudukan diri di samping putranya yang terbaring.
"Bisakah besok Elo ngga perlu sekolah?" pinta anak itu, "Dan bisakah Daddy dan Bunda carikan sekolah lain aja?" lanjutnya.
pertanyaan pertama saja sudah cukup mengejutkan. Rafelo tak pernah selama ini mengeluh sekalipun tentang sekolahnya, atau teman temannya.
"Kenapa tiba tiba Elo tanya begitu?" tanya sang ayah, "Apa Elo ada masalah di sekolah, sama temen temen kah?"
Rafelo menggeleng pelan. bungkam lagi.
"Terus, kenapa Elo ngga suka sekolahnya?"
"Elo suka." aku anak itu, "Temen temen juga."
"Tapi?"
Anak itu menatap ragu pada sang ayah, lalu sekali lagi melompat memeluknya.
Rae hanya bisa membalas pelukan itu dalam kebingungannya yang jelas tanpa petunjuk, "Elo!" panggilnya, "Bisa kasih tau Daddy apa yang bikin Elo kayak gini?" tanyanya.
"Elo takut!" isaknya, dan tangisannya pun mulai pecah tak teredakan, hingga bahkan menarik perhatian sang Bunda yang dengan panik menghampiri keduanya. Menatap sengit pada sang suami yang hanya bisa dengan bingund dan tak berdaya membalas tatapannya.
"Elo, Whats wrong, Baby?" tanya Sagara, berusaha meraih sang putra yang menolak melepas pelukannya dari Rae.
"El, Come on, Kasih tahu Bunda dan Daddy, Elo kenapa?" Rayu Rae, seraya mengelus punggung sang putra berharap bisa meredakan tangisnya.
"Elo ngga mau diambil dari Daddy, please!" jeritnya tak berdaya dengan air mata yang tak terhenti. Sagara dan Rae terpaku ditempat mereka berpijak.