Meskipun keahlian memasak Nona Wang sangat hebat, Xi Xiaye tidak dapat makan banyak. Dia tidak bernafsu makan setelah mengisi perutnya dengan semangkuk sup dan sepotong dim sum.
Mu Yuchen mengangkat telepon di hadapannya. Sebelum selesai makan, dia bangkit dan naik ke atas.
Kira-kira hanya sejam Xiaye melihatnya dengan ponselnya lagi begitu dia kembali turun. Dilihatnya Xi Xiaye sedang menonton TV di sofa menunggu, kemudian mengangkat tangannya memberi isyarat. Xi Xiaye mengangguk dan berjalan menuju meja tamu mengambil kunci mobilnya.
Dia baru saja melangkah keluar vila ketika dilihatnya mobilnya dari kejauhan sementara mobil Yuchen terparkir di belakangnya.
Xi Xiaye mengernyit. Tiba-tiba dia berhenti dan berpaling melihat si pria yang di belakangnya. Saat dilihatnya masih dengan ponselnya bahkan membolak-balik dokumennya di tangannya, dipikirnya pasti masih tentang kerjaan.
Saling berpandanglah mereka. Tangannya merogoh sakunya mengeluarkan kunci mobil sebelum diberikannya pada Xi Xiaye.
Dia dengan jelas menghendakinya menyetir.
Lantas bagaimana dengan mobilnya?
Xi Xiaye terlihat bingung, namun dia terlanjur mengambil kuncinya. Masih dengan ponsel ditangan, dia berjalan menaiki kursi depan mobilnya.
Dengan kunci itu Xiaye berjalan ke kursi pengemudi Patheon dengan pasrah. Ditariknya pintu dan duduk, serta menyalakan mesin. Dengan kemampuannya, dimundurkan mobil itu dan sekejap mata berlalu meninggalkan vila Maple Residence.
"Mmm, nanti aku ke sana memeriksanya. Kalian persiapkan saja proposalnya. Besok aku kembali ke kantor. Masukkan proposalnya Senin depan. Ada pertanyaan?"
Mu Yuchen membalikkan dokumen di pangkuannya selagi menelepon.
Kemudian, ditutupnya.
"Ke mana kita?"
Xiaye mengerti kelihatannya dia sedikit sibuk. Baru saja ditutup panggilan telpon yang pertama, panggilan lain pun masuk.
"Ambil putaran Express. Ke arah selatan kota. Jembatan South River." Disebutkannya sebuah tempat dan ditatapnya Xi Xiaye. "Tahu jalannya?"
Xi Xiaye mengangguk sebelum ditunjuknya GPS mobil. "Meskipun aku tidak tahu, dia ada di sini."
Mu Yuchen tersenyum. Diletakkannya dokumennya dan melihat keluar jendela. Sudah hampir siang. Sepanjang waktu, dia dapat melihat mobil-mobil mendahului mereka di kedua sisi sementara para pejalan kaki berlalu lalang dalam kesibukan masing-masing.
Dia pun membungkuk mengambil CD dan memasangnya di pemutar CD. Musik lembut pun mengalun dari pengeras suara dalam mobil.
Lantunan itu sepertinya dikenal Xi Xiaye. Salah satu lagu klasik yang disukainya –"Ballade por Adeline."
"Kau juga menyukai Richard Clayderman?"
Xi Xiaye sedikit terkejut selagi melihatnya dan bertanya pelan.
Mu Yuchen meluruskan badannya bersandar perlahan. Ada sedikit ketenangan di wajah tampannya. "Aku mendengarkannya kadang-kadang. Kau tahu cara bermain piano?"
Xi Xiaye menggeleng selagi mendengarkan. "Waktu masih kecil, aku iri pada mereka yang bisa memainkan piano dengan begitu baik. Aku memikirkannya saat memulai sekolah, tapi mungkin karena terlahir buta nada… Aku ingat dulu saat di universitas, aku memilih kursus piano. Kemudian guruku meminta menggantinya dengan keahlian lain. Dia khawatir bahwa nantinya nilaiku jelek dan tidak lulus diploma."
Mu Yuchen tertawa pelan. "Aku tahu gurumu itu peduli. Kalau itu orang lain, pasti kau akan selalu mengulang sampai lulus.
Xi Xiaye cemberut, bibirnya mengkerut, tapi pada akhirnya dia tersenyum simpul. Matanya berkedip selagi menyeimbangkan kemudi dan tangan satunya lagi bersandar di luar jendela, menyibak-nyibakkan rambutnya.
"Tidak, itu karena dia tidak melihat kemungkinan aku bisa lulus. Aku itu terkenal kurang berprestasi di sekolah, siswi yang sering membuat para guru pusing, apalagi waktu SMA. Guru memanggil orang tuaku ke sekolah itu hal yang biasa."
Di saat dia mengingat semua itu, Xi Xiaye tiba-tiba mengingat memori masa mudanya. Kala itu dia masih polos. Dia selalu bolos dengan Su Nan. Karena Su Nan dan Ruan Heng bersekolah di kampus yang berbeda, Su Nan selalu bolos hanya untuk bertemu Ruan Heng dan bahkan dia akan melibatkan Xi Xiaye juga. Dulu itu sekolahan melarang muridnya .
Selagi mendengarkan, raut wajah Mu Yuchen melebar dan terkekeh. "Kurang berprestasi?"
Dia bergumam dan berpaling dengan penuh perhatian, tersenyum. "Banyak orang bilang, yang bodoh itu berusaha, capek, tidak bisa tidur sebelum ujian. Kau yakin begitu?"
Xi Xiaye melirik. Dia memikirkan itu dan mengangguk dengan sungguh. "Aku jenis orang yang bisa turun lima kilonya setiap ujian. Dua minggu keleleran, tapi setelah dipikir-pikir ternyata seperti itu malah memperkaya hidupku. Kalau kau bagaimana? Kelihatannya dari tampangmu itu kau berasal dari pelajar kalangan pintar."
Mu Yuchen tersenyum tanpa kata. Dipalingkanlah wajahnya sedikit melihat jalanan di depan. "Waktu SMA dulu kau sekolah di mana?"
SMA?
Xi Xiaye mengernyit selagi memikirkannya. "SMA Kota S. Dengan koneksi dan berhasil masuk ke kelas elit. Meski demikian aku tidak mampu dengan tugas-tugasnya, jadi aku mendapat dorongan."
Sekolah Menengah Atas Kota S, SMA berkelas pertama Kota Z, adalah sekolah di mana anak-anaknya memiliki pengaruh atau anak-anak dari keluarga kaya. Tidak cukup bagiku hanya dengan mengandalkan latar belakang keluarga; hasil tesnya harus sempurna sebelum akhirnya diterima.
Sekolah Menengah Atas Kota S?
Mu Yuchen tiba-tiba mengangkat alis selagi terkejut. Xi Xiaye melihatnya dan tertawa. "Jangan katakana kau juga di SMA Kota S sebelumnya!"
Setelah terdiam sesaat Mu Yuchen tiba-tiba berkata, "Masuklah di perpustakaan SMA Kota S, di bagian lulusan tahun XX dan lihat. Namaku seharusnya masih di sana." Wajah tampannya tampak tenang sambil menoleh dan kembali melihat ke luar jendela.
Di luar sana tidak seperti cuaca berawan di hari kemarin. Langit tampak masih berkabut dan udara dingin berhembus sepoi. Terlihat di kedua sisi trotoar, beberapa pedangang mulai mengatur dagangan dan segala jenis pernak-pernik Tahun Baru Imlek.
Namun saat Mu Yuchen mengatakannya, Xi Xiaye terlihat sedikit terkejut padanya. Tak disangkanya bahwa dia ternyata teman sekolahnya juga, mungkin senior atau juniornya meski dia lebih tua beberapa tahun saja.
Selagi memikirkan semua ini, tiba-tiba dia ingat sesuatu. Sudah lama sekali, namun dia tidak ingat namanya.
Dia belum bertanya tentang itu sebelum dan bahkan sesudahnya. Mu Yuchen pun tidak.
Dia keberatan cukup lama dengan itu sebelum akhirnya dengan perlahan bertanya, "Kau…"
Seolah Yuchen dapat membaca pikirannya bahkan sebelum Xi Xiaye menyelesaikannya, dia pun bersuara, "Mu Yuchen."
Mu Yuchen?
Reaksi pertama Xi Xiaye, dikiranya nama itu tidak asing sebagaimana dia juga mendengar nama itu di suatu tempat.
Namun tak terlalu dipikirkannya panjang. Di depan sana pertigaan yang cukup macet, jadi disingkirkannya semua pikiran itu dan tetap focus berkendara.