Rina menatap kagum interior rumah Beno, dia sedang di rumah Beno, dia akan mengerjakan tugas dari guru bersama Beno di sini, karena mereka berdua satu kelompok. Tapi rumah sebesar ini, kok sepi ya.
"Kamu tinggal sendirian di rumah sebesar ini ya, Ben?" tanya Rina lalu duduk di sofa.
"Tidak, aku tinggal bersama nenek dan kakekku, mereka sedang keluar jalan-jalan kalau sore hari begini, para pembantu juga libur hari ini."
Gadis yang memakai seragam putih abu-abu itu hanya ber oh ria.
"Kamu mau minum apa?" tanya Beno.
"Apa aja deh, yang penting dingin," ucap Rina pada pacarnya ini, lalu mengeluarkan buku pelajarannya.
"Ya sudah, tunggu ya."
"Iya."
Senangnya ... Bisa mengerjakan tugas dengam pacar sendiri, Beno juga pintar dalam hal pelajaran, beruntungnya ... Dia bisa jadi pacar Beno.
Tak lama Beno kembali dengan dengan 2 gelas minuman di tangannya.
"Minum dulu Rin, pasti kamu haus," ucap Beno, Rina lalu meneguk habis minuman itu, dia benar-benar haus, hari ini cuacanya panas sekali.
"Kita bikin apa nih buat tugas kali ini?" tanya Rina.
"Gimana kalau tentang sejarah Gunung Padang, kita bisa ke sana besok, besokkan hari minggu."
"Bagus juga idenya, tapi pasti banyak yang bikin tentang Gunung Padang," ucap Rina yang mulai gelisah, tubuhnya terasa panas dingin.
"Tidak papa, presentasinya pasti beda kok, kamu kenapa, Rin?"
Rina menggeleng. "Tidak tahu nih Ben, badan aku panas banget, apa karena cuacanya ya?"
"Panas gimana? Rumah kan pakai ac Rin,"
"Sssh... Tidak tahu nih, rasanya panas dan geli...." Rina bergerak gelisah, mengusap ngusap tubuhnya dan itu membuatnya enakkan, tidak terlalu panas.
Melihat Rina, Beno menyeringai.
'Berhasil.' batin Beno.
Beno mendekat dan menggendong Rina bridal style, lalu membawa Rina ke kamarnya. Beno mengunci pintu dan meletakkan Rina di ranjangnya, Beno menindih badan Rina dan menatap Rina, mata Rina tampak sayu.
"Kamu mau apa, Ben?" tanya Rina, Beno tersenyum dan mengusap leher Rina membuat Rina mendesah.
"Membantumu, Sayang ... Kamu tidak mau kepanasan, kan?"
"Engh... I-iya Ben, tolong aku, ini sangat menyiksaku," erang Rina.
Beno mencium bibir Rina tapi langsung di dorong oleh gadis itu.
"Kamu mau ngapainhh...." tanya Rina menatap Beno takut.
"Aku akan menolongmu, kau diam saja oke? Dan nikmati," ucap Beno dengan suara serak.
"Tidak Ben, ini salah, lepaskan ak-mmmppthh."
Bibir Rina di bungkam oleh bibir Beno, tangan Rina berusaha mendorong Beno, tapi tidak berhasil, dan kenapa ciuman Beno terasa nikmat dan meredakan rasa panas di tubuhnya.
Rina menitikkan air matanya saat sesuatu menerobos pusat tubuhnya, itu terasa sangat sakit sekali, Rina mencengkram punggung telanjang Beno, kenapa dia tidak sadar bahwa dirinya dan Beno sudah sama-sama telanjang, sentuhan Beno membuatnya terbuai, saat Beno menyentuh kulitnya saja dia sudah merasa nikmat. Benar-benar aneh.
"Be-Beno sa-sakit...," lirih Rina.
"Tahanlah, ugh...."
Beno mencium bibir Rina, melumatnya habis, lama mendiamkan diri miliknya di dalam milik Rina, dia mulai menggerakkannya perlahan, Rina meringis dan mendesah, dia menangis. Ingin sekali berhenti, tapi tubuhnya tidak bisa menolak.
Akhirnya mereka melakukannya berkali-kali sampai mereka lelah dan terlelap tidur.
🔗🔗🔒🔗🔗
Rina mengerjap-ngerjapkan matanya, melihat ke sekeliling kamar, Rina membuka matanya lebar, dia ada di kamarnya sendiri, di rumahnya? Bukannya ... Apa dia bermimpi? Rina meringis saat merasakan perih di bagian selangkangannya.
"Hayo, ngelamunin apa? Nih, Ibu bawakan sarapan ke sini," ucap Rini, ibunya Rina.
"Eh? Ibu?"
"Kamu ini kenapa sih? Seperti orang kebingungan begitu, apa gara-gara kepalamu terbentur bola basket, kamu jadi hilang ingatan," tanya Rini heran.
"Bola basket?" beo Rina.
"Tuh kan, pasti kamu lupa. Kemarin malam, Beno mengantar kamu ke rumah, katanya pas kamu ikut latihan bersama Beno, kepala kamu terbentur bola basket, terus pingsan,"
Rina menelan luhanya kasar dan meringis, sebenarnya apa yang terjadi kemarin, sih? Perasaan Beno tidak latihan basket, dia dan Beno kan kemarin sedang mengerjakan tugas di rumah Beno, lalu dia meminum jus dari Beno.
Saat sedang membahas tentang tugasnya, tubuhnya terasa panas dan sangat sesak, dan akhirnya dia melakukan 'itu' dengan Beno. Apa dia hanya bermimpi? Dan benar kepalanya terbentur bola basket?
"Hei, ngelamun terus, cepat sarapan, katanya nanti Beno akan menjemputmu, kata Beno kalian akan ke Gunung Padang untuk membuat tugas tentang sejarah Gunung Padang," ujar Rini pada anaknya.
"Eh iya, Bu." Rina memakan sarapan yang di bawakan Rini.
"Kata Beno, kakimu juga sakit ya, perlu Ibu panggil tukang urut?"
"Ah? Tidak usah Bu, palingan cuma keselo sedikit kok."
"Iya deh, kalau begitu Ibu keluar dulu ya."
"Iya Bu." mata Rina menyipit melihat lebam di tangan Ibunya.
"Ibu, kenapa tangan ibu ada lebamnya?" tanya Rina khawatir.
"A-ah tidak papa, biasalah, tangan Ibu terbentur meja, jadi begini deh." Rina hanya ber oh ria lalu melanjutkan makannya.
🔗🔗🔒🔗🔗
Sudah seminggu sejak kejadian itu, Beno semakin sini semakin cuek padanya, dia juga menanyakan tentang kejadian 'itu', dan benar jika dia dan Beno melakukan 'itu'.
Satu hal lagi yang membuatnya syok, sahabatnya ... Zifa ... Dia melihat Zifa memegang pisau berlumuran darah dan ayahnya tergeletak di lantai dengan perut yang terus mengeluarkan darah.
Dan kenapa ibunya malah menyuruh Zifa lari keluar rumah, benar-benar tidak masuk akal! Kenapa ibunya tidak marah?
Setelah melihat kejadian itu, Rina selalu menatap sahabatnya itu penuh kebencian, kenapa Zifa bisa lolos? Seharusnya Zifa sudah di penjara karena sudah membunuh Ayahnya? Sejak saat itulah dia selalu ikut membully Zifa.
Setelah membully Zifa, Rina berniat untuk kembali ke kelas untuk menemui Beno, mumpung masih jam istirahat. Dia ingin menanyakan kenapa akhir-akhir ini Beno menjauh darinya, saat sampai di depan kelas, Rina mengintip mendapati Beno sedang mengobrol dengan teman temannya yang dari kelas lain.
Kelas memang sepi saat jam istirahat, kelasnya berada di lorong paling ujung, jadi tidak banyak orang yang berlalu lalang, Rina mengintip penasaran, apa sih yang mereka obrolin? Sepertinya seru sekali.
"Bagaimana caranya tuh, kau bisa meniduri Rina, dia kan orangnya garang dan tenaganya seperti laki-laki, kau bisa saja mengendalikan dia," ucap Rendra pada Beno.
Beno terkekeh. "Gampang itu mah, aku memberinya obat perangsang pada minuman yang kuberikan padanya, dan semuanya terjadi. Jadi aku berhasilkan memenangkan taruhan dari kalian."
Deg ....
"Apa? Taruhan?" gumam Rina sedih.
"Iya iya deh kau berhasil."
"Ini pertama dan terakhir aku mengikuti taruhan konyol kalian, aku tidak mau melakukannya lagi," ucap Beno membuat teman-temannya mengernyit.
"Kenapa? Bukannya itu menyenangkan?"
"Iya menyenangkan, tapi aku tidak tega merusak masa depan seseorang, aku juga masih kepikiran dengan Rina, bagaimana nanti nasibnya? Suaminya pasti bakal kecewa kalau ternyata dia sudah kehilangan mahkotanya," ujar Beno.
"Kau nikahi saja dia, semua bereskan?"
"Tidak segampang itu kali, aku tidak menyukainya, apalagi mencintainya. Kalian tahu sendiri kan, aku hanya menyukai Zifa, aku juga pacaran dengan Rina agar aku bisa dekat dengan Zifa."
"Benar juga sih, kau kan suka sengan si cupu itu, ya itu terserah kau saja lah, mau menikahi Rina atau tidak itu bukan urusan kita."
Rina menangis, dia tidak kuat lagi mendengar percakapan Beno dan teman-temannya. Dia berlari ke kamar mandi, Rina menangis dan mencuci kamar mandinya.
Ternyata Beno tidak menyukainya, Beno hanya menjadikan dirinya bahan taruhan bersama teman temannya, dia juga tidak menyangka kalau Beno menyukai Zifa, sahabatnya.
🔗🔗🔒🔗🔗
Rina geram melihat Zifa di antar oleh Beno, apa Beno sudah berpacaran dengan Zifa? Tapi Beno masih pacarnya, dia belum putus!
Setelah melihat kejadian itu, Rina semakin menjadi membully Zifa, sampai-sampai Zifa tidak kuat lagi dan pindah sekolah. Rina sedikit menyesal, apa dia sudah keterlaluan membully Zifa? Tapi tetap saja, dia membencinya, Zifa yang telah membunuh Ayahnya, dia juga yang merebut Beno darinya.
"Rina... Kenapa melamun terus? Belikan Ibu telur ke warung gih," suruh Rini, Rina hanya mengangguk dan menerima uang dari ibunya.
Rina pergi ke warung, kepalanya sedikit pusing. Ini sudah sebulan sejak dia mengetahui apa tujuan Beno memacarinya, dia selalu memikirkan tentang Beno, kenapa Beno tega sekali sekali padanya? Bahkan laki-laki itu sampai hati mengambil mahkotanya.
"Bu, beli telurnya sekilo," ucap Rina, Rina berpegangan pada meja warung karena kepalanya terasa semakin pusing.
"Neng Rina teh tidak papa?" tanya ibu warung itu.
"Tidak papa Bu saya hanya pus-"
"Astagfirullah... Neng, Neng Rina, ya ampun. TOLONG! TOLONG!"
Rina pingsan membuat ibu warung panik dan meminta tolong, untung saja ada warga yang menolong dan membawa Rina ke puskesmas.
🔗🔗🔒🔗🔗
Tbc ....