"Aish.. Aku lupa memasak nasi, bagaimana mana ini? Tidak ada waktu untuk sarapan. Uhh.. aku lapar sekali." menendang meja makannya dengan kesal. Lalu berjalan lesu menuju kamarnya. "aku benar-benar lapar." meringis menahan lapar.
Menggunakan jaket tebalnya, ranselnya sudah terisi dengan selimut kuning kesayangannya.
"Kenapa aku harus telat bangun seperti ini? Omo, benar juga, jam berapa sekarang?" dilihatnya jarum jam yang terus berputar itu. "oh tidak, aku telat!!!!!!" seperti kilat ia berlari dari sana. Mengunci pintu rumahnya dengan cepat. Menuruni anak tangga hingga melompati dua anak tangga sekaligus.
"Nuna annyeong!" sapa seseorang.
"Omona!" nyaris terpeleset di lantai yang beku itu. "oo?" matanya seperti hendak terlepas dari kepalanya. Melotot hingga mulutnya ikut terbuka lebar. "w-wae wae?" berkata pun jadi sulit ia lakukan.
"Kenapa hari ini dingin sekali." dilihatnya ketua baru saja keluar dari mobil.
"Jadi ini rumahmu, nuna?" tanya Xiumin yang hendak menaiki tangga, tapi Yoona terlebih dulu menarik bagian belakang jaketnya.
"Kenapa kalian ada disini?" tanya gadis itu menatap ketua dan si pendek bergantian.
"Ahh.. itu." ketua menoleh sejenak kedalam mobil dimana tadinya ia keluar dari sana. Yoona ikut melihat ke arah mobil itu. Sejenak ia mengingat mobil siapa itu. "tuan muda mengajak kami untuk piknik. Xiumin menyuruhku untuk mengajakmu." dilihatnya si pendek tengah tersenyum lebar kepadanya.
"Tuan muda? Maksudmu? Piknik bersamanya?" memikirkannya saja gadis itu sudah menyerah. "lalu dimana dia?"
"Kenapa kalian lama sekali?" suara itu terdengar dari balik kaca mobil yang baru saja terbuka.
"Oo ne!" sahut ketua lalu buru-buru mendorong Yoona agar segera memasuki mobil.
"A,ani camkamanyo, ketua, tidakkah seharusnya aku bekerja? Aku tidak perlu.."
"Cepat masuk. Sebelum dia mengubah niatnya. Aku sudah lama ingin piknik seperti ini." bisik ketua dengan geram. Pintu itu sudah dibuka oleh ketua, dan terlihatlah disana, si tuan muda yang tengah duduk santai di balik tempat duduk pengemudi. "Cepat!"
"Ketua, kau bermaksud menyuruhku duduk disampingnya?" tanya Yoona tak percaya. Ketua mengangguk tak sabar melihat gerakannya. "Yang benar saja! Sebaiknya kau saja ketua.. bagaimana mungkin aku duduk disampingnya." bisiknya kembali. kegelisahan menghampirinya.
"Aish kau ini!"
"Kapan kita akan berangkat?" tegur si tuan muda yang sedang melirik kearah mereka berdua.
"Eomma! Cepatlah!" seru Xiumin yang sudah tidak sabar menyetir menuju ke tempat tujuan mereka. Ketua kembali mengutuk Yoona dengan ekspresi wajahnya, Yoona tidak memiliki cara lain untuk menghindari itu. Hal hasil ia terpaksa duduk disana, disamping pria itu. Sehun.
--
Setelah 2 jam lamanya, kini pemandangan mulai tampak berbeda. Dapat dilihat dari balik kaca mobil mereka. Dibagian sebelah kiri terlihat sisa dari padang rumput yang telah musnah dikarenakan kejamnya cuaca musim dingin. Sedangkan bagian kanan mereka, pesisir pantai terlentang luas seakan mengikuti sisa perjalanan mereka.
Hingga mobil itu berhenti tepat dihadapan sebuah villa sederhana, yang tak kuasa menutupi keindahan pesisir pantai dibelakangnya. Hal pertama yang mereka rasakan ketika keluar dari mobil. Aroma air laut dan bisikkan suara ombak. Tentu tidak ketinggalan, dinginnya udara pada saat itu, membuat mereka berlarian masuk kedalam villa itu.
"Uhuk uhuk! Kenapa hari ini semakin terasa dingin?" kata wanita gemuk itu setelah duduk disebuah sofa empuk di sebuah ruang keluarga.
"Aku buatkan minuman hangat untukmu." kata anaknya yang sudah berlari mencari dapur.
"Dimana Yoona?" baru ia ingat akan gadis itu. Ketua hendak bangun, ketika dilihatnya Yoona baru memasuki villa itu dengan sebuah kotak yang isinya nyaris menutupi wajahnya. Ternyata Yoona mengambil barang bawaan yang ada di bagasi mobil.
"Ketua, aku taruh dimana kotak ini?" tanya Yoona dengan suara gemetaran, akibat dinginnya udara pada saat itu.
"Kau ini, kenapa kau ambil, Xiumin bisa mengurusnya nanti." kata ketua yang segera mengambil alih kotak besar itu. Yoona cepat-cepat mengeluarkan selimut kesayangannya dari dalam ransel.
Dari sudut ruangan, Sehun memperhatikan tingkahnya. Merasa lucu ketika dilihatnya Yoona tengah kesusahan melingkarkan selimut itu dilehernya. Malah membuat gadis itu terlihat seperti orang sakit.
"Haaaaachim!" ia bersin dengan seluruh kekuatannya, setelah itu bernafas dengan lega.
"Nuna.. tolong aku!" teriak Xiumin yang entah dimana keberadaannya. Lantas gadis itu langsung berlari mencarinya.
"Wae wae wae?" kaget bukan main dengan teriakan itu.
Raut panik terlihat jelas diwajahnya. Walau dipastikan semuanya mendengar teriakan itu, namun hanya Yoona yang merespon dengan berlebihan. Karena ketua dan Sehun hanya tersenyum menahan geli, seakan mengetahui apa yang sedang terjadi dengan si pendek itu.
"Wae?!!" Ia berhasil menemukan Xiumin. Tapi rasa cemas itu hilang seketika ketika dilihatnya apa yang tengah si pendek itu kerjakan.
"Tolong hidupkan kompor ini." ujar si pendek dengan wajah memelasnya.
"Yakkkkk!" merasa jantung hampir copot, tidak menyangka, yang ia dapatkan yaitu si pendek yang sedang kebingungan dengan sebuah kompor. "Kengapa kau berteriak seperti itu?!!" menjitak kepala Xiumin dengan geram. Di ruang keluarga, ketua dan Sehun mendengar pertengkaran itu, mereka kembali tersenyum dan tak kuasa menahan tawa.
--
Kedua pria itu tengah mengangkat meja untuk diletakkan di halaman belakang villa. Yoona memasang sebuah taplak meja bercorak bunga sakura. Ketua sedang memotong daging sapi untuk nantinya mereka panggang. Kini Xiumin sibuk dengan bara api yang akan mereka gunakan untuk memanggang.
Sementara Yoona sibuk menata meja dengan makanan lainnya. Sehun berdiri disudut tangga yang akan mengantarnya ke pesisir pantai. Pria itu berdiri disana dengan sejuta kenang-kenangan yang perlahan mulai menghampirinya.
Sesaat hatinya seakan remuk, mengingat kini ia tidak memiliki siapapun disisinya. Tapi ketika dilihatnya ketua, Xiumin dan Yoona disana, rasa sakit itu hilang seketika.
Yoona menangkap wajah itu, dengan raut cemas yang tertinggal diwajah itu. Membuat Yoona terhenti dari aktifitasnya sejenak. Ketika dilihatnya Sehun hendak menoleh kepadanya, segera ia mengalihkan pandangannya dan lanjut menyusun piring-piring disana.
Dalam aktifitasnya, perkataan Xiumin membentur ingatannya. Ia ingat itu, orang tua pria itu sudah tiada. Reflek membuatnya kembali melirik pria itu. Terpaku pada tatapan itu. tidak menyangka Sehun juga tengah menatapnya.
Ia reflek menundukkan kepalanya, lalu dengan kaku buru-buru ia memasukkan beberapa potong mentimun kedalam mulutnya, berusaha terlihat santai. Tapi setelah itu kesusahan mengunyah dikarenakan banyaknya mentimun didalam mulutnya. Hal hasil, ia memuntahkan semua mentimun itu kedalam tempat sampah. Dari suduh ekor matanya, dapat ia lihat Sehun tengah menahan tawa, tentu karenanya.
Sup gingseng dan minuman herbal yang ketua hidangkan membuat tubuh mereka kebal dari udara dingin disana. Menyantap makanan disana dengan nikmat. Begitu juga Yoona, yang kebetulan sedang lapar luar biasa, hampir saja ia lupa dengan kata malu. Dan berhasil mengatasi rasa laparnya itu, tetap menikmati makanannya dengan tenang, tapi tidak berhenti mengunyah hingga yang lain sudah tak lagi memiliki ruang pada perut mereka.
Duduk di pertengahan anak tangga yang mengarah ke pesisir pantai. Ia sedang beristirahat setelah sekian lama memasukkan bermacam-macam jenis makanan kedalam mulutnya.
Bersandar pada pegangan tangga. Nafasnya mulai tenang setelah lama merasa sesak karena kekenyangan. Ia mencoba bangkit dari duduknya. Menuruni anak tangga dengan santai. Ketika kakinya menapak pada pasir putih yang sudah berbaur dengan salju, entah sensasi apa itu, yang pastinya ia merasa bersemangat.
Ia melangkah mendekati bibir pantai. Berhenti beberapa meter dari terjangan ombak yang tiada henti menghantam tepi pantai. Dihirupnya aroma yang menyegarkan itu. Memandangi langit kelabu yang samar-samar memperlihatkan butiran salju, melayang diatas kepalanya dan mulai menghiasi daratan.
Senyuman terkulum indah di paras cantiknya. Ia melangkah mengikuti keinginan hati. Mencoba menangkap kepingan es dengan tangannya yang tidak menggunakan sarung tangan.
--
"Dimana anak itu?" gumam ketua yang tengah membereskan dapur. Bersama Xiumin membersihkan sisa piring yang sebelumnya sudah dicuci oleh Yoona. Sehun duduk di sebuah kursi yang menghadap ke dapur, memperhatikan ibu dan anak itu dalam diam.
"Eomma, tolong taruh disana." pinta Xiumin yang meminta ibunya untuk mengangkat piring yang baru saja ia keringkan. Segera ketua mengangkat piring itu dan menaruhnya di atas meja makan yang kosong itu.
"Selimut ini." dilihatnya selimut kuning terletak asal disudut meja. "anak itu, bagaimana bisa ia melupakan selimut kesayangannya? Xiumin-a, kau melihat Yoona?" tanyanya kepada Xiumin sembari melipat selimut itu.
"Kurasa dia ke pantai. tadi aku melihatnya di tangga." sahut Xiumin masih sibuk dengan tugasnya. Sehun yang mendengar itu reflek menoleh ke arah jendela besar yang dapat mempertontonkan keadaan pantai. Benar, gadis itu ada disana. Berlarian kesana kemari tidak jelas. "keunde, eomma waeyo?" sambung Xiumin yang menyadari raut khawatir di wajah ibunya.
"Anak itu tidak tahan dingin. Aku akan berikan selimut ini padanya." ia hendak melangkah, tapi Sehun buru-buru menghadang langkahnya. Terjadi begitu saja, pria itu juga tidak menyangka ia akan lakukan itu.
"Biar aku saja." katanya terlihat ragu. Ucapannya diluar kontrolnya, terucap begitu saja.
Ketua menatapnya tak percaya, tidak ingin berlamaan seperti itu, cepat-cepat Sehun meraih selimut itu dan bergegas pergi dari sana.
--
"Dengan begini aku akan kembali merasa lapar." pikirnya dan terus melangkah ke arah yang ia inginkan. tangannya terlentang bebas menikmati kenikmatan udara disana. Angin musim dingin menghempas wajahnya. "Haaaachim!" lalu bersin dengan hebat. "Hoh.. kenapa dingin sekali? Merusak moodku saja." tangannya meraba bahu tempat dimana biasanya selimut kuningnya berada. "Oo? dimana selimutku?" mencoba mengingat itu. "ah.. aku tinggalkan diatas meja ketika aku mencuci piring. Pantas aja aku merasa kedinginan."
Tidak ingin beranjak dari sana, ia memilih berlari ditempat untuk menjaga suhu tubuhnya. Akan sangat disayangkan jika ia pergi begitu saja disaat salju turun dengan indah seperti itu.
Dari kejauhan Sehun mengamati tingkah lakunya. Selimut kesayangannya ada pada pria itu, yang masih ragu untuk melangkah maju mendekatinya. Jarak itu seakan memacu detak jantungnya sehingga membuat keraguan itu membakar keberaniannya.
Sehun menghentikan langkahnya diakhir anak tangga. Memandangi punggung gadis itu dari sana. Tidak ada yang ia pikirkan pada saat itu. hanya.. merasa nyaman. Dalam kenyamanan itu, membawa langkahnya kembali bergerak, tentunya menuju gadis itu. Hingga satu meter mendekati, disitulah Sehun menyadari posisinya.
Yoona masih berlari ditempat seperti orang bodoh. Saat itu ia menyadari suara langkah yang diyakininya mulai mendekatinya. Masih dengan langkah ditempatnya, ia berputar guna melihat siapa itu.
Ia tidak tahu harus berbuat apa, yang pasti kini ia hanya mematung disana. Bahkan kakinya menjadi lemas berkat rasa malu yang tengah menghantamnya keras. Mulutnya mendadak kaku, padahal ia sudah berusaha berkata untuk menyelamatkan dirinya dari tontonan memalukan itu. ditambah Sehun yang hanya diam dalam tatapannya.
Tapi, tidak ia sangka, sedetik kemudian, wajah dingin itu menyimpulkan sebuah senyuman kepadanya.
"Apa kau sedang latihan militer?" kata-kata itu tidak mengartikan apapun. Wajah itu juga tidak mengambarkan maksud yang dapat dimengerti. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, itulah yang gadis itu lakukan setelah lama diam.
Trrrt.. trrrt..
Sehun meraih sesuatu dari dalam saku celananya. Dilihatnya layar ponselnya tengah memperlihatkan nama Jessika disana. Yoona juga tidak sengaja melihat itu, tapi segera berpura-pura melihat kearah lain.
Tidak lama dari itu suara itu tak lagi terdengar, penasaran, Yoona mencoba kembali menoleh. Sehun tengah memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Ya, pria itu tidak menghiraukan panggilan itu. Yoona menatap pria itu tak percaya.
"Waeyo?" tanya Sehun tetap dengan tatapannya yang tak terbaca.
"Ani." tidak mungkin untuknya mengatakan itu. Walau sebenarnya ia sangat penasaran, mengapa pria itu tidak menghiraukan sahabatnya dan memilih piknik di hari dimana sahabatnya menikah. "haaaaachim!" dan kembali bersin. Ia menggosok-gosok hidungnya yang terasa gatal.
Sehun melempar selimut kuning itu kewajah Yoona. Hal hasil selimut itu menutupi wajah gadis itu dengan sempurna. Ada perasaan kesal karena diperlakukan seperti itu, tapi ketika dirasakannya kengatan yang mulai melindunginya, senyuman pun langsung menghiasi wajahnya.
Dilihatnya Sehun tengah duduk di sebuah kursi kayu berukuran besar dekat dengan bibir pantai. Anehnya, Yoona melangkah tanpa ragu mendekatinya, lalu duduk disampingnya.
"Gomawoyo." kata Yoona setelah duduk disana, disamping pria itu. "karena telah membawaku ikut bersama kalian." sambung gadis itu, dengan matanya yang menatap kosong ke arah ombak pantai. "ini kedua kalinya untukku mengunjungi pantai ketika salju tengah turun. Setelah sekian lama, akhirnya aku merasakannya kembali."
Tidak ia sadari, matanya sudah memerah, kenangan akan ibunya membuatnya merindukan sosok itu. Sehun mencoba meliriknya, yang berakhir terpaku ketika dilihatnya mata indah itu sudah berkaca-kaca, akan genangan air mata yang masih gadis itu pertahankan.
Yoona menunduk seakan menyadari keberadaan air mata itu. Mencoba menyeka air mata itu dalam balutan selimutnya, setidaknya tidak bisa dilihat oleh pria itu.
Banyak yang ingin ia katakan. Tapi kondisi disana membuat kata-kata itu kembali tertelan olehnya. Sehun memaksa dirinya untuk memandangi ombak pantai. Kegelisahan perlahan menghampirinya. Gadis yang ada disampingnya tengah bersedih, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia mengutuk dirinya dalam hati.
"Aa!" seru Yoona tiba-tiba. Membuat Sehun kaget bukan main. "akhirnya aku lapar lagi. Tuan, aku masuk dulu." buru-buru menunduk hormat dan segera menjauh dari sana.
Berharap Sehun tidak menyadari kesedihan yang tengah ia rasakan. Sehun masih duduk disana, dengan helaan nafas kecewanya. Kecewa akan dirinya. Ia merasa sesuatu menahannya, sesuatu yang masih sulit untuknya lupakan. Walau sebenarnya keinginannya untuk melakukan itu sangat besar.
--
Keadaan villa terlihat tenang dan senyap. Tidak terdengar suara berisik dari mahkluk pendek itu. Yoona menelusuri villa itu hingga akhirnya menemukan ibu dan anak itu. Keduanya tengah tertidur diatas sofa ruang keluarga.
Dilihat dari kondisinya, mereka terlihat kelelahan. Yoona seperti merasa bersalah. Melihat kesekeliling villa, berniat mencari selimut untuk menyelimuti mereka.
"Ikuti aku." kata Sehun yang baru saja melewatinya. Pria itu menaiki tangga yang akan membawa mereka ke lantai dua.
"Aku mau mencari selimut." ujar Yoona yang belum mengikuti pria itu. Langkah Sehun terhenti, ia berbalik menatap Yoona.
"Ada di atas." dan kembali melangkah. Seakan mengerti kata-kata itu, barulah Yoona mengikutinya.
Mereka memasuki sebuah ruangan. Sedikit lebih kecil dari kamar pria itu. menelusuri sebuah lorong sempit yang setiap sisinya terdapat lemari pakaian. Berhenti disudut lorong itu, Sehun memerintahkan Yoona untuk membuka sebuah pintu lemari.
Ketika dibukanya, terlihatlah disana berbagai macam selimut dengan bermacam warna. Tapi gadis itu kesusahan untuk mengambilnya, itu dikarenakan selimut-selimut itu berada pada rak teratas. Malu-malu ia melirik Sehun, bermaksud meminta bantuan. Melihat tatapan itu saja Sehun sudah mengerti.
"Hah, aku lupa kau pendek." gumam Sehun yang dapat didengarnya.
Tanpa menyingkirkan tubuh Yoona dari sana, ia meraih beberapa selimut dari rak teratas. Berkat itu, Yoona kembali merasakan itu, dihimpit tubuh yang atletis itu.
Hawa panas menyerbunya. Tapi, tidak hanya dirinya. Ternyata Sehun juga merasakan itu, cepat-cepat ia memberikan selimut itu kepada Yoona. setelah selimut itu berada dipelukan Yoona, segera gadis itu berlari kecil keluar dari ruangan itu.
"Aku nyaris tak bernafas." ucapnya ketika melangkah menuruni tangga.
Yoona terbatuk-batuk dalam langkahnya. Entah mengapa, sepertinya tubuhnya kembali melemah, penyakit langganan ketika musim dingin.
Ia menyelimuti ketua dan Xiumin lalu membenarkan letak tidur mereka. Ketika itu ia rasakan kelopak matanya yang sulit untuk dibuka, berat dan hendak tertutup rapat. Dilihatnya kearah jendela nan besar itu, langit masih memancarkan sinarnya dari sela awan kelabu. Tapi rasa kantuk sudah menghampirinya.
Kepalanya terasa berat. Suhu dingin dan panas sudah menyatu pada tubuhnya. Tak bisa ia hindari, ia pun terduduk di lantai, dengan tubuhnya yang bersandar pada sudut sofa. Rasa kantuk berhasil menutup matanya.
--
Sehun tengah duduk santai diatas kasur ruangan itu, kamar yang biasanya ia tempati ketika berkunjung kesana. Dalam hening deringan ponselnya kembali terdengar. Dilihatnya nama Jessika disana. Mendengus kesal lalu memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana.
Menoleh sejenak kearah kaca besar yang memperlihatkan balkon kamar itu. hening. Ia sadari itu, disana benar-benar terasa senyap. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dibawah. Penasaran akan itu, ia bangkit dari duduknya. Melangkah dengan tenang menuju tangga.
Matanya menangkap itu, dimana Yoona tengah tertidur dilantai dalam keadaan duduk, dengan tubuhnya yang bersandar pada sudut sofa. Selimut kuning itu masih membaluti tubuh gadis itu.
Langkahnya terlihat pasti tanpa keraguan. Mengangkat tubuh itu kedalam pelukannya, lalu membawa tubuh itu dari sana, kembali menapakkan kaki pada anak tangga. Memasuki ruangan itu, dan perlahan membaringkan tubuh itu di atas kasur.
Tak lupa menyelimutinya, walau selimut kuning itu masih melingkar ditubuh Yoona. Ketika itu, baru Sehun sadari, wajah gadis itu terlihat memerah, dan timbul keringat di keningnya.
Ia sentuh kening itu. Raut cemas langsung terlihat di wajah tampan itu. Seperti kilat ia sudah melangkah cepat menuju lemari tempat penyimpanan obat-obatan, tapi ia tidak menemukan apa yang ia butuhkan disana.
Diraihnya jaket tebalnya, sembari memakai jaket itu, ia berlari menuruni tangga. Setelah mendapatkan kunci mobil di atas meja, ia bergegas menuju mobilnya, lalu melesat pergi entah kemana.
Mobil mewah itu berhenti tepat dihadapan sebuah klinik yang jaraknya lumayan jauh dari villa. Akhirnya ia mendapatkan apa yang ia butuhkan. Kembali kedalam mobil dan siap kembali ke villa.
Ponselnya kembali berdering, rasa panik membuatnya dengan cepat meraih ponsel itu. Ternyata Jessika. Merasa tidak penting, ia memasukkan ponsel itu kedalam saku jaketnya. Mobil kembali meluncur kencang menuju villa.
Dilihatnya ketua dan Xiumin masih tertidur disofa. Masih terus melangkah cepat, menaiki anak tangga dengan cemas. Tidak, langkahnya terhenti dipertengahan anak tangga. Matanya dengan cepat kembali menoleh ke ruang keluarga, dimana ketua dan Xiumin berada. Ternyata ia tidak menyadari itu, Yoona ada disana. Tengah merapikan letak selimut Xiumin sembari terbatuk pelan.
Dilihatnya Yoona tengah mengamati ibu dan anak itu dengan senyum bahagianya. Walau tak terlihat jelas dikarenakan wajah lusuhnya. Rasa cemas itu sedikit terobati, sehabis menghela nafas dengan lega, ia menghampiri Yoona disana.
"Kenapa kau disini?" katanya pelan terus melangkah mendekat. Yoona kaget melihat kehadirannya disana. Disamping itu juga, gadis itu tengah bertentangan dengan pikirannya, mengenai siapa yang mengangkatnya ke ruangan itu. yang tentunya jawaban untuk itu berakhir ke pria itu, yang kini berdiri dihadapannya, dengan raut cemas yang tertinggal.
"Aa, itu.. aku.." ia merasa malu melihat wajah itu dan memilih menatap lantai.
"Seharusnya kau berbaring di kasur." kata Sehun yang tengah mengambil sesuatu dari paper bag yang ia pegang.
Yoona dapat mendengar itu, suara seperti adanya sesuatu yang tersobek. Tapi ia tidak berani melirik pria itu. Tidak siap untuk tertangkap basah dengan tatapan misterius itu. Bluk.
Tangan itu menyentuh kening Yoona beberapa detik. Lalu hening. Gadis itu beranikan untuk melirik Sehun, yang ternyata tengah sibuk memilih obat yang ada digenggamannya.
"Tuan.. obat itu.." tidak percaya dengan apa yang tengah ia lihat.
"Aku sudah membeli beberapa macam obat, aku tidak tahu kau cocok dengan yang mana, mungkin saja kau ada alergi atau.." ia terdiam ketika dilihatnya mata itu menatapnya dengan mata bulatnya yang sudah berkaca-kaca. "waeyo?"
"Terimakasih banyak." ucap gadis itu seperti bisikan. Disamping itu ia berhasil menahan airmatanya untuk tidak mengalir.
"Duduklah, aku ambilkan minum." Yoona hendak menghentikan pria itu, tapi ketika itu, ia menyadari sesuatu. Ada yang menempel dikeningnya. Ketika disentuhnya. Plaster penurun demam.
Ia terkesima hingga tak mampu melarang rona merah mewarnai pipinya. Wajahnya terasa panas, entah karena demam atau.. ia belum berani untuk memikirkan itu. Sehun sudah kembali, berjongkok dihadapannya.
"Sudah kau pilih obat mana yang akan kau minum?" katanya dengan segelas minuman ditangannya.
"Su,sudah." jawab Yoona. Diambilnya beberapa macam obat, siap menelan obat itu. Sehun memberikan gelas yang berisikan air putih itu kepadanya. Dirasakannya obat-obat itu memasuki tenggorokannya. Akhirnya ia bisa merasa tenang. Sehun meraih kembali gelas itu.
"Kembalilah ke kasur." ujar pria itu yang sudah berdiri tegak, masih belum melepaskan pandangannya dari Yoona.
"A,ani, gwenchanayo." memaksa sebuah senyuman untuk meyakinkan pria itu. "Tuan, bukankah seharusnya kita kembali malam ini? Apa aku harus membangunkan mereka?" lama menatap gadis itu, Sehun melangkah menuju dapur seraya menjawab pertanyaan itu.
"Kita pulang besok saja." jawabnya yang sudah berada di dapur.
Yoona masih duduk disana, dengan selimut kuningnya yang selalu setia melingkar di lehernya. Ia mengosok pelan plaster yang menempel di keningnya. Dilihatnya Sehun kembali melangkah mendekatinya.
Dugg! Dugg! Dugg!
Pria itu melangkah mendekatinya dengan tatapannya yang terlihat yakin. Dan sebuah gerakan berhasil membuat tubuh lemah itu total membeku. Sehun kembali mengangkat tubuh itu kedalam pelukannya, menggendong tubuh itu dan membawanya kembali ke kamar tidur di lantai dua.
Mendadak semua indra tubuhnya tidak dapat berfungsi. Diam kaku didalam dekapan itu. Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi padaku? Dia, menggendongku?
--
Sebenarnya ia tidak ingin untuk segera tidur. Tapi rasa kantuk benar-benar tidak bisa dihindarinya. Mungkin dikarenakan efek obat yang mulai bekerja. Dari sudut mata sayunya, dilihatnya Sehun tengah berdiri santai di balkon kamar itu. dan sesekali melirik kearahnya yang membuat gadis itu segera berpura-pura tidur. Ia terus seperti itu hingga benar-benar tertidur pulas.
Melihat gadis itu tertidur seperti itu, barulah Sehun bisa bernafas lega. Ketika itu, ponselnya kembali berdering, tapi tidak ada yang ia lakukan, terus berdiri disana, tetap tidak menghiraukan ponselnya.
--
Dalam silaunya matahari gadis itu berdiri disana. Merasa pagi itu adalah keberuntungannya karena bisa merasakan cahaya matahari yang sangat amat jarang terlihat pada musim itu.
Seperti biasa, ia selalu berhasil sembuh dari demam dengan cepat. Menikmati cahaya hangat itu, tentu selimut kuningnya tak tertinggal darinya. Sementara itu ketua dan Xiumin sedang menyiapkan sarapan setelah menolak untuk dibantu olehnya.
"Bagaimana dengan demammu?" entah kapan pria itu berada disana. Sehun sudah berdiri disampingnya, tengah merelakan wajahnya terkena pancaran sinar yang menyilaukan itu.
"A-annyeong haseyo.. Berkat tuan, aku pulih dengan cepat. Khamsahamnida." menunduk bahagia dengan senyuman diwajahnya. Sehun melirik kearahnya sejenak dan setelah itu kembali memandangi langit yang cerah itu.
"Tuan! Tuan!" teriak Xiumin yang tengah berlari menghampiri mereka. Wajahnya terlihat panik luar biasa.
"Waeyo?" merasa si pendek hanya berlebihan.
"Itu.. baru saja sopir Jessika menelepon saya, ia mengatakan bahwa pernikahan itu batal dikarenakan Jessia pingsan ketika resepsi akan dimulai." wajah tampan itu menegang . Sehun menatap Xiumin tak percaya.
Ia raih ponselnya dari saku celananya. Banyak panggilan tak terjawab dari Jessika. Dengan rasa panik yang memuncak, segera ia menghubungi nomor itu.
--
Memandangi tubuh itu berlari menjauh. Perasaan aneh timbul seakan menusuknya tajam. Mengingat raut cemas diwajah itu, dirinya mendadak menjadi murung.
Sehun sudah turun dari mobil, berlari masuk kedalam rumah sakit itu. Sehun juga meminta mereka untuk tidak menunggunya. Entah mengapa, perkataannya itu membuat Yoona mencemaskannya. Mobil kembali meluncur pelan.
"Kurasa penyakitnya kumat." ujar Ketua mencoba mengisi sisa perjalanan itu.
"Itu.. memangnya dia sakit apa?" akhirnya Yoona menanyakan itu, setelah berusaha menahannya mengingat kondisi Sehun disampingnya tadi.
"Entahlah, aku tidak tahu penyakit apa yang ia derita, aku juga tidak berani untuk menanyakannya. Yang pasti, setelah kecelakaan itu terjadi, Jessika sering pingsan, bahkan ia pernah koma." jelas ketua tak bersemangat.
"Kecelakaan?" semakin membuat Yoona penasaran.
"Beberapa tahun setelah kepergian nyonya dan tuan besar. Jessika beserta orangtuanya mengalami kecelakaan. Dan kecelakaan itu juga merenggut nyawa orangtuanya. Pada akhirnya, Jessika harus menjalani kehidupannya seorang diri."
"Tunggu, jadi mereka.."
"Ya, nasib mereka sama. Beberapa hari yang lalu, tuan muda menghubungiku. Kurasa ia tengah mabuk. Ia menceritakan sesuatu kepadaku. Sungguh, membuatku mencemaskannya, bukan gadis itu." Yoona sudah mendekatkan wajahnya dengan ketua. Menyelip ditengah-tengah kedua kursi. "alasan ia tidak bisa melepaskan Jessika." menunggu perkataan ketua semakin membuatnya gelisah. "dikarenakan kesamaan nasib mereka." ada perasaan lega, tapi juga kasihan. Yoona merasa serba salah. "tuan muda lebih dulu merasakan kepahitan itu, dan setelah mengetahui sahabatnya merasakan hal yang sama, tentu ia dapat mengerti kondisi sahabatnya itu. Ditambah keberadaan penyakit itu ditubuh Jessika, membuat tuan muda semakin sulit membebaskan dirinya dari Jessika."
"Ketua.." Yoona seperti memahami sesuatu.
"Aku juga memikirkan itu." sela ketua seakan mengetahui apa yang hendak Yoona katakan. "menurutku, tuan muda hanya merasa kasihan kepadanya, hanya sebatas itu." tidak tahu hendak merespon apa.
Yoona masih termenung penuh tanya. Tapi disamping itu, ia mengingat kejadian pada hari itu, dimana Sehun tengah mendekapnya, dan mengatakan sesuatu yang sepertinya ia tujukan kepada Jessika. Gejolak itu membuatnya bimbang.
"Jujur, aku tidak suka tuan muda berteman dengannya." suara ketua mulai terdengar bersemangat.
"Eomma, kau tidak boleh berkata seperti itu.." cibir Xiumin dibalik stir mobil.
"Jessika sudah terlalu banyak menyusahkan tuan muda. Ia memerintah tuan muda seenaknya. Meminta ini itu. Mengenai perasaan tuan muda, aku sangat yakin, ia menyadari itu, hanya saja ia mencoba untuk berpura-pura tidak menyadarinya. Tentu saja demi menikah dengan pewaris kaya raya itu."
"Eomma.. keumanhae.." tegur Xiumin lagi.
"Aku berkata yang sebenarnya!" jawab wanita berbadan gemuk itu tak mau kalah.
"Tetap saja, tidak baik membicarakan itu disaat ia tengah jatuh sakit.." jelas Xiumin yang berhasil menyadarkan ibunya itu.
"Aku hanya ingin tuan muda terlepas darinya. Takdir tuan muda ada pada gadis lain." mendengar semua itu dalam diam. Yoona hanya berusaha mengingat kebaikan pria itu ketika merawatnya disaat demam. Terus mengingat itu. Hanya itu.
-
-
-
-
-
Continued..
-
-
-
-
-
Banyakin komentar ya kak..
Maacih..